x

Megawati

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 26 Februari 2021 17:28 WIB

Gagasan Politik Hijau PDIP: Sekedar Seremoni atau Ideologis? (oleh Abdul Kodir)

Sebagaimana merah, hijau pun menjadi warna yang memiliki nilai ideologis. Hijau bukan hanya sebagai bentuk representasi kelestarian alam. Taoi juga menjadi agenda politik progresif melawan kebrutalan sistem kapitalisme global penyebab utama degradasi lingkungan dan krisis iklim. Sejauh ini, gagasan politik hijau dari PDI-P masih terbatas seremonial. Kenapa demikian?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Abdul KodirStaff Pengajar di Jurusan Sosiologi dan Tim Peneliti di Pusat Studi Bencana, Mitigasi, dan Lingkungan – Universitas Negeri Malang

Sebagai partai terbesar di Indonesia, langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menginstruksikan politik hijau untuk seluruh kadernya patut diapresiasi mengingat bahwa bencana lingkungan yang hadir silih berganti dihadapi oleh negara kita.

Megawati Soekarnoputri, selaku Ketua Umum PDI-P, telah menginstruksikan kepada seluruh kadernya untuk melaksanakan agenda politik hijau. Dalam diskusi virtual yang bertajuk Politik Hijau, ia secara tegas menyatakan bahwa agenda ini sebagai wujud konsistensi program Semesta berencana yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam. Secara lebih kongkrit, ia juga mencanangkan seluruh kader PDIP-P untuk melaksanakan Program Gerakan Penghijauan dan Bersih-bersih Daerah Aliran Sungai (DAS). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Instruksi yang dicanangkan oleh Ketua Umum PDI-P bisa dikatakan bukan hanya sekadar himbauan normatif, namun secara kongkrit diimplementasikan oleh seluruh kader PDI-P di Indonesia. Nampak dalam pemberitaan di media, beberapa pengurus DPP PDI-P beserta para anggota DPRD DKI Jakarta melakukan kegiatan ‘Cinta Ciliwung Bersih’ yang selanjutnya akan dilanjutkan di Waduk Cincin, Jakarta Utara. Tidak hanya di pusat, namun seluruh kader mereka di berbagai wilayah di Indonesia.

Kita harus mengakui bahwa bisa dikatakan tawaran gagasan politik hijau PDIP-P adalah wujud kongkrit menjaga kelestarian alam dan menjadi partai pelopor dalam agenda ini. Sampai saat ini belum ada partai politik lainnya yang memiliki agenda riil dalam menjaga keberlanjutan bumi.

Akan tetapi, perlu kita merefleksikan kembali dan meninjau secara kritis untuk menguji tesis politik hijau dari PDI-P. Setidaknya ada dua hal yang bisa ditelusuri. Pertama, apakah program penghijauan yang diinstruksikan oleh PDI-P sebagai langkah progresif dari gagasan politik hijau?. Kedua, sebagai partai terbesar dan partai pemenang apakah hanya cukup melaksakan agenda seremonial tersebut dengan instruksi ketum?

Memahami gagasan Politik Hijau

Sebagaimana merah, hijau pun menjadi warna yang memiliki nilai ideologis. Hijau bukan hanya sebagai bentuk representasi dari kelestarian alam. Lebih dari itu, warna hijau dalam politik hijau juga menjadi agenda politik progresif melawan kebrutalan sistem kapitalisme global yang menjadi penyebab utama degradasi lingkungan dan krisis iklim.

Politik hijau dapat dimaknai sebagai ideologi politik yang mendorong masyarakat yang berkelanjutan dan secara ekologis yang berakar pada pemahaman lingkungan hidup, non-kekerasan, keadilan sosail, dan demokrasi akar rumput (Wall, 2010). Sebagai sebuah Ideologi, munculnya gagasan politik hijau juga tidak dilepaskan dari ideologi ‘New Left’ dan Gerakan Sosial yang muncul di akhir tahuan 1960an hingga 1970an. Hal ini berarti bahwa upaya perjuangan keberlanjutan lingkungan membutuhkan agenda politik yang radikal salah satunya melalui partai politik.

Secara historis, partai politik hijau pertama kali di dunia muncul di Australia. Partai Hijau ini didirikan pada bulan Maret 1972 yang melakukan kampanye melawan deforestisasi dan pembangunan DAM yang mengancam keberadaan Danau Padder  Pada awalnya, partai ini hanya mendulang suara sebanyak 3 persen dalam pemilihan. Namun, partai ini menjadi inspirasi kemunculan partai hijau di tingkat global seperti di New Zealand, Britania Raya, dan di Jerman.

Saat ini, setidaknya terdapat 26 jumlah partai hijau di beberapa negara. Bisa dikatakan, agenda politik dari masing-masing Partai Hijau di setiap negara berbeda karena tantangan dan persoalan terkait lingkungan pun yang mereka hadapi berbeda. Akan tetapi, pada tingkat global, mereka beraliansi dan mendorong agenda-agenda perubahan lingkungan seperti yang sama seperti mendeklarsikan menentang percobaan Nuklir Prancis di wilayah Pasifik Selatan dan mendorong negara maju menekan laju peningkatan pemanasan global.

Menjadi mahfum jika saat ini masyarakat Indonesia tidak memiliki perhatian khusus pada isu-isu lingkungan karena memang tidak ada agenda politik hijau yang terlembaga dan mengakar hingga ke akar rumput. Saya meyakini bahwa tidak semua partai politik di Indonesia yang ada di parlemen memiliki agenda politik hijau secara radikal memperjuangkan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan. Jikalapun ada, seperti yang dilakukan PDI-P saat ini masih dikatakan jauh dari semangat ideologi politik hijau sendiri yang melakukan perubahan yang radikal melalui kebijakan politik.

Mendorong Agenda Politik Hijau yang Progresif

Sebagai partai pemenang Pemilihan Umum Presiden dua kali secara berturut-turut dengan menguasai mayoritas jajaran kabinet, memiliki 128 kursi parlemen di DPR-RI, dan memiliki kader sebagai kepala daerah yang tersebar di Indonesia, seharusnya agenda politik yang dilakukan oleh PDI-P bisa jauh lebih radikal dari apa yang sudah dilakukan saat ini. Mengingat partai ini juga memiliki jutaan kader maupun simpatisan yang mengakar.

Seharusnya instruksi yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai tidak hanya terbatas pada agenda pelestarian yang sifatnya seremonial, akan tetapi mendorong seluruh jajaran kadernya baik yang ada di lembaga eksekutif maupun legislatif untuk melakukan terobosan kebijakan yang progresif untuk penyelamantan lingkungan. Pada level eksekutif, seharusnya PDI-P mendorong kader mereka menyusun kebijakan yang lebih berpihak atas keadilan lingkungan (environmental justice) dengan melakukan moratorium terhadap ijin perkebunan sawit, pertambangan, dan HPH (Hak Penguasaan Hutan) yang terbukti secara ilmiah maupun faktual menjadi penyebab deforestisasi yang menjadi pemicu degradasi lingkungan.

Tidak hanya itu, dengan sumber daya kekuatan politik di parlemen, PDI-P seharusnya menginstruksikan kepada kadernya yang menduduki kursi sebagai anggota legislatif untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat sebagai upaya melindungi dan memberikan otoritas kepada masyarakat adat untuk menjaga kawasan adat mereka.

Selain itu, seharusnya PDI-P mendorong seluruh kadernya yang menjadi anggota dewan membatalkan UU Cipta Kerja, bukan sebaliknya, karena dari hasil kajian dari akademisi, pakar hukum, pemerhati lingkungan melihat beberapa persoalan yang muncul dari UU tersebut diantarannya, pertama, penghapusan batas minimal 30% kawasan yang berpotensi mengubah kawasan hutan. Kedua, penghapusan Komisi Penilai AMDAL yang diganti oleh tim uji kelayakan. Hal ini secara langsung mengebiri partisipasi publik dalam menguji dokumen AMDAL. Dan yang ketiga, ialah pelemahan penegakan hukum melalui penghapusan beberapa redaksional dalam beberapa pasal (Mongabay.com, 2020).

Penjelasan ini, sudah cukup menguji bahwa sebenanrnya gagasan politik hijau dari PDI-P masih jauh dari cita-cita politik hijau itu sendiri. Sejauh ini, langkah politik gagasan politik hijau dari PDI-P masih terbatas seremonial. Meskipun demikian, agenda riil yang mereka lakukan untuk perbaikan bumi tidak akan pernah menjadi sia-sia.

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB