x

Mancini

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 8 Juli 2021 06:36 WIB

Matamorfosis Roberto Mancini, akan Bawa Italia Juara Euro 2020

Apakah Mancini akan melanjutkan torehan rekor Italia tak terkalahkan sejak babak kualifikasi hingga final Euro 2020? Bukan mustahil, bila si Anak Emas terus belajar dari kesalahan dan terus bermetamorfosis menjadi Mancini yang pedagog dan bijaksana.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Rekor 15 kali kemenangan beruntun yang telah dipecahkan, ternyata belum cukup bagi Mancini dan Italia dalam kiprahnya manggung di Euro 2021. Di babak semi final pun, Donaruma dan kawan-kawan terus melesat dan seperti yang sudah saya prediksi mampu mengandaskan impresifnya performa Spanyol.

Bukti pelatih pedagog

Kini, Mancini dan Italia telah mengantongi 16 kali kemenangan beruntun di kompetisi resmi Benua Biru, dan rasanya akan sulit dipecahkan rekornya oleh negara lain. Apalagi, sebagai pelatih pedagog, yang sangat paham atas kognisi, afektif, dan psikomotor para pemain yang dibawanya di Euro kali ini, sepertinya, Italia akan mampu meraih trofi dengan mengukir kemenangan yang ke 17.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat menyingkirkan Spanyol di semi final, dalam kondisi tim belum aman, Mancini pun begitu yakin dengan tetap merotasi pemainnya karena semua pemain bagi Mancini adalah starter. Pergantian pemain dijadikan oleh Mancini sebagai sebuah strategi, taktik, dan intrik.

Mungkin seluruh publik sepak bola dunia berpikir, Spanyol menguasai laga. Terlebih di babak pertama, Spanyol terus mengurung Italia. Tetapi, itu hanyalah strategi, sebab Mancini memiliki pasukan yang mudah menyengat. Buktinya, melalui strategi bertahan, begitu melakukan serangan balik, langsung mematikan dan bikin Italia unggul.

Sayang, sebab tak puas dengan kemenangan 1-0, membikin Italia bernafsu menambah gol yang justru bikin petaka. Saat melakukan serangan balik, pertahanan Italia terbuka dan celahnya mampu dimaksimalkan oleh Morata.

Bukan Mancini namanya bila tetap tak tegar. Dengan penuh percaya diri, saat Italia terus ditekan, dia justru terus merotasi pemain hingga mampu menahan Spanyol sampai babak tambahan waktu dengan skor tetap 1-1.

Sebetulnya Italia tidak harus menang dengan cara adu pinalti. Laga krusial tidak harus berpikir menang banyak. Cukup menang 1, konsentrasi barisan belakang dengan tetap konsisten melakukan serangan balik.

Strategi itu dalam posisi tim sudah unggul akan menjadi pekerjaan sambil menyelam minum air. Mempertahankan kemenangan dengan konsentrasi perkuat barisan belakang. Saat melakukan serangan balik, justru membuka celah mencipta gol tambahan.

Tapi nasi sudah jadi bubur. Mancini pun sepertinya menyadari hal itu. Maka, dengan kecerdasannya, dia merubah komposisi pemain sambil berharap ada keuntungan membikin gol di waktu normal atau tambahan. Pun sambil menyiapkan pemain untuk eksekusi adu pinalti yang datang dari bench pemain. Resepnya jitu, pemain yang masuk dari bench pemain pun menjadi penyumbang gol saat adu pinalti dan skenario menyingkirkan Spanyol tuntas.

Si anak emas

Sejak awal putaran Euro 2020, saya terus tertarik menyorot kiprah Roberto Mancini. Ketertarikan saya menulis jejak Mancini, bukan tanpa alasan. Sejak Mancini masih aktif bermain, Mancini juga selalu menunjukkan performa yang dimilikinya dengan selalu menorehkan rapor teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS)
dirinya yang terus di atas rata-rata, dan dia memiliki julukan Si Anak Emas di massanya.

Dari perjalanan karir yang sudah saya ikuti dan saksikan, pun diliput dan ditulis oleh berbagai media massa, Mancini lekat dengan label berbakat, berprestasi, dan bengal. Dibenci lawan kadang juga rekan. Itu adalah deskripsi Mancini ketika menjadi pemain.

Mancini juga dikenal tukang mencaci maki pers, menghina wasit secara terang-terangan di lapangan, hingga menolak diganti oleh pelatih hingga dijuluki si liar, bengal, tetapi fantastis di massanya.

Akibat kemampuan skill dan kelakuannya di lapangan yang heboh, Mancini sering disejajarkan dengan Eric Cantona. Maka, ia pun dijuluki il Bambino D’oro yang artinya Si Anak Emas. Bagaimana tidak, yang membuat orang jengkel, dia mulai sejak menjadi striker utama Bologna pada usia 16 tahun. Saat itu ia merengek minta nomor punggung 10. Bayangkan, usianya baru 16 tahun dan berada di klub profesional pertamanya, ia sudah berani meminta nomor punggung yang dianggap “keramat” bagi sepak bola Italia, bahkan dunia. Namun, ia membuktikan bahwa dia pantas memakai nomor punggung itu dengan mencetak sembilan gol dalam 30 pertandingan.

Kisah Mancini memang luar biasa. Hingga kini, dia pun menorehkan rekor di Euro 2020 dan membawa Italia selangkah lagi juara. Itu semua karena pengalaman dan kemampuan Roberto Mancini semasa menjadi pemain yang memiliki TIPS di atas rata-rata, dan insting serta visi bermainnya pun bintang lima.

Perilakunya yang mudah marah, labil, dan arogan semasa menjadi pemain, nyatanya hilang saat menjadi alonatore Italia dengan menjadi pelatih yang menghargai semua pemainnya, menjaga dan terus menaikkan mental pemain tanpa pilih kasih. Sebab, semua pemain yang direkrutnya adalah starter, pemain utama. Itulah mengapa, kini Italia sampai ke babak final.

Apakah Mancini akan melanjutkan torehan rekor Italia tak terkalahkan sejak babak kualifikasi hingga final Euro 2020? Bukan mustahil, bila si Anak Emas terus belajar dari kesalahan dan terus bermetamorfosis menjadi Mancini yang pedagog dan bijaksana.

 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler