x

RUU Cipta Kerja

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 7 Oktober 2020 07:17 WIB

RUU Cipta Kerja, Menambah Deret Panjang Kegaduhan di NKRI

Siapa yang pada akhirnya akan dapat menolong rakyat? Bila pemimpin yang diharapkan malah tak memihak rakyat? Tetapi memihak yang lain? Kira-kira bagaiamana kehidupan rakyat Indonesia hingga 2024, karena pemimpinnya sudah terbaca seperti ini?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Demonstrasi besar di seluruh wilayah NKRI yang dilakukan oleh buruh dan mahasiswa akibat disahkannya UU Cipta Kerja tersiar di berbagai tayangan televisi dan viral di berbagai media sosial, hari ini, Selasa, (6/10/2020) yang juga direncanakan akan berlangsung hingga (8/10/2020), adalah satu dari sekian sengkarut yang terus dicipta oleh rezim sekarang.

Abaikan masalah, konflik, akibat

Persoalan sengkarut di NKRI ini memang tak pernah ada tanda mereda, bahkan parlemen dan pemerintah justru terus mengobok-obok berbagai persoalan yang pada intinya bertujuan hanya untuk melayani para pemodal/cukong yang membuat partai politik yang mengusung mereka harus membalas budi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari catatan berbagai artikel yang telah saya tulis di berbagai media, praktis setelah ada sejarah reformasi di NKRI, reformasi ini justru terhenti dan berganti menjadi negeri penuh konflik sejak Pilkada DKI dan Pilpres yang mengusung dua nama Ahok dan Jokowi.

Sehingga praktis sejak nama Ahok dan Jokowi muncul dalam peta politik dan kepemimpinan di Indonesia, rakyat di negeri ini terus bergejolak. Terus gaduh dan terus terpecah belah yang sangat mendekatkan diri pada disintegrasi bangsa.

Sejatinya bila para pemimpin dari elite partai dan partai politik itu sendiri dapat mempraktikkan ilmu dan teori tentang mengapa ada masalah, konflik, dan akibat, seperti telah mereka terima saat menerima pelajaran sastra di sekolah, maka tentunya akan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sinopsis RUU Cipta Kerja untuk Siapa?

Drama gaduh yang penuh sengkarut di NKRI yang terus terjadi sejak dua tokoh Pilkada dan Pilpres ini muncul, tak ubahnya seperti kita sedang menonton film di televisi atau layar lebar dengan judul "RUU Cipta Kerja untuk Siapa?"

Mungkin penonton atau rakyat kini dapat membuat sinopsinya sendiri. Semisal tahu jalan cerita dan skenario yang terjadi. Lalu tahu pemeran dan karakternya. Tahu mana pemeran dalam film yang menjadi tokoh protogois, antagonis, dan tritagonis. Dan, ujungnya penonton/rakyat juga tahu apa amanah an tujuan akhir dari film ini.

Penonton/rakyat pun sudah dapat menebak dan mengetahui, siapa yang membikin masalah. Mana penjahatnya, mana jagoannya, dan mana yang menjadi penengah. 

Andai RUU Cipta Kerja yang diusung oleh paket pemerintah, DPR, dan siapa di baliknya yang memesan dan mensponsori ("paket" RUU Cipta Kerja) mendengarkan aspirasi rakyat, maka masalah akan selesai, tidak akan meluas menjadi konflik, dan tidak akan timbul akibat-akibat yang tidak diinginkan.

Namun, karena pemeran "paket" ini memang berkepentingan dan wajib membikin RUU Cipta Kerja disahkan, maka mereka tak peduli dengan konflik dan akibat yang akan terjadi dan sengaja buta dan tuli dari segala yang mengingatkan.

Bahkan, sebab sudah tahu akan menjadi konflik, paket ini pun justru mempercepat pengesahan RUU Cipta Kerja dari jadwal yang seharusnya dengan memanfaatkan Covid-19 sebagai alasan karena ada anggota yang terpapar corona. 

