x

Ilustrasi Perundingan

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 25 Juni 2021 22:22 WIB

Benarkah Lembaga Survei Tak Punya Agenda Politik?

Sungguhkah lembaga survei benar-benar independen dan non-partisan dari kepentingan dan agenda politik pihak-pihak yang menjadi kliennya? Mestikah kita memercayai sepenuhnya setiap hasil survei politik?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Benarkah lembaga survei politik betul-betul independen, non-partisan, atau tidak memiliki kepentingan politik yang bertautan dengan kepentingan partai politik, tokoh, atau organisasi tertentu? Pertanyaan ini kembali mengemuka setelah jagat politik diramaikan oleh wacana dan rencana yang dilontarkan M Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, untuk mendorong dilakukan amendemen UUD agar Presiden Jokowi dapat maju kembali ke gelanggang pilpres 2024 bersama Menhan Prabowo Subianto. (https://nasional.tempo.co/read/1474383/dukung-jokowi-prabowo-di-pilpres-2024-qodari-dorong-amandemen-konstitusi)

Siapapun memang berhak menggaungkan wacana di ruang publik mengenai isu politik, termasuk lembaga survei. Namun, manakala wacana itu cenderung mengusung dan menggaungkan kepentingan kelompok atau individu tertentu, maka klaim bahwa lembaga survei itu independen dan non-partisan dengan sendirinya runtuh. Lain hal bila wacana itu terkait dengan upaya memajukan demokrasi yang sehat demi kemaslahatan kehidupan bangsa, artinya demi kepentingan rakyat banyak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Langkah mendorong amendemen konstitusi itu sudah tergolong politik praktis, dan bukan mustahil ini merupakan bagian dari agenda politik yang lebih besar, sebagaimana terlihat dari pembentukan Sekretariat Nasional Komunitas Jokowi-Prabowo, yang berarti akan ada yang namanya sekretariat daerah. Artinya, ini bukan pekerjaan kecil. Dengan adanya agenda politik ini, lembaga survei sudah melangkah lebih jauh dari sekedar organisasi yang mengadakan survei isu-isu politik, menjadi konsultan politik, menyusun dan melaksanakan marketing politik sebagai bagian dari strategi politik. Dengan terlibat langsung mengusung wacana politik dengan kecondongan pada kepentingan politik tertentu, lembaga survei memperjelas posisinya sebagai salah satu aktor politik dengan membawa serta agendanya.

Dalam konteks politik sekarang, survei dan marketing bukanlah hal yang terpisah dari strategi politik, melainkan bagian penting. Survei penting untuk mengetahui peta politik, misalnya tingkat popularitas dan elektabilitas seorang politisi di mata masyarakat, kecenderungan politik para pemilih terhadap partai. Marketing diperlukan layaknya produsen memasarkan produknya agar menarik perhatian konsumen, mendongkrak popularitas dan elektabilitas klien. Wajar bila di tengah masyarakat menduga ada konflik kepentingan antara posisi sebagai lembaga survei dan konsultan politik bagi kliennya, khususnya apabila hasil survei tersebut bukan hanya untuk konsumsi kliennya saja tapi juga dipublikasikan untuk masyarakat luas.

Politisi kerap menyewa konsultan politik yang memiliki lembaga survei, atau menyewa lembaga survei yang merangkap jadi konsutan politik, untuk memahami peta politik tempat ia akan terjun. Politisi yang berminat terjun ke pemilihan gubernur, walikota, dan menyewa konsultan politik untuk mengurusi survei—kapan, di mana, siapa respondennya, sekaligus menangani pemasaran politik. Untuk kepentingan internal klien, hasil survei dibutuhkan guna menopang analisis strategi dan komunikasi politik. 

Namun klien mungkin juga berkepentingan agar hasil survei diumumkan, sebab hasil survei dapat memengaruhi keputusan calon pemilih. Massa pemilih dapat terpengaruh oleh hasil survei yang mengunggulkan politisi tertentu dibandingkan politisi lain. Massa yang tidak teguh pendirian alias mengambang berpotensi lebih mudah terpengaruh oleh hasil-hasil survei, khususnya menjelang hari pemungutan suara. Karena itu, keputusan mengenai desain survei itu dianggap penting karena hasilnya—termasuk kapan hasil itu diumumkan—berpotensi memengaruhi pemilih dalam mengambil keputusan. 

Karena itulah, penentuan desain isi pertanyaan, kapan survei dilakukan, hingga waktu pengumuman hasil survei dianggap penting. Kekeliruan keputusan mengenai hal ini berpotensi mengubah persepsi calon pemilih terhadap politisi yang menyewa konsultan dan lembaga survei tersebut. Lembaga survei sangat berperan dalam menangani soal ini sebagai konsultan politisi dan partai politik. Politisi dan partai yang menjadi kliennya tidak mau rugi karena kesalahan survei, analisis, maupun konsultansi yang diberikan lembaga survei.

Agenda politik praktis tersebut menguatkan keraguan tentang sifat independensi dan non-partisan sebagian lembaga survei. Mereka bukan hanya melakukan survei untuk memetakan situasi psikologis-politis pemilih maupun warga masyarakat, tapi juga bagaimana memengaruhi persepsi masyarakat terhadap figur politik maupun isu tertentu. Karena itu, sebagai rakyat, kita pun harus bersikap kritis terhadap hasil survei maupun pernyataan yang dilontarkan oleh lembaga-lembaga survei. Dan kita layak bertanya: apakah lembaga survei merasa tidak memiliki kewajiban untuk memajukan demokrasi yang sehat bagi kepentingan rakyat banyak serta lebih mengedepankan kepentingan kliennya? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB