Janganlah Bersedih, akan Kuhadiahkan Sebuah Kutang Beserta Isinya

Selasa, 16 November 2021 07:43 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
janganlah bersedih, akan kuhadiahkan sebuh kutang beserta isinya
Iklan

cinta akan kembali memeluk bagi orang-orang yang percaya akan rasa.

           Badrun akhirnya kembali setelah lama mengembara, di kampung ini ia tak punya siapa-siapa lagi. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia dan yang tertinggal hanyalah sepetak rumah yang terlantar dengan ilalang menjuntai tinggi. Badrun berbeda dari 10 tahun yang lalu, wajahnya tak lagi ditumbuhi cambang, brewok, kumis dan rambut gondrongnya. Badannya yang kekar dulu tak terlihat, terlihat lebih kurus dengan baju putih gamis serta rambut pendek serta jenggot tipis di dagunya.

            Dulu dikampung ini Badrun dikenal sebagai preman suka main palak, mabuk berat dan tak segan-segan duel jika ada yang tak suka dengannya. Tapi itu cerita lama, kejadian 10 tahun yang lalu membuat Badrun terusir dari kampung ini. Sekarang Badrun telah kembali dan berbeda sewaktu dulu. Awal pertama saat bertemu dia, orang kampung ini tak mengenali tapi lambat laun mengenalnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Badrun kembali ke rumah lamanya yang pernah ditinggali orang tuanya, ia menyingkap ilalang yang menjulang itu dan membersihkannya. Ia benahi semua genteng rumahnya yang lama menganga agar rintik hujan tak menelusup kedalam dan panas tak menyengat. Tembok-tembok dibersihkan dari lumut, lantai digosok mengkilap dan setiap ruangan dihapuskan dari jejak laba-laba yang mendiami selama ini.

            Sekian lama telah menjadi rumah hantu dan semenjak kedatangan Badrun, rumah itu telah berubah menjadi bersih dan asri. Sentuhan magis Badrun membuat rumah berhantu itu berbinar di tengah kampung ini. Gelap gulita itu menjadi terang benderang, Badrun menerangi seluruh ruangan rumahnya dengan obor minyak yang ia buat sendiri. Layanan listrik telah lama putus hingga Badrun inisiatif untuk membuat ala penerangan dari alam sekitarnya.

            Mulai mengambil bambu dari hutan, menggali tanah untuk sumur atau berburu ikan di kali untuk lauk pauk sehari-hari. Badrun memanfaatkan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia begitu kreatif. Sebagian hasil kreatifnya itu ia jual ke pasar dan mendapatkan sedikit uang untuk dirinya. Badrun seperti memulai hidupnya kembali disini dan menemukannya sendiri.

            Rumah yang didiami Badrun tiap malam tak pernah sepi akan alunan merdu Al Quran, ia layaknya ingin menghidupi malam-malam yang sunyi dengan sejuknya ayat-ayat Tuhan didalamnya. Hal terbalik dengan kampung ini, sesuatu yang tak mungkin ditemui jaman sekarang. Kampung ini telah berubah dan dipenuhi banyak penyakit kotor yang menghinggapi manusianya. Dulu kampung ini beriman tapi entah lambat laun tak ada yang mengkumandangkan adzan di musola dan itu satu-satunya tempat beribadatan tapi sayang sekarang kosong melompong.

             Kampung ini telah menjadi kampung begal, banyak bromocorah bermukim disini mulai preman, penipu, penodong, copet sampai pelacur. Telah lama iman di kampung ini telah tergerogoti perlahan menunggu kiamat, bukan kampung putih seperti dulu.

***

            Entah darimana Badrun mempunyai keistimewaan itu, ia bisa melihat masa depan dan memprediksinya. Ini terjadi saat ada Badrun berkunjung ke seorang kawan yang bernama Rustam, ia terkena stroke dini karena kebiasaan mabuk-mabukan serta begadang untuk judi dan nonton bola. Penggangguran satu ini telah lumpuh total selama 5 tahun lamanya, istrinya telah meninggalkannya karena tak tahan selama bersama sering disiksa dan menghabiskan harta benda.

            Rustam hanya dirawat ibunya seorang yang sudah tua renta penjual bunga kasturi di pasar, dimasa sehat Rustam yang tidak pernah punya pekerjaan tetap ini sering menghardik istrinya dan menganiaya anak-anaknya. Ibunya sering mencegahnya namun apa daya tenaga kelakiannya itu lebih superior, tiap hari pulang mabuk berat dan sering marah-marah. Jika ia tak memegang uang, Rustam tak segan-segan memukul istri dan ibunya untuk mendapatkan yang ia inginkan. Uang tak didapat dirumah maka ia akan ke pasar memalak para pedagang untuk dimintai jatah keamanan, semua takut akan badan besar si Rustam.

            Sekarang Rustam tergolek di kursi rodanya, semua kaki dan tangannya lumpuh, ini terjadi terjadi sewaktu ia terpeleset di kamar mandi dan seketika itu stroke memecahkan pembuluh darah kearah otaknya. Penderitaan Rustam itu malah membuat anak istrinya hengkang dan tak kembali, ia tak bisa berbicara dan melempem dikursi roda itu.

            Badrun mendengar itu ia berkunjung ke kawan lamanya itu, saat Rustam melihat Badrun. Tak kuasa bola matanya berlinang airmata, ia seperti sesegukan ingin menangis tapi tak bisa sama sekali.

            "Sudah, jangan kau paksa berdiri"

            Badrun berusaha menahan Rustam yang berusaha berdiri dari kursi rodanya tapi tak bisa sama sekali. Ibunya Rustam menyambut Badrun dengan hangat dan menceritakan semuanya dari A sampai Z, Badrun mengangguk tanda prihatin.

            "Sabar bu, tiga hari lagi Rustam akan sehat lagi dan semua kembali normal"

            Kata-kata itu terakhir Badrun ucapkan sampai menyentuh pundak Rustam dan berpamit pulang.

            Tiga hari kemudian ada berita menggemparkan, orang kampung melihat Rustam berlari-lari kesana kemari kegirangan. Ajaib Rustam si lumpuh mampu berlari kencang beradu dengan kambing-kambing peliharaan Mang Kisut. Kakinya yang telanjang itu terus menjejak tanah, ia merasa telah sembuh total.

            Seminggu kemudian istri dan anak-anak Rustam kembali ke rumah, Ibunya Rustam tampak senang apalagi Rustam telah sembuh. Setelah itu Rustam mendapatkan pekerjaan jadi satpam di pabrik tembakau di kampung sebelah.

            Itulah istimewanya Badrun, apa yang ia ucapkan selalu menjadi kenyataan hanya melihat wajah ia tahu. Ada yang iri dan tak senang akan kehadiran Badrun, kampung mulai berseri kembali. Mushola mulai mengundangkan adzan, orang kembali sembayang, banyak orang insaf akan pekerjaan haramnya Tidak ada copet di pasar, tidak preman yang malak atau begal berkeliaran. Kampung ini kembali aman.

            Tidak semua suka akan Badrun, ada yang iri karena sumber penghidupan yang yang lebih menguntungkan dan sekarang tiada. Ada sekelompok orang yang tak ingin keberadaan Badrun di kampung ini maka mereka merancang suatu rencana untuk menjebaknya.  Mereka mengirim seorang perempuan, pelacur tepatnya. Kantil namanya, profesi kupu-kupu malam ini telah tersohor baginya. Wanita panggilan yang mampu menarik lawan jenisnya begitu mudah, wajah cantik beserta pakaian seronok jadi modalnya. Mata lelaki mana yang tak menolaknya, Kantil memang profesional akan profesinya. Demi bayaran tinggi, apapun ia lakukan untuk menaklukan kliennya.

            Kali ini Kantil mendapat tugas untuk merayu dan menjebak Badrun agar bisa terusir kedua kalinya dari kampung ini. Malam itu Kantil melakukan tugasnya, ia datang ke rumah Badrun dan mengetuk pintu.

            Suara ketukan itu membuat Badrun menghampiri pintu depan, Kantil merasa percaya diri karena ia mengenakan rok mini diatas lutut dengan kaos ketat yang menyembulkan payudaranya yang kokoh itu. Gerai rambut panjang hitam dengan parfum memikat telah banyak membuat pria bertekuk lutut di hadapannya.

            Saat pintu itu dibuka, keluarlah Badrun dengan pakaian serba putih dan Kantil bersiap-siap bergaya terbaiknya yang genit dan menggoda.

            Badrun muncul dengan senyum menawan dibibirnya, Kantil melihat itu sedikit terpaku dan terpesona akan kehadiran Badrun.

            "Kau pulanglah dulu, malam ini dingin sekali. Besok pagi datanglah kembali"

            Badrun menggambil jaket miliknya dan mengenakkan di bahu Kantil seketika itu juga. Kantil tak bisa berkata-kata atau membalas, hanya diam karena ia merasakan kehangatan dari sambutan Badrun.

            Sepanjang perjalanan pulang dan masih memegang erat jaket milik Badrun itu,ia merasakan hal berbeda karena selama ini semua pria yang bertemu dirinya memperlakukan sebagai mainan atau hewan ternak yang siap diterkam tapi Kantil merasa Badrun berbeda. Aura tenang dan menyejukkan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

            Keesokkan harinya Kantil kembali dengan makai pakaian lebih sopan dan tidak memamerkan auratnya lagi. Ia datang dan akan mengembalikan jaket milik Badrun

            "Aku tahu maksud kedatanganmu semalam, kau ingin menggodaku"

            "Sebenarnya aku ingin juga tapi bukan muhrim. Bagaimana kita halalkan saja"

            Kantil agak terkejut atas perkataan Badrun, ia tahu apa sebenarnya maksud kedatangan dirinya dan tak ada pernah yang meminta dirinya seperti itu. Selamanya ia hanya dijadikan alat pemuas napsu belaka tanpa ada mengajak ke jenjang lebih baik. Tapi hanya Badrun berkata itu dan memintanya biarpun ia tahu bahwa dirinya seorang pelacur yang hina dina. Kantil merasa jatuh cinta pada pria didepannya ini, pipinya merona.

            "Selama ini kau menderita dan jiwamu tak tenang. Tinggallah bersamaku, semua itu akan hilang sekejap"

            Ucapan Badrun ini ada benarnya, selama ini Kantil tak pernah tenang apa yang ia kerjakan biarpun menghasilkan duit yang banyak. Semenjak kecil ia yatim hidup bersama ibunya seorang dan dipelihara oleh bapak angkat tapi tega menjual ke mami-mami untuk pemuas napsu di lokalisasi. Pernah punya suami sekali tapi pria itu sering memukulnya hingga sampai keguguran, dimasa keterpurukan itu ia kembali ke perkerjaan lamanya sampai ia bertemu Badrun.

***

            Pernikahan sederhana tapi sakral pun digelar, orang-orang kampung yang simpati kepada Badrun terutama Rustam begitu antusias untuk mempersiapkan kawinan dewa penyelamatnya. Ia percaya Badrun adalah orang suci nan sakti yang diutus untuknya, Rustam berhutang budi kepadanya.

            Rumah Badrun dihiasi dengan ornamen-ornamen dari janur kuning, kedua mempelai begitu anggun duduk di pelaminan. Badrun dengan baju serba putih dengan songkok kopiah hitam tampak gagah sedangkan Kantil dibalut kebaya putih juga dengan sanggul sederhana menambah kecantikan. Siapa saja yang memandang akan terkesima kepada mereka, takjub dan kagum karena terlihat bersinar cerah yang sebelumnya tak pernah terjadi sama sekali di kampung ini.

            Para tamu telah berdatangan satu persatu, rumah Badrun terlihat meriah. Hidangan minuman dan makan sederhana dikeluarkan, minuman kopi dan teh beserta singkong dan pisang goreng jadi sajian utama. Itupun sudah cukup menambah kesakralan upacara perkawinan tersebut, suasana makin meriah alunan bunyi gamelan dan tarian penggiring perkawinan telah ditabuh.

            Tapi kemeriahan menjadi gaduh setelah gerombolan orang merangsek ke dalam pernikahan itu. Wajah-wajah beringas menampakkan diri untuk menebarkan benih ketakutan, gerombolan ini ini mengacaukan pernikahan tersebut. Para pengunjung pernikahan tahu bahwa mereka kelompok yang tak suka akan keberadaan Badrun dan ingin membubarkannya.

            Seorang pria gempal dengan codet dipipinya keluar dari kerumunan dan teriak-teriak dengan nada tinggi.

            "Kalian semua bubar, acara pernikahan ini sudah selesai sampai disini"

            Pria gempal ini berkacak pinggang menantang semua hadirat, pandangannya satu-persatu menyoroti setiap mata yang hadir disitu. Semua merasa ketakutan yang sangat, mereka tahu dia adalah Karto-bos preman di kampung ini. Karto tak segan-segan menyayat parangnya kepada siapapun yang menurutnya perlu dianiaya.

            Rustam melihat itu merasa geram dan menghadang Karto serta anak buahnya.

            "Jangan seenaknya kau membubarkan acara pernikahan, kalian tak ada hak disini"

            Rustam merasa berutang budi pada Badrun ini siap pasang badan jika sewaktu-waktu Karto merusak acara penikahanan ini.

            "Hei ada anjing kecil lagi menggonggong rupanya. Ingat dulu darimana asal kamu berada, sekarang berlagak mau menantang"

            Karto menghardik Rustam dan sekali tendang, Rustam terjengkal ke belakang dan para hadirin histeris melihat itu semua. Hampir saja anak buah Karto merangsek akan menghajar habis-habisan si Rustam, sebelumnya Badrun turun tangan.

            Badrun hanya melangkah ringan mendekati Karto, ia seperti membisikkan sesuatu kepadanya. Karto manggut-manggut tanda mengerti dan mengajak anak buahnya pergi dari sana.

            Semua tercengang melihat itu semua, tak ada yang tahu apa yang dibisikkan Badrun ke Karto hingga menurut semua perkatannya.

***

            Dalam kamar itu hanya ada berdua, Badrun dan Kantil  sedang berbincang-bincang sebelum menikmati malam pertama mereka. Kantil ada sedikit ganjalan dengan apa yang dibisikkan kepada Karto, padahal Karto itulah yang menyuruh dirinya untuk menggoda Badrun sebelumnya. Tapi hanya sekali ucap, Karto langsung nurut tanpa membantah sedikitpun.

            Dengan sedikit keheranan, Kantil mengajukan pertanyaan kepada Badrun.

            "Kangmas, aku ada sedikit pertanyaan?"

            "Apakah itu nyimas? sepertinya tampak serius"

            Kantil sedikit diam dan sedikit ragu untuk melanjutkan kembali.

            "Kejadian tadi, apa yang kau bisikkan ke telinga Karto hingga ia mau pergi dari tempat pernikahan dan tidak mengacaukan kembali"

            "Mmmh…hal itu, mengapa nyimas ingin tahu?"

            "Setahuku mengusir Karto tak semudah itu sebelum ia mendapatkan apa yang dimau"

            Karto sejenak diam dan berusaha mengatur napas untuk menjawab itu tapi sebelum memberikan jawaban tiba-tiba Kantil kembali bertanya.

            "Selain itu mengapa kangmas mau menikahi diriku yang jelas-jelas manusia malam, seorang pelacur. Berikan alasannya? biar aku tak penasaran"

            "Baiklah nyimas, ini kejadian 10 tahun yang lalu. Peristiwa itu membuat diriku terusir dari kampung ini"

            "Kepala desa waktu itu jika kau masih ingat adalah bapak tirimu, umurmu kala  itu masih 15 tahun jika tak salah sewaktu aku melintas dekat rumahmu. Aku menerobos paksa ke rumah setelah aku mendengar suara teriakan, kulihat kau telah ditindih oleh bapak tirimu dan ibumu sudah bersimbah darah. Waktu itu entah tenaga apa yang menggerakkan diriku, aku ambil kayu pembakaran dan aku hempaskan ke kepala bapak tirimu. Panik apa yang terjadi, saat keluar telah berkumpul orang-orang desa dan mengira aku yang melakukan perbuataan keji tersebut."

            "Sewaktu malam itu kau datang itu, aku merasa menemukanmu kembali dan ingin membuat dirimu halal untukku"

            "Mengenai ucapan yang aku bisikkan ke Karto, aku hanya berkata terima kasih kau bawakan Kantil kembali ke aku dan besok-besok pemilihan kepala desa aku ramal kau jadi pemenangnya. Ia percaya begitu saja tanpa curiga sama sekali”

            Kantil mendengar semua penjelasannya itu merasa terharu dan matanya berlinang airmata dan dengan menyeka airmata kebahagian. Kantil merangsek memeluk Badrun, mendekapnya seperti sepasang kekasih yang lama tak bertemu.

 

 

Pare, November 2021

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ferry Fansuri

ingin menulis agar tidak jadi gila, menulis adalah obat kegelisahan. freelance at gembelgaul.com & jadwalbalap.com

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua