Sejumlah pihak menilai iklim investasi di Indonesia masih kalah seksi dibanding negara tetangga seperti Vietnam, Singapura, atau Thailand. Terutama di sektor pertambangan, beberapa investor menilai kondisi investasi di Indonesia kurang kompetitif.
Salah satunya ketika diterbitkan Peraturan Menteri (ESDM) Nomor 11 Tahun 2020 membuat investor was-was untuk berinvestasi di Indonesia. Ini dikarenakan HPM Logam yang menentukan harga batas bawah dalam perhitungan kewajiban pembayaran iuran produksi bagi pemegang IUP/IUPK OP mineral logam, serta acuan harga penjualan bagi pemegang IUP/IUPK OP untuk penjualan bijih nikel.
Fakta di lapangan berujar investor pertambangan merasakan bahwa berinvestasi di Indonesia bagaikan jebakan batman. Salah satunya, diterbitkannya Peraturan Menteri (ESDM) Nomor 11 Tahun 2020 membuat investor was-was untuk berinvestasi di Indonesia. Ini dikarenakan HPM Logam yang menentukan harga batas bawah dalam perhitungan kewajiban pembayaran iuran produksi bagi pemegang IUP/IUPK OP mineral logam, serta acuan harga penjualan bagi pemegang IUP/IUPK OP untuk penjualan bijih nikel.
Selain itu, saat melakukan ekspor, harga seringkali ditekan karena harga pasar global. Ketidakpastian pemerintah dalam mengubah ketentuan bisnis pertambangan, pembuat investor semakin gerah untuk menanamkan modal di Tanah Air. Ditambah lagi Indonesia kerap terkena anti dumping yakni negara yang mengekspor produk dengan harga yang lebih rendah di pasar impor daripada harga di pasar domestik eksportir. Hal ini membuat persaingan dagang menjadi tidak sehat.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebut aturan di Indonesia nampak sengaja dibuat agar kalah bersaing dengan negara-negara lain, termasuk Vietnam yang kini naik daun sebagai tujuan investasi. “Saya mengkaji kenapa sampai kita, kok, kalah dengan Vietnam, Thailand, Singapura? Setelah saya melihat memang aturan kita ini dibuat sengaja untuk kalah,” ujar Bahlil.
Tidak hanya itu, menurut Kepala BKPM, OSS (Online Single Submission) merupakan jebakan batman bagi pengusaha sekaligus investor. Menurut mantan Ketua HIPMI tersebut, pengusaha atau investor tidak dapat langsung menjalankan usahanya ketika telah mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha). Notifikasi NIB harus didapatkan dari seluruh kementerian dan lembaga terkait, namun belum dapat dipastikan kejelasan waktunya.
Mantan Ketua HIPMI ini juga menjelaskan investasi adalah kunci utama penciptaan lapangan kerja. Hal ini berarti, tidak ada cara lain bagi negara ini untuk terus menggiatkan penyerapan tenaga kerja selain investasi. Bahkan, BKPM telah mengidentifikasi lima sektor investasi yang akan dimajukan lebih baik, yakni industri pertambangan dan hilirisasinya, energi, infrastruktur, manufaktur, serta industri alat kesehatan.
Akan tetapi, apabila ruang gerak investor dipersulit dan berbelit-belit, bukan tidak mungkin, kondisi ini akan berdampak negatif pada iklim investasi di Indonesia. Dampaknya pun mengerikan, selain investor berpotensi mangkat, Indonesia akan dianggap sebagai negara yang tidak ramah sebagai tempat menanamkan modal dan investasi.
Padahal, Indonesia membutuhkan peran investor untuk keseimbangan neraca pemasukan dan kesejahteraan ekonomi. Jika tidak, neraca perekonomian akan terjun merosot tajam. Apakah Indonesia telah mempersiapkan strategi atas kondisi ini? Hanya pemerintah yang tahu.
Ikuti tulisan menarik Sri Kandhi lainnya di sini.