Pun paket ini juga sudah menyiapkan antisipasi untuk menekan dan mencegah buruh/mahasiswa/rakyat demonstrasi dengan Telegram Rahasia (TR) dari polisi, pun dengan alasan yang dibikin logis, karena sedang situasi Covid-19, sehingga tidak boleh ada kerumunan.

Sebuah skenario yang cerdas. Meski RUU Cipta Kerja menjadi masalah, paket ini tak peduli dan malah memanfaatkan Covid-19 jadi alasan untuk mempercepat pengesahan, karena "pesanan" ini wajib gol, dan polisi pun malah jadi pengaman paket ini, bukan melindungi dan mengayomi rakyat yang menderita.

Sebab paket ini, malah menyiapkan polisi sebagai pelindung mereka untuk mencegah demonstrasi dengan menerbitkan TR dengan alasan Covid-19.

Dari pertunjukkan film "RUU Cipta Kerja untuk Siapa?" kini penonton menjadi benderang. Bila mengikuti pelajaran sastra, maka mulai dari kehidupan pribadi hingga kehidupan berbangsa dan bernegara saja jelas. Jangan sampai bila ada masalah sampai membesar menjadi konflik dan membawa dampak dan akibat.

Masalah kecil atau besar seharusnya diselesaikan di titik masalah dan tidak sampai melebar hingga menjadi konflik. Bila itu masalah pribadi, maka pribadi yang cerdas dan berbesar hati, maka akan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, tidak sampai orang lain tahu dan masalah sampai menjadi konflik yang akan membawa akibat.

Begitu pun masalah dalam keluarga dan masyarakat. Maka, bila dalam keluarga dan masyarakat ada masalah, maka keluarga dan masyarakat itu sendiri yang wajib dapat menyelesaikannya tanpa harus melibatkan keluarga atau masyarakat lain.

Siapa yang dapat menyelesaikan masalah agar tak merembet menjadi konflik, maka dia adalah kepala keluarga dan pemimpin masyarakatnya.

Bila masalah ada di dalam provinsi dan negara, maka siapa yang harusnya menyelesaikannya? Jawabnya sudah tentu gubernur dan presiden.

Jelas kini, bila kita sekadar menonton film "RUU Cipta Kerja untuk Siapa" karena ini menyangkut persoalan negara, siapa yang seharusnya menjadi penyelesai masalah dan tidak menjadi konflik? Jawabnya tentu Presiden Jokowi.

Pertanyaannya, mengapa sejak Presiden Jokowi memimpin, seperti dalam film-film, sang penyelamat atau pengayom seharusnya sang jagoan dong. Nah, jagoannya pasti Presiden. Tapi mengapa berbagai sengkarut di NKRI malah terus terjadi hingga kini?

Di mana pun, pemimpin selalu wajib dapat mengayomi dan melindungi siapa yang dipimpinnya karena amanah. Namun, bila pemimpin tak amanah, maka di NKRI, berbagai drama atau film semacam "RUU Cipta Kerja untuk Siapa?" tentu akan terus terjadi. Bahkan episode film RUU Cipta Kerja untuk Siapa pun masih akan berlanjut sampai meja MK. Meski begitu, paket RUU Cipta Kerja pun tak akan tinggal diam dan akan tetap berupaya untuk menang.

Siapa yang pada akhirnya akan dapat menolong rakyat? Bila pemimpin yang diharapkan malah tak memihak rakyat? Tetapi memihak yang lain? Kira-kira bagaiamana kehidupan rakyat Indonesia hingga 2024, karena pemimpinnya sudah terbaca seperti ini?

Itulah kira-kira sinopsis film "RUU Cipta Kerja untuk Siapa?" Masih banyak sinopsis film/drama gaduh di NKRI yang dapat diungkap. Mirisnya, setiap masalah yang ada di NKRI terus dibiarkan menjadi komoditi konflik dan dibiarkan terjadi akibat dan jatuhnya "korban".

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler