Manusia dalam Tempurung Kelapa
Oleh: Ahmad Hidayat, M.Pd
Dalam Rangka Hari Toleransi International
Duh Gusti
Suara kata mereka membuat kekacauan di teritorial penting telingaku.
Menyentrum kepedihan kami anak kampung yang tak punya kulit putih bersih dan badan wangi.
Menusuk hati kami yang hanya ingin bersahabat walau bukan kerabat.
Kata mereka kami tak tahu diri, tapi kata kami tak ada diri yang tak kami mengerti.
Duh Gusti
Bukankah kami ini makhluk-Mu? Bukankah pohon-pohon itu juga makhluk-Mu? Bukankah kumpulan burung, jutaan serangga dan ribuan reptil serta mamalia itu juga makhluk-Mu?
Tapi mengapa sebagian dari kami congkak? Pongah? Merasa besar? Padahal tak ada yang lebih besar dari-Mu?
Mereka hina yang mereka anggap beda, mereka caci yang tak sepaham dengan mereka, mereka berteriak dan mengolok-olok “KALIAN SALAH, KALIAN ANEH, KALIAN SESAT, KALIAN MISKIN, KALIAN TAK TAHU DIRI” dan mengucilkan kami di sudut-sudut kota. Lalu mereka habisi hutan kami, tempat leluhur kami, tempat kami mendengar gesekan daun-daun dan ilalang.
Duh Gusti
Negeri kami beragam tapi banyak pikiran manusianya yang seragam. Negeri kami menawan tapi banyak penghuninya yang tak mau berkawan. Kami mengedepankan emosi daripada diskusi, bahkan kami berani bersumpah atas nama-Mu untuk suatu yang belum tentu benar dan belum tentu salah.
Ya Maha Pengasih
Ya Maha Penyang
Ampunilah segala dosa dan khilaf kami. Kami terlalu bodoh dalam memahami sifat-sifat-Mu. Berilah kami sedikit hati yang welas asih. Terhadap makhluk-Mu yang menjadi saudara kami, yang wajib kamijaga dari air mata kesedihan dan kesendirian. Sungguh tak ada daya dan upaya kecuali atas izin-Mu.
Bogor, 15 Noveber 2020
Untuk aku, kita dan mereka
Ikuti tulisan menarik Ahmad Hidayat lainnya di sini.