x

Tiran

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 24 Agustus 2020 11:14 WIB

Ini Zaman Memuji Diri, Hujat dan Caci Lawan

Mengangkat diri dengan pujian, menghujat lawan dengan cacian adalah pelajaran yang tak pernah ada dalam Kurikulum Pendidikan kita. (Supartono JW.24082020) Kita tentu tak asing dengan ungkapan "jangan terbang karena pujian, jangan tumbang karena cacian." Ungkapan tersebut sering digunakan sebagai motivasi bagi seseorang demi tetap semangat dan termotivasi untuk mencapai tujuan atau cita-cita dalam kehidupan, baik bagi yang berhasil maupun yang gagal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengangkat diri dengan pujian, menghujat lawan dengan cacian adalah pelajaran yang tak pernah ada dalam Kurikulum Pendidikan Indonesia. (Supartono JW.24082020)

Kita tentu tak asing dengan ungkapan "jangan terbang karena pujian, jangan tumbang karena cacian." Ungkapan tersebut sering digunakan sebagai motivasi bagi seseorang demi tetap semangat dan termotivasi untuk mencapai tujuan atau cita-cita dalam kehidupan, baik bagi yang berhasil maupun yang gagal.

Sebab, dalam kenyataannya, memang banyak manusia yang lupa diri saat menerima puja dan puji karena kehebatan dan keberhasilannya, lantas "terbang". Sebaliknya, saat seseorang mengalami kegagalan dan keterpurukan, maka seringkali malah akan menerima hinaan dan cacian, lantas terpuruk dan malah tenggelam.

Itulah kehidupan yang normal dan terjadi umumnya di tengah masyarakat dan khususnya di dalam parlemen maupun pemerintahan di seluruh negara di dunia ini.

Namun, khususnya di Indonesia, selama 75 tahun Indonesia telah lepas dari belenggu penjajahan kolonialisme, ternyata selama 75 tahun pula, rakyat Indonesia belum benar-benar "merdeka".

Bahkan sejak hadirnya reformasi, dalam dua periode kepemimpinan yang kini sedang berjalan, rakyat Indonesia justru kembali dijajah dengan sangat kental oleh partai yang kini menguasai Indonesia dan para elite politiknya.

Bahkan bisa jadi, lebih tirani dari kepemimpinan sebelumnya, namun dalam "bungkus" yang berbeda. Sebab, rakyat masih tetap dan terus merasakan kekuasaan yang sewenang-wenang, karena diperintah Presiden yang bak raja dan bertindak sekehendak hatinya, dan terus melahirkan kebijakan yang mensejahterakan "siapa?"

Lebih miris lagi, dalam dua periode pemerintahan sekarang, seluruh rakyat seperti terhipnotis oleh keberadaan partai yang berkuasa dan para elite partai yang jadi pemimpin baik di parlemen maupun pemerintahan.

Rakyat pun bertanya, kira-kira partai itu akan berkuasa sampai kapan? Sebab bukan hanya kursi parlemen dan pemerintahan pusat yang dikuasai, namun seluruh pemerintahan daerah pun ingin dikuasainya.

Lebih mencolok lagi, kini partai itu dengan para elite politik yang menguasai parlemen, pemerintahan pusat dan daerah juga terus saling membahu menjinakkan hati para pengagumnya, demi terus mempertahankan "kekuasaannya".

Bahkan demi menjaga, melindungi, mengamankan, dan mempertahankan kekuasaannya, dengan anggaran negara sampai menghaburkan uang rakyat demi membayari para aktor influencer dan buzzer.

"Mereka" terus menghembuskan dan menciptakan situasi dan kondisi yang terus mendewakan dan mengagungkan apa yang dikerjakan oleh junjungannya. Bila ada pihak yang coba menghalangi, maka para buzzer akan bertindak sesuai perannya.

Influencer dan buzzer pun dihadirkan demi terus membangun opini hebat di hadapan rakyat dengan segala citra baik dan kelebihannya, mengangkat diri sendiri, memuji diri sendiri, serta terus deras mencerca dan menghina lawan politik dengan caci dan maki.

Sehingga kini yang ada di Indonesia, ungkapan "jangan terbang karena pujian, jangan tumbang karena cacian" sudah berganti menjadi "Mengangkat Diri dengan Pujian, Menghujat Lawan dengan Cacian", karena kekuasaan di tangan harus terus terjaga dan aman, bahkan terus teregenerasi meski dengan jalan tiran.

Siapapun yang kini memberikan opini, komenter tentang kejelekan dan sejenisnya dari pihak yang sedang berkuasa di berbagai media massa, maka para pendukung penguasa akan terus melindungi dan bahkan balik melontarkan pujian, meski rakyat Indonesia pada umumnya, tak merasakan apa yang seperti dalam pujian para pendukung penguasa.

Saat lawan politik menghujat dan sebagainya, maka para pendukung penguasa pun akan dengan enteng mencaci maki.

Luar biasa. Inilah Indonesia terkini. Mengangkat diri dengan pujian, menghujat lawan dengan cacian, pun para aktornya disiapkan anggaran. Modalnya, memakai uang rakyat yang dihamburkan, hanya demi kepentingan lanjutkan tiran.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler