Doping dalam Olahraga
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBDoping kembali mencuat setelah komisi etik doping PON 2016 mengumumkan ada atlet yang terindikasi menggunakan doping
Doping dan Olahraga
Selepas Pekan Olahraga Nasional yang diadakan di Jawa Barat, pemberitaan kembali ramai ketika komisi pengawasan doping PB PON mengumumkan ada dua belas atlet yang berlaga di PON terindikasi menggunakan doping, tersebar di beberapa cabang olahraga seperti binaraga, angkat besi, menembak dan berkuda. Jumlah dua belas orang yang terindikasi menggunakan doping meningkat dari PON sebelumnya, di PON Riau 2012 ada delapan orang terindikasi doping, dan di PON Kalimantan Timur 2008 ada lima orang. Tentu peningkatan tersebut menjadi sinyal bahaya bagi dunia olahraga nasional. Bahkan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Gatot mengungkapkan akan mencabut mendali emas yang telah didapat jika benar terbukti atlet tersebut menggunakan doping.
Seperti yang kita ketahui hakekat utama dari olahraga adalah untuk kesehatan, persaudaraan, respect, hingga cara mempesatukan bangsa. Akan tetapi belakangan ini mulai menyeruak atlet yang ternyata menggunakan doping untuk mendapatkan prestasi yang dia inginkan. Tentu hal ini termasuk kepada kecurangan yang bertolak belakang dari tujuan utama adanya olahraga. Dari tahun ke tahun selalu ada perbaikan mengenai aturan doping yang di gagas oleh para induk organisasi cabang olahraga, dengan tujuan kompetisi tetap terjaga spotifitasnya. Olahraga untuk sebagian orang telah menjadi pekerjaan utama, dimana mereka mendapatkan sumber kehidupan dari keringat dan prestasi yang mereka dapat. Di era olahraga industry yang modern seperti sekarang, tidak di pungkiri prestasi akan mendatangkan pundi-pundi uang yang tak sedikit. Seperti contoh akhir-akhir ini ada pertarungan petinju dunia dimana salah satu pemenangnya mendapatkan uang kurang lebih 1,5 triliun rupiah, tentu ini bukanlah jumlah yang sedikit. Tak heran jika melihat pundi-pundi uang yang bisa di dapatkan atlet jika menjuarai suatu kompetisi, selain materi yang di dapat mereka pun mendapatkan kebangaan dan dukungan dari banyak pihak termasuk masyarakat dimana dia berasal,
Dengan tingginya tuntutan para atlet untuk berprestasi, membuat keinginan para atlet untuk meraih hasil yang maksimal semakin besar. Namun biasanya keadaan tersebut tak didukung oleh sarana dan prasarana atlet untuk latihan. Hal ini salah satu faktor penyebab atlet memilih jalan pintas, doping menjadi pilihannya. Menurut Komite Olimpiade Internasional doping memiliki arti upaya meningkatkan prestasi dengan menggunakan atau metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dengan indikasi medis. Alasannya terutama mengacu pada ancaman kesehatan atas obat peningkat performa, kesamaan kesempatan bagi semua atlet dan efek olahraga jujur yang harus dicontoh dalam kehidupan umum.
Berikut beberapa obat-obatan yang dilarang menurut World Anti-Doping Code seperti, anabolic steroid androgenic, peptides hormones, beta 2-agonists, metabolic modulator, diuretic, stimulants, narcotic analgesics, cannabinoids, dan glucocorticosteroids. Ada juga beberapa zat yang dilarang digunakan di beberapa cabang olahraga, seperti alkohol dan beta blockers. Beberapa dampak negative bagi tubuh jika mengkonsumsi doping adalah mengganggu kestabilan metabolism tubuh, kekacauan pikiran, sulit mengontrol emosi, sakit kepala, otot tegang, mual, membuat darah menjadi lebih kental hingga berpotensi mudah terkena stroke, gangguan ginjal, menimbulkan efek ketagihan, dan lain sebagainya yang akan berakibat fatal jika terus dikonsumsi dan dibiarkan. Dari sekian list yang dikeluarkan oleh WADA, para atlet yang berlaga di PON 2016 terindikasi menggunakan doping Steroid dan Beta Blockers.
Banyak alasan atlet menggunakan doping, seperti optimalisasi kemampuan fisiologis, biologis dan faktor psikologis. Tak jarang juga para atlet mendapat saran dari professional farmasi yang kompeten pada bidang obat-obatan yang tak mempedulikan resiko kesehatan yang akan dihadapinya. Dari hasil analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan terjadinya doping, menunjukan bahwa aspek sosiologi sangan besar pengaruhnya. Ketika atlet curang dengan menggunakan doping, mereka merugikan diri sendiri, merugikan cabang olahraganya dan membahayakan sesama atlet yang bersaing secara sportif. Mereka juga membahayakan individu, masyarakat dan bangsa yang telah berdiri di belakang mereka, mendukung mereka, dan memotivasi mereka. Ada beberapa bagian yang baiknya diperhatikan demi mencegahnya penggunaan doping, seperti aspek psikologis, sosiologis, tim pelatih, fasilitas, dan penentuan target kemenangan,
Maka dari itu, betapa pentingnya edukasi untuk para olahragawan sejak dini akan pentingnya menghindari doping dan betapa bahayanya jika seorang olahragawan menggunakan doping. Pencegahan olahragawan untuk menggunakan doping menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh bagian masyarakat dan insan olahraga. Doping dalam olahraga merupakan bentuk kecurangan yang dilakukan oleh seorang atlet dan sangat bertolak belakang dengan spirit olahraga dan merusak kompetisi yang bersih. Meskipun prestasi tidak mudah untuk dicapai, tetapi setidaknya kita memiliki kewajiban untuk bersaing secara sehat agar tetap berada dalam koridor, tujuan dan filsafat dari olahraga itu sendiri. Diharapkan di kejuaraan selanjutnya tidak ada lagi atlet dari berbagai cabang olahraga yang tersangkut dugaan penggunaan doping. Menjadi perhatian untuk para pengurus cabang olahraga, dan staff pelatih agar mengetahui apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh atlet, tentu pemerintah pun bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran pengurus, pelatih dan atlet akan pentingnya pengetahuan dan kesadaran tentang bahayanya doping untuk kesehatan dan karir mereka.
Penulis: Magister Sport Science , ITB
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Dilema Kompetisi Nasional
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBDoping dalam Olahraga
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler