x

top5-blogspot.com\xd

Iklan

Nurfaatih Arsyad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Maret 2021

Rabu, 24 Maret 2021 08:09 WIB

Gundahku

“jumpai Allah dan sampaikan semua pada-Nya”

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dilema, itulah kata yang cocok tuk mendeskripsikan apa yang sedang terjadi. Hatiku digundahkan oleh dua pilihan sulit. Apakah gaun pengantin layak permaisuri ataukah baju toga dengan stempel sarjana, entah.

Aku adalah mahasiswi semester 4 jurusan sastra Indonesia, masih dua tahun lagi menuju wisuda. Aku sangat bahagia menjadi mahasiwi di universitas ini, universitas yang katanya susah dimasuki oleh orang biasa. Tempat ini khusus bagi mereka yang punya kesungguhan dan cita-cita maka tak heran banyak yang menjadi sukses setelah menempuh pendidikan di sini. Tak sama dengan universitas pada umunya status pelajar disini semuanya lajang karena ada aturan berbunyi  larangan menikah. Nikah itu boleh dalam agama bahkan disyariatkan tapi selama kita berstatus pelajar maka yang diprioritaskan adalah belajar, dan aku setuju.

Hari-hari kunikmati dengan kesyukuran, memandang birunya langit lewat tirai kelas, hembusan udara sepoi mebangkitkan jiwa, kicauan burung menghiasi bilik-bilik ruangan, bertemu dengan teman-teman  juga para dosen yang jeniusnya luar biasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akhir pekan tak kalah menyenangkan, hari ini diriku asyik memainkan gadget habiskan waktu, membolak balikan layar berharap ada yang mengirim pesan. Tiba-tiba kakak perempuanku menelpon memberitahukan berita duka, saudari ayahku telah meninggal dunia pada dini hari karena penyakit kronis yang diderita, dia tak mampu lagi bertahan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit tempat dia berobat. Seketika butiran air mataku membasasi pipi.

Segera kudatangi rumah bibi yang tak jauh dari rumahku. Banyak kerabat yang telah datang. Aku mendengar isak tangis dari tempatku berdiri. Kumelihat di sudut kamar yang ternyata ada Andre sedang menangis, Andre adalah anak semata wayang bibi, sungguh pilunya dia  ditinggalkan ibu yang amat dicintai. Kuposisikan bagaimana jika dia adalah aku mungkin rasa kehilangan lebih besar dari yang dia rasakan. Kuhampiri dia berharap kehadiranku meredakan kesedihannya. Hanya itu cara yang bisa kulakukan tuk menghiburnya., tenanglah kamu.

Dikampus.

“Menulis adalah tradisi sarjana ulama terdahulu, oleh karena itu kalian akan diberi tugas menulis. Buatlah sebuah karya tulis yang mengesankan, temanya bebas terserah dari rekan sekalian, terakhir pengumpulan minggu depan, kirimkan tugas  via email!,”  luapan semangat Pak Mahmud yang tak lain dosen Bahasa Indonesia kami.

"Baik Pak, siap laksanalan,” jawab para mahasiswa rajin. “Hm tugas lagi,” desahku yang berat menerima.

Kronologi sekolah, inilah ide hasil pemikiran otak kecilku selama berjam-jam. Agak ribet juga karena untuk mengumpulkan data aku harus melakukan wawancara, syukurnya  ada seorang yang kukenal, dia adalah sepupuku Andre. Dia bekerja sebagai staf di sekolah yang ingin kuwawancarai. Semoga dia membantuku dan itu harus, aku menghubunginya  segera dan membuat janji pertemuan.

Aku tak mau membuang waktu, karena tugas setinggi gunung sedang menunggu agar cepat diselesaikan, beginilah derita anak kuliahan yang tak lepas dengan tumpukan tugas, sabar dan nikmati.

Selepas kuliah aku menuju ke sekolah SMP Negri 1, sekolah yang kuharap bisa menyelesaikan tugas dari Pak Mahmud. Dengan mengendarai motor scoopy coklatku akhirnya aku tiba di lokasi. “Assalamu’alaikum,” aku memberi salam di depan kantor sekretariat.

“Wa’alaikumussalam lama menunggu ya, ayo masuk,” jawabnya setelah aku berdiri dua menit lamanya.

Pertanyaan demi pertanyaan kulontarkan, suasana sangat membosankan. Karena tak ingin begini terus  mulailah aku dengan sedikit candaan untuk menghidupkan suasana. Dan begitulah aku tak suka susana garing.

Akhirnya semua data dapat kukumpulkan, bahagia rasanya akhirnya satu tugas terselesaikan. Aku pamit kepada Andre ingin pulang, “Hey,” panggilnya, aku yang ingin beranjak pergi seketika menoleh.

“Ada apa?” jawabku.

“Bisa bicara?” tanyanya. Akupun mengangangguk dan kembali duduk di tempat tadi, “Terima kasih” ucapnya dengan tersenyum.

Aku pikir ada hal penting yang ingin diucapkan, ternyata hanya itu. “Oh iya, sama-sama.” balasku bingung. Tapi terima kasih untuk apa? seharusnyakan aku yang berterima kasih bukan. Tapi sudahlah, Aku pamit dan bergegas pulang. Sejak saat itu tak ada lagi komunikasi diantara kita.

Hari-hari berlalu begitu cepat, tak terasa telah memasuki tahun yang baru. Ibu terkasihku kini akan pulang ke rumah. Ibu adalah seorang bidan yang ditugaskan bekerja di Pulau Panambungan, 6 bulan berpisah dengannya membuatku tak sabar memeluknya. Aku yang lagi duduk di teras rumah melihat ke ujung pagar, mobil sedan merah itu berhenti tepat depan rumah, aku sudah menduga itu adalah ibu. Akupun berlari ke arahnya “ibuuuu, bagaimana kabarmu? Aku kangen ibu” sambutku girang, “ibu baik-baik saja, ini ada hadiah untukmu” segera kubuka ternyata ibu membelikanku gadget baru, “Alhamdulillah terima kasih ibu” jawabku dengan memeluk erat tubuhnya, senang.

Keesokan harinya, aku mulai meresmikan gadget baru yang dibelikan ibu. Ketika asyik memotret ibu yang sedang memasak, ada notif pesan masuk. Assalamu’alaikum, ini Andre, save nomorku ya ternyata pesan dari sepupu Andre, dia tau nomor aku dari mana? Yang tau nomor baruku hanya ibu seorang. Aku bertanya ke ibu dan ternyata ibulah pelakunya. Sejak saat itu aku dan Andre mulai akrab.

Ketukan pintu terdengar, kubuka pintu kamar dan kupersilahkan ibu masuk, ibu duduk disampingku lalu berkata “nak, ibu mau membicarakan sesuatu” dilihat dari ekspresi wajah ibu tampaknya serius “sebenarnya nak Andre ingin melamar kamu, dia ingin menjadikan kamu sebagai pendamping hidupnya,  ingat ketika kamu datang ke acara pemakaman bibi, dia mulai tertarik padamu sejak saat itu. Nak Andre orangnya baik, sopan, ramah, dan ibu setuju saja kalau punya mantu seperti dia, kamu sudah dewasa, pilihan ditangan kamu jadi ibu tak ingin memaksa kehendak, tapi ibu berharap kamu memberikan jawaban positif”  ibu mengelus-elus kepalaku dan mengecup keningku. TIDAK, tak percaya dengan apa yang kudengar, kenapa disaat seperti ini ada yang ingin mempersuntingku, bukan tak mau tapi belum saatnya, aku memikiran kuliah yang belum selesai, bagaimana aku bisa berhenti di tengah jalan seperti ini, tapi aku juga tak mau buat ibu kecewa karena aku menolak. “aku sayang ibu, boleh beri aku waktu tuk memikirkannya?” jawabku lemas menjatuhkan kepala di pangkuan ibu, frustasi.

Aku menceritakan hal ini kepada sahabatku, dia kaget dan tak percaya karena kita sudah saling janji untuk lulus dan melempar topi bersama, tentu dia menahan diriku tak ingin aku putus kuliah dan berpisah dengannya, tapi dengan dewasa dia berkata “jumpai Allah dan sampaikan semua pada-Nya”, aku memeluknya.

Mulaillah kuhiasi tiap sepertiga malam dengan berdo’a, bermunajat kepadaNya  mengadahkan kedua tangan ke atas langit, memohon kepada sang pemilik hati, “ ya Rabb tunjukanlah arah jiwa ini kemanakah harus dipijakkan, berilah aku ketenangan dalam menghadapi, berilah aku jalan yang nanti tak kusesali, ini adalah pilihan teramat sulit bagiku sungguh, Engkaulah yang maha Tahu ya Rabb, kepada-Mu aku memohon.”

Beberapa hari kemudian terlihatlah sebuah jawaban bijak, semoga inilah yang terbaik.

Kini aku terlepas dari dua pilihan sulit.

Pernikahan adalah sebuah ritual sakral yang menyatukan dua insan dalam ikatan sah. Pernikahan itu sendiri telah menjadi tradisi sejak bumi diciptakan. Dia merupakan salah satu tujuan kenapa kita hidup, tapi pernikahan tidak diwujudkan dengan hawa nafsu semata melainkan harus didasari ilmu dan pengetahuan cukup akannya. agar pernikahan berbuah harmonis tanpa perseturuan di dalamnya.

Ikuti tulisan menarik Nurfaatih Arsyad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

20 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

20 jam lalu