x

demagog

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 6 Desember 2020 16:06 WIB

Mungkin di Sekeliling Kita Kini Penuh Demagog?

Semoga saya salah, yang sebenarnya kini terjadi di NKRI, bukan sedang dipenuhi provokator dan demagog, tapi NKRI sedang dipenuhi oleh orang-orang yang belajar menjadi motivator, teladan, panutan, namun cara dan kemampuannya baru sampai tahap provokator dan demagog, sehingga juga dipahami negatif oleh rakyat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Sekarang ini, masyarakat khususnya netizen di Republik Indonesia menjadi sangat lazim melihat dan membaca berita, opini, cuitan, foto, gambar, hingga video baik yang terpublikasi di media massa (medmas) atau media sosial (medsos) yang kontennya lebih memperkeruh suasana, memanas-manasi, memancing kisruh, hingga memecah belah.

Mirisnya, bila konten itu diluncurkan oleh pihak yang tak pro penguasa, maka saya menangkap kesan dari berbagai kejadian, akan langsung dipersoalkan, dilaporkan, dipolisikan. Namun, bila konten itu berasal dari pembela rezim penguasa, akan aman-aman saja. Meski dilaporkan pun akan "ngaret".

Lebih memprihatinkan, kini benar-benar bermunculan media online yang beritanya juga cenderung memanas-manasi situasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengapa semua yang cenderung memanasi dan mengompori, seolah malah dipelihara, masih diberikan ruang dan bebas bercuitan? Lalu, akan muncul komentar dari netizen yang senafas. Inikah program influencer dan buzzer itu? Yang justru dibayari dari uang rakyat demi membentengi pihak yang berkepentingan?

Menyedihkan, para pemimpin yang kini duduk di kursi parlemen dan pemerintahan, malah asyik-masyuk dengan dunia dan kepentingannya. Tak menjadi panutan dan teladan.

Sehingga Republik ini kini kian miskin motivator, sebaliknya dipenuhi oleh provokator dan demagog yang bisa jadi bagian dari infulencer dan buzzer berbayar dari uang rakyat dan bisa jadi atas kepentingan sendiri demi mendapat rupiah dari viewers dan pengikutnya.

Sungguh tak ada hati nurani, mengais rezeki dengan menjual harga diri demi rupiah, membombardir perasaan rakyat sekehendak hati karena ada rasa aman dan ada yang melindungi.

Sadarkah rakyat bahwa para provokator dan demagog bayaran ini justru sudah menjadi bagian dari skenario dan drama dari sebuah kepentingan besar di nusantara ini?

Rakyat wajib semakin memahami tentang apa dan siapa provokator dan demagog yang kini semakin merajalela bak pandemi corona di Indonesia, namun semakin miskin jiwa-jiwa motovator yang menjadi panutan dan teladan.

Provokator dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan, tindakan menghasut dan pancingan. Artinya, provokator adalah pembangkit kemarahan, penghasut, dan pemancing. Karenanya, provokator identik dan berkonotasi dengan hal-hal yang negatif dan melawan atau melanggar hukum.

Sementara itu, motivator adalah orang yang memberikan dorongan atau penggerak untuk memotivasi orang lain melakukan sesuatu hal. Sejatinya, makna motivator dan provokator hampir sama pengertiannya, akan tetapi motivator lebih identik dengan hal yang berbau positif, tidak melawan atau melanggar hukum.

Khusus untuk kata provokator dalam kehidupan sehari-hari, kata provokasi ini cenderung bermakna negatif yaitu memanasi situasi supaya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Padahal arti provokasi ini memiliki dua sisi makna, yaitu negatif atau positif yang tergantung pada penempatannya.

Bagamana dengan demagog? Dalam KBBI menjelaskan demagog sebagai penggerak (pemimpin) rakyat yang pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat untuk memperoleh kekuasaan.

Kata demagog yang merupakan istilah politik ini, berasal dari dari bahasa Yunani “demos” yang bermakna rakyat dan “agogos” yang bermakna pimpinan dalam arti negatif. Maksudnya, pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan pribadinya.

Istilah demagog ini sangat kental dengan dunia politik di seluruh negara dunia, tak terkecuali Indonesia. Pasalnya, politikus selalu cenderung demagog.

Bahkan, seorang demagog akan mampu meyakinkan kepada rakyat atau pengikutnya bahwa ia berpikir dan merasakan seperti mereka bersama dalam suka duka derita, dengan akal tipu muslihatnya.

Banyak yang telah menulis dan menyebut bahwa demagog adalah agitator-penipu, seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kepentingan dan kekuasaan untuk dirinya, dinastinya, dan kekuarga oligarkinya.

Maka, tak heran bila demagog biasa menipu rakyat dengan janji-janji manis agar dipilih tapi kalau sudah terpilih tak peduli lagi pada rakyat; bahkan dengan kedudukan politiknya sering mengatas namakan rakyat untuk mengeruk keuntungan.

Siapa yang demagog? Si demagog sangat mudah dikenali. Demagog sangat mudah dikenali karena mekanismenya yang khas. Demagog juga sangat efektif menggalang dukungan politik dari khalayak karena demagogi selalu mencari kambing hitam atas segala masalah, sehingga kebencian terhadap suatu kelompok tertentu ditumbuhkan, dipelihara bahkan diperdahsyat identitasnya.

Apa yang diluncurkan demagogi dengan argumennya, ampuh menjadi senjata dalam menyerang pribadi orang dengan argumen yang penuh kebencian. Demagogi juga sangat lihai membuat skematisasi dengan menyederhanakan gagasan atau pemikiran agar bisa memiliki efektivitas sosial sehingga menjadi sebuah opini dan keyakinan yang bombastis.

Pada akhirnya, demagogi-demagogi inilah yang kemudian memunculkan wacana dan cuitan kebencian terhadap pihak-pihak yang menjadi lawan politiknya.

Bila selama ini masyarakat rindu hadirnya pemimpin yang dapat jadi panutan, teladan sekaligus motivator di tengah zaman susah, pandemi corona, dan rakyat terus diterpa penderitaan tak berujung di Republik ini, namun sebaliknya negeri ini begitu meliarkan para provokator beraksi di medmas dan medsos, membiarkan medmas jadi bagian provokator.

Dan, sekarang rakyat memahami, bahwa di atas provokator masih ada demagog yang lebih kejam. Siapa para demagog itu, yang lebih sepak terjangnya terasa lebih kejam dari sekadar provokator?

Semoga saya salah, yang sebenarnya kini terjadi di NKRI, bukan sedang dipenuhi provokator dan demagog, tapi NKRI sedang dipenuhi oleh orang-orang yang belajar menjadi motivator, teladan, panutan, namun cara dan kemampuannya baru sampai tahap provokator dan demagog, sehingga juga dipahami negatif oleh rakyat.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler