Dewasa ini bangsa Indonesia senantiasa dihadapkan pada permasalahan yang cukup memperihatinkan seputar dekadensi moral. Dan masih hangat terdengar adalah korupsi Bantuan Sosial, karena dana yang semestinya dapat digunakan untuk kepentingan publik dikorupsi untuk kepentingan pribadi. Hal ini sudah pasti berkaitan dengan moral. Dan yang lebih memprihatinkan adalah para pelaku bukannya tidak berpendidikan, bahkan rata-rata berijazah Strata-1 atau bahkan Strata-2. Jadi, dari kasus diatas, apakah tingkat pendidikan seseorang tidak berpengaruh sama sekali dengan perilaku dan budi pekertinya?
Ketika sebuah jabatan dan kepercayaan masyarakat diperoleh dengan cara yang tidak benar, maka yang terjadi adalah penyimpangan. Oleh karena itu, harus ada solusi yang tepat dalam menuntaskan masalah tersebut. Tidak ada istilah putus asa dalam menegakkan kebenaran untuk hal yang tidak benar. Tidak henti-hentinya untuk menyemaikan nilai kejujuran pada setiap aktifitas sejauh kemampuan diri kita dalam mengamalkannya. Pada masa yang akan datang, generasi muda saat ini akan menjadi penerus perjuangan para program yang dapat direalisasikan, banyak kegiatan pula yang dapat dilakukan sebagai upaya penanaman kejujuran, khususnya bagi para di jenjang pendidikan dasar.
Dalam hal ini sekolah merupakan lembaga pendidikan yang ikut bertanggungjawab dalam upaya membentuk pribadi baik. Terutama di tingkat sekolah dasar (SD) perilaku-perilaku positif perlu dibentuk sejak awal sebagai pondasi dalam membangun jiwa antikorupsi pada peserta didik. Korupsi adalah persoalan nilai, dalam hal ini korupsi memiliki nilai yang buruk, karena didalamnya mengandung keburukan, ketidakjujuran, tidak bermoral dan penyimpangan.
Gagasan pendidikan anti korupsi menjadi senjata andalan dalam menyemaikan nilai antikorupsi pada diri siswa. Melalui kesempatan inilah, penulis mencoba memberikan penekanan lebih jauh mengenai pentingnya penanaman nilai antikorupsi di sekolah serta apa saja model yang tepat dalam upaya menanamkan nilai antikorupsi.
Pendidikan anti korupsi bukanlah seperangkat aturan perilaku yang dibuat oleh seseorang dan harus diikuti oleh orang lain. Sebagaimana halnya dengan kejahatan lainnya, korupsi juga merupakan sebuah pilihan yang bisa dilakukan atau dihindari. Karena itu pendidikan pada dasarnya adalah mengkondisikan agar perilaku siswa sesuai dengan tuntutan masyarakat. Agar perilaku tersebut dapat menjadi karakter siswa, maka beberapa langkah bisa dilakukan dalam pendidikan antikorupsi, diantaranya adalah, Pertama, Melatih siswa untuk menentukan pilihan perilakunya. Untuk itu siswa harus diberi tahu tentang hak, kewajiban dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya.
Kedua, Memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan pemahaman yang luas dengan menciptakan situasi yang fleksibel dimana siswa bisa berkerjasama, berbagi, dan memperoleh bimbingan yang diperlukan dari guru. Karena itu kegiatan dalam menganalisis kasus, diskusi, bermain peran atau wawancara siswa merupakan situasi yang akan mengembangkan karakter antikorupsi pada diri siswa
Ketiga, membantu siswa menemukan sumber informasi, seperti bagaimana dan dengan cara apa informasi bisa dikumpulkan, seberapa penting informasi yang didapat. Siswa diminta untuk menganalisis posisi yang diambilnya, menyatakan pilihanya dan mengapa posisi lain tidak diambil. Dengan melatih siswa menggunakan teknik berpikir kritis pertanyaan tersebut akan dapat dijawabnya.
Terakhir yaitu melibatkan siswa dalam berbagai aktifitas sosial disekolah dan di lingkungannya. Ini ditujukan untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan respek pada orang lain dalam rangka melatih mereka untuk berbagi tanggung jawab sosial dimana mereka tinggal. Bukan berarti karakter lain tidak penting tetapi dengan mengemukakan rasa tanggung jawab dan respek pada orang lain akan mengurangi rasa egoisme dan mementingkan diri sendiri yang pada umumnya banyak dimiliki para koruptor.
Apriadi, Pengajar di SMAN 1 Simpang Hilir
Ikuti tulisan menarik apriadi apri lainnya di sini.