x

Rizki Ridho

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 10 Oktober 2020 06:01 WIB

Rizki Ridho Dapat Menjadi Contoh Pemain Timnas U-19 yang Lain

Jadi, minimal para pemain Timnas U-19 dapat belajar dari Rizki Ridho yang selalu berupaya bermain cerdas intelegensi dan personaliti. Bukti Rizki Ridho cerdas intelegensi dan personaliti adalah, setiap menguasai bola atau berhasil merebut bola dari lawan, maka Rizki sepersekian detik tahu bola harus di arahkan atau diumpan ke siapa. Tak menyulitkan diri sendiri, tak menyulitkan teman, tak menyulitkan tim. Itulah gambaran sederhana dari sikap cerdas intelegensi dan personaliti karena tak pernah egois.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Seperti sudah saya ulas di artikel sebelumnya, bahwa Timnas U-19 akan menekuk lawan uji tandingnya yang ke-8 di Kroasia atau ke-14 bila digabung dengan 6 laga uji coba di Thailand, maka prediksi itu terbukti. Bahkan, seharusnya ada 6 gol atau lebih yang seharisnya bisa masuk ke dalam gawang NK Dugopolje U-19, bila para pemain kita lebih cermat dan cerdik.

Prediski sebelum laga bahwa Pasukan Shin Tae-yong (STy) akan menang, tentu dengan data dan fakta bahwa NK Dugopolje U-19 baru saja dipecundangi Dinamo Zagreb U-19 di kompetisi internal Kroasia pada Sabtu, 3 Oktober 2020 karea Dinamo Zagreb U-19 sudah ditekuk Witan dan kawan-kawan pada laga uji coba ke-7 atau ke-13.

Di luar kemenangan yang sudah dapat diduga dan di luar progres pelatihan dan pembinaan STy dalam TC Timnas U-19.yang akan berada di Kroasia hingga ujung bulan Oktober, masih banyak hal yang memang wajib diperhatikan dari perkembangan Timnas U-19 ini, terutama dalam hal TIPS (Teknik, Intelegensi, Personaliti, dan Speed) pemain.

Khusus menyoal TIPS pemain Timnas U-19 ini, sepanjang TC dan 8 kali  uji coba yang telah dilakoni di Kroasia, saya sangat menyoroti perkembangan intelgensi dan personaliti pemain. Dan, masalah ini pun sudah saya sebut dalam artikel terdahulu, sejak Timnas di besut STy, ada pembinaan dan pelatihan "Karakter ala STy di Timnas U-19".

Bahkan pembinaan dan pelatihan karakter ala STy ini ada yang telah merasakan akibatnya, seperti dipulangkannya beberapa pemain Timnas U-19 yang diluar pemikiran publik sepak bola nasional. Pasalnya pemain yang disingkirkan oleh STy adalah langganan dan pemain kepercayaan pelatih Timnas yang membesut mereka sebelumnya.

Berikutnya, hanya jelang hitungan jam berangkat TC ke Kroasia, 2 pemain pun dicoret karena indisipliner. Kemudian, sama-sama telah kita saksikan bahwa meski membawa 27 pemain ke Kroasia, baru di laga uji coba ke-8, 27 pemain merasakan merumput. Sebab, sebelumnya hingga laga uji coba ke-5 masih ada pemain yang tetap dijadikan turis oleh STy.

Intelegensi dan personaliti soal klasik

Masih banyak pendidikan karakter yang terus diberikan ke pemain U-19 di dalam TC yang kita semua tidak tahu apa saja. Namun, yang kasat mata, dan sama-sama dapat dilihat oleh publik sepak bola nasional adalah dalam setiap laga, masih sangat "terbudaya" pemain Timnas U-19 berlama-lama menguasai bola, dan pada situasi yang sulit baru memberikan bola kepada rekannya.

Bahkan, setiap saya menonton laga Timnas U-19 bersama dengan keluarga atau rekan, maka selalu ada teriakan "kasih, kasih". Apa maksudnya? Ternyata penonton di sebelah saya sampai teriak dan bilang "kasih", karena si pemain masih saja menguasai bola dan menggocek bola, padahal rekannya banyak yang berdiri bebas dan lebih menguntungkan. Tapi saat sudah berlama-lama menguasai bola, saat sudah terjepit baru kasih umpan ke teman.

Itulah tontonan yang tidak pernah tidak terlihat selalu dipertunjukkan oleh sebagian besar pemain asuhan STy ini saat Timnas U-19 berlaga di Kroasia. Andai STy memang memberikan instruksi agar para pemain percaya diri menguasai bola, tentu maksudnya bukan seperti yang selama ini diperagakan oleh Witan dan kawan-kawan.

Cara bermain dengan terlalu lama menguasai bola, selain menghambat tempo permainan tim, juga sangat menghambat kesempatan dan peluang tim untuk mencetak gol. Di samping itu, saat bola dapat direbut lawan, maka pemain lain jadi ikut dibikin repot dan yang paling membahayakan adalah untuk keselamatan pemain yang suka menghambat itu sendiri karena akan diciderai oleh lawan.

Persoalan mendasar ini, jelas merupakan bawaan asli karakter pemain dalam hal intelegensi dan personaliti. Artinya, pemain yang cerdas, tentu akan lebih tahu diri, mengukur diri, dan lebih mengutamakan permainan tim, bukan permainan individu yang ujungnya malah merepotkan teman, merepotkan tim, dan membikin dirinya mudah diciderai lawan.

Saat saya tanya ke penonton lain yang sama-sama mengikuti setiap laga uji coba Timnas U-19 di Kroasia dengan pertanyaan, siapa pemain Timnas U-19 yang sampai saat ini memiliki nilai integensi dan personaliti paling baik atau paling tinggi? Jawab mereka kompak. Dia adalah Rizki Ridho dan memberikan nilai intelegensi 80, personaliti juga 80.

Setiap menerima bola, menguasai bola, memberikan umpan, semua terlihat rapi dan terukur. Simple dan tak pernah lama menahan bola dan tidak merepotkan teman dan tim.

Bagaimana dengan yang lain? Semisal Witan. Witan jelas bukan Neymar yang sangat mumpuni dalam teknik dan fisik, namun baik Witan atau Neymar hampir mirip, suka berlama-lama menguasai bola dan sering jadi incaran lawan untuk menciderainya.

Lihat pula dalam laga ke-8/14 Mochammad Supriadi dan Bagas Kaffa saja jadi korban, karena Supri dan Bagas pun memang terbudaya menguasai bola terlalu lama. Meski dalam laga semalam sedang tak berlama-lama dengan bola, namun tim Eropa sekelas NK Dugopolje tentu sudah terbiasa bermain keras untuk level sepak bola dunia.

Jadi, minimal para pemain Timnas U-19 dapat belajar dari Rizki Ridho yang selalu berupaya bermain cerdas intelegensi dan personaliti. Bukti Rizki Ridho cerdas intelegensi dan personaliti adalah, setiap menguasai bola atau berhasil merebut bola dari lawan, maka Rizki sepersekian detik tahu bola harus di arahkan atau diumpan ke siapa. Tak menyulitkan diri sendiri, tak menyulitkan teman, tak menyulitkan tim. Itulah gambaran sederhana dari sikap cerdas intelegensi dan personaliti karena tak pernah egois.

Lihat juga saat, Rizki cukup percaya diri memcoba mengambil tendangan pinalti, namun diganti oleh Brylian karena instruksi dari STy, Rizki tetap menerima dan tak nampak kecewa.

Saat Rizki kemudian diberikan kepercayaan mengambil tendangan pinalti berkutnya, karena terlalu rilek dan percaya diri, Rizki pun gagal. Namun, setelahnya, Rizki tetap dapat terus mengontrol permainan dan memimpin rekannya hingga usai laga dan tetap dapat menghindarkan Timnas U-19 dari kebobolan.

Yang pasti dalam sepak bola level dunia, tidak ada pemain main "gocak-gacek" sendiri seperti yang masih nampak di Timnas U-19. Itulah kelemahan dalam aspek Intelegensi dan Personaliti. Parahnya lagi, bila seorang pemain semakin menunjukkan kelemahannya dalam hal intelegensi dan personaliti, tak cerdas dalam sepersekian detik mengambil keputusan, tetap egois, maka akan semakin nampak pula kelemahan teknik dan speed pemain.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB