
sekolah tatap muka
Rabu, 2 Desember 2020 15:25 WIB
Sekolah Tatap Muka Mendesak bagi Siswa Indonesia, Bisa di Ruang Terbuka
Bila mencontoh pada kegiatan olah raga seperti sepak bola, ekolah tatap muka dapat dilakukan di ruang terbuka. Jadi tidak dilakukan di dalam kelas dan tentu tetap memerhatikan protokol kesehatan. Catat, sejuah ini tidka ada klaster Covid-19 dari lingkungan olag raga sepak bola yang telah berkegiatan normal. Ingat, hakekat sekolah adalah tatap muka.
Dibaca : 1.324 kali
Sudah diungkap berkali-kali dalam artikel saya , bahwa hakikat belajar khususnya bagi siswa/mahasisa di Indonesia adalah tatap muka. Terlebih telah terbukti, bahkan sebelum pandemi corona datang, hasil pendidikan baik secara nilai akademis jauh dari harapan. Juga dari sisi perilaku siswa (non akademis) . Karenanya begitu pandemi Covid-19 menyapa Indonesia, dan memaksa pemerintah membuat siswa dan mahasiswa melakukan pembelajaran jarak jauh( PJJ), benar-benar semakin memiriskan dunia pendidikan kita. Ini sudah berlangsung selama 9 bulan.
Belajar tatap muka saja belum berhasil, kini siswa dan mahasiswa Indonesia harus melakukan PJJ. Jelas sesuatu yang semakin jauh panggang dari api.
Sejatinya PJJ menjadi pilihan paling bijak, meski sudah terbukti proses dan perjalanannya tidak mulus, dilingkupi berbagai kendala. Namun pilihan PJJ memang menjadi alternatif satu-satunya seperti pembelajaran di berbagai negara lain di dunia. Tujuannya demi mencegah penularan virus Covid-19 di lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi.
Sembilan bulan telah berlalu, kini PJJ di Indonesia akan memasuki bulan-bulan berikutnya, sebab corona tak kunjung reda. Meski ada wacana Kemendikbud memberikan izin bagi sekolah membuka pembelajaran tatap muka pada Januari 2021, ini langsung mencuat menjadi kontroversi. Banyak orang tua siswa di berbagai daerah Indonesia masih tetap keberatan bila sekolah mulai dibuka dan belajar dengan tatap muka.
Saya sendiri merasakan dan melihat sejak diberlakukan PJJ, para siswa/mahasiswa di Indonesia seperti sedang libur panjang. Tidak nampak gairah bahwa mereka sejatinya sedang tak libur sekolah, namun tetap belajar dengan PJJ.
Melihat aktivitas anak saya yang masih duduk di bangku sekolah, juga aktivitas anak tetangga, pun di wilayah lain, benar adanya bahwa belajar PJJ tak membikin siswa bergairah dan merasa belajar. Karena esensi belajar bagi mereka, paradigmanya masih tatap muka, berada di lingkungan sekolah.
Lebih dari itu sejak belajar PJJ banyak siswa malah putus sekolah, karena tak dapat mengikuti ritme PJJ. Ada yang malah membatu orang tua bekerja, dll.
Mendikbud Nadiem Makarim pun mengungkapkan dalam Rakornas Pembukaan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan KPAI secara daring, Senin, 30/11/. "Memang banyak sekali dampak negatif PJJ ini, bukan hanya kita, tapi negara lain juga. Semakin lama PJJ, dampaknya anak bisa putus sekolah, karena terpaksa membantu keuangan keluarga."
Lebih memprihatinkan, PJJ juga menghambat tumbuh kembang anak, baik dari segi kognitif maupun, perkembangan karakter, dan perkembangan psikososial. Juga terjadinya kekerasan-kekerasan dalam rumah tangga. Istilahnya, PJJ benar-benar menghambat perkembangan akademis dan nonakademis anak. Terutama, anak-anak menjadi lepas dalam pendidikan karakter yang melahirkan mental santun dan berbudi pekerti luhur.
Karena sebab dan dampak-dampak itulah, langkah pemerintah melakukan evaluasi terhadap PJJ di satuan pendidikan dengan mendengarkan masukan dari berbagai pihak, memang menjadi vital.
Bila pada akhirnya lahir Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri pada masa pandemi dengan memberikan izin belajar tatap muka mulai Januari 2021, ini kebijakan yang benar dan ditunggu masyarakat. Empat kementerian tersebut adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama
Dalam SKB itu juga sudah terpublikasi ada Panduan Penyelenggaran Pembelajaran Tatap Muka. Ini sudah disosialisasikan dari jauh hari agar pemerintah daerah bersiap dan seluruh pemangku kepentingan mendukung dalam fase sekolah tatap muka ini.
Namun, meski sesuai SKB empat kementerian, kebijakan belajar tatap muka bukan berarti tanpa syarat yang ketat. Pemberian izin belajar tatap muka wajib ada surat rekomendasi dari pemerintah daerah (Pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama, komite sekolah, dan orangtua. Selain itu, sekolah yang akan membuka tatap muka dan sudah mengantongi izin, tidak harus dibuka secara serentak se-kabupaten/kota, tapi bisa bertahap di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa. Semuanya tergantung pada keputusan pemerintah daerah tersebut.
Syarat utama yang juga wajib dipenuhi adalah, pihak sekolah wajib memenuhi daftar periksa penerapan protokol kesehatan, termasuk persetujuan komite sekolah dan perwakilan orangtua. Dalam hal ini, orang tua memiliki hak penuh, apakah anaknya bisa belajar tatap muka atau tidak di sekolah. Apabila tidak diizinkan, maka tidak bisa dilakukan dan pembelajaran tetap PJJ.
Tatap muka seperti sepak bola di ruang terbuka
Terlepas dari itu semua, bila mencontoh pada kegiatan olah raga seperti sepak bola, sekolah tatap muka dapat dilakukan di ruang terbuka. Tentu dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan. Dalam sepak bola kini sudah normal dilakukan pelatihannya oleh sekolah/akademi/diklat sepak bola.
Bila sekolah tatap muka dilakukan di ruang terbuka, yakin tingkat keamanan dari ancaman Covid-19 dapat terkendali. Terlebih, khususnya di Indonesia, tidak ada klaster corona dari sepak bola yang bahkan sudah bergulir normal dan tatap muka.
Tinggal sekolah-sekolah dapat mengatur teknis pembelajarannya di ruang terbuka. Ini bisa dilakukan di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Harus dicoba, sebab hakikat belajar bagi siswa di Indonesia adalah tatap muka.
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
Rabu, 20 Januari 2021 12:31 WIB

Bila Banjir, Jangan Salahkan Hujan dan Sungai
Dibaca : 1.159 kali
Rabu, 20 Januari 2021 06:37 WIB

Investasi bukan Kunci Pemulihan Ekonomi, Vaksinasi bukan Kunci Penyelesaian Pandemi
Dibaca : 953 kali
Rabu, 20 Januari 2021 18:57 WIB

Dinilai Bermain Aman, Keberpihakan Puan Maharani kepada Hak-hak Perempuan Dipertanyakan
Dibaca : 1.007 kali
Selasa, 19 Januari 2021 11:44 WIB

Blokir Akun Twitter Trump: Antara Kebebasan dan Kepentingan Publik
Dibaca : 1.193 kali
Senin, 18 Januari 2021 19:55 WIB

Kaum Milenial Ramai-ramai Investasi Saham; Sayang Banyak yang Ceroboh
Dibaca : 959 kali
Minggu, 17 Januari 2021 12:57 WIB

Whatsapp dan Hasrat Monopoli Mark Zuckerberg
Dibaca : 1.100 kali
Jumat, 15 Januari 2021 19:09 WIB

Program Vaksinasi Dimulai, Ini Catatan Penting untuk Masyarakat
Dibaca : 1.278 kali
Jumat, 15 Januari 2021 05:53 WIB

Raffi Nongkrong Usai Divaksin; Influencer pun Tetap Perlu Diedukasi Vaksin
Dibaca : 1.502 kali
Kamis, 14 Januari 2021 06:34 WIB

Jejak Trumpisme dalam Demokrasi Amerika
Dibaca : 1.355 kali
3 hari lalu

Ketua Satgas Covid-19 Umumkan Positif: Nah, Begitu Bagus!
Dibaca : 1.114 kali
4 hari lalu

8 Aplikasi yang Tepat untuk Kalian yang Hobi Menulis, Asah Bakatmu Mulai Dari Sekarang!
Dibaca : 795 kali
2 hari lalu

Data Wabah, Akurasi Lemah Pengambilan Keputusan Bisa Salah
Dibaca : 766 kali
3 hari lalu

Berkat Pertamina, UMKM Naik Kelas dan Menjadi Berkah untuk Warga Sekitarnya
Dibaca : 743 kali
Kamis, 21 Januari 2021 13:30 WIB
