x

KisahRumah Tangga

Iklan

Choirul Anwar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 November 2021

Rabu, 24 November 2021 20:56 WIB

Rumah Tangga Tak Diharapkan

Nasib seorang perempuan yang separuh hatinya sudah kandas, tak dihargai oleh kekasihnya, bahkan suaminya sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Apalagi yang hendak kau rampas dariku, Ni. Sudah jelas di depan mata, aku sudah tidak punya apa-apa. Masih tega kah, kau datang kemari? Lalu apa kabar lelakimu itu, belum puaskah? sampai dia melepas dirimu pulang ke rumah ini?”

Cerita yang begitu panjang, sungguh tak sanggup lagi terurai. Itulah kenapa, Harsa langsung muntab begitu saja, padahal Darni belum juga masuk atau duduk di ruang tamu. Sontak dia kaget, dan hanya terpaku, menganga, terpatung di tengah pintu.

Kehidupan yang Darni anggap selama ini baik-baik saja, ternyata tidak sebaik sangkaanya. Dia hampir tidak percaya, padahal tidak pernah sekalipun dia berhubungan pada seorang laki-laki secara serius, kecuali pada Anggara, teman Harsa semasa bujang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kang... Kang Harsa, ini Cuma salah paham Kang.. tolong dengar penjelasanku” pelan-pelan, dan lirih, Darni mulai melangkah masuk, berharap Harsa dapat ia atasi, dengan segala kemolekan badan yang masih segar dipandang lelaki manapun, bahkan suaminya sendiri.

“Dasar perempuan Jalang, kau Darni. Tak punya urat malu, apa sudah putus, haa.. sudah putus urat malumu? Apa karena kebanyakan digoyang lelaki barumu itu?” Harsa masih duduk di kursi tamu, dengan wajah amarah yang sama sekali belum reda, meski kemolekan istrinya terpampang begitu saja di depan mata.

“Kang..”

“Sudahlah.. tak perlu masuk, tak usah kau jelaskan panjang lebar. Semua itu hanya menambah rasa sakitku, Ni. Pergi kau!”

“Pergi kemana Kang? Ini kan rumah kita berdua?”

“Oh.. Tuhan.. Rumah berdua katanya..” Harsa semakin tidak percaya, dan menganggap perkataan Darni tak obahnya sebuah hayalan belaka, tertawa dia, “bisa-bisanya kau bilang rumah kita berdua, Ni. Kenapa tak sekalian kau bilang rumah bertiga? Anggara, si lelaki bangsat itu, sekalian saja kau ajak kesini, tidur di ranjang.. biar kulihat langsung polah kalian. Tak usah kau sembunyikan semua itu, Ni.”

“Kang..”

“Sudahlah.. pergi kau. Ini buat beli makan di jalan,” umpat Harsa sambil ia lemparkan beberapa lembar uang, tersebar uang itu di lantai, tepat di depan kaki Darni yang masih terpatung berdiri.

Alih-alih mengambilnya, Darni yang masih menganggap tidak pantas menerima uang itu, merasa tak sudi mengambilnya. Dia langkahkan kaki keluar rumah, tanpa pamit, tanpa salam. Dia sudah kehilangan harga diri sebagai istri, statusnya sebagai ibu rumah tangga sebentar lagi akan usai di meja pengadilan. Darni pulang ke rumah ibunya.

Tanpa rasa menyesal sedikitpun, Harsa justru melihat kepergian istrinya dengan riang bukan kepalang. “akhirnya, kau pergi juga dari kehidupanku, Ni.”

.... Ω ....

Darni sudah hampir sampai di rumah orang tuanya. Ibunya yang saat itu juga sedang duduk di kursi tamu tidak pernah mengira, anaknya yang cantik itu pulang dengan keadaanya yang sangat menyedihkan. Ia lihat dari dalam, anaknya berjalan menuju rumah dengan tas yang tersandang di bahu kanan, membuat sang ibu bergegas keluar rumah, menyambut dan membukakan pintu.

“Ya Allah.. kenapa Nak? Kenapa?” sang ibu heran, melihat wajah anaknya  sembap, dengan mata merah, menandakan bekas tangis yang tak bisa disembunyikan.

“Aku disuruh pulang Kang Harsa, Mak.” Darni tak sanggup untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Maka usai ia cium tangan ibunya, dengan singkat ia katakan demikian, lalu keduanya masuk ke dalam rumah, dan duduk.

“Duh, Gusti.. kok bisa begini to Nak.. ini tisu diusap dulu. Tak buatkan minum dulu ya..”

Darni menerima tisu itu dengan pasrah, dan hanya mengangguk menerima tawaran minum ibunya. Perlahan ia redakan sendiri hatinya yang bergejolak, tapi air mata memang tidak mampu terbendung, semakin ia berusaha melupakan perkataan suaminya yang menyakitkan itu, “sudah.. sudah.. gak papa, kamu gak papa Ni.. sudah di rumahmu sendiri” tapi justru air mata terus mengalir semakin deras.

“Sudah to Nak.. sudah.. jangan nangis terus.. ini diminum dulu tehnya.” Ibu sudah kembali dari dapur, membawa secangkir teh hangat, ia persilahkan pada anak perempuannya. Darni menerima, dan minum dengan perlahan.

“Sebenarnya ada apa to Nak? Bukannya kalian berdua itu senang, Harsa baru saja pulang dari perantauan, bisa pulang ketemu kamu, kenapa kok malah jadinya begini?”

“Aku dituduh selingkuh sama Anggara Mak, temannya mas Harsa.” Darni mengatakannya dengan sesenggukan.

“Allahu Akbar.. kok bisa? Kok bisa Harsa menuduh kamu melakukan perbuatan keji itu Nak? Apa yang selama ini kamu lakukan?”

“Nggak tahu darimana Mak, padahal selama ini aku gak pernah aneh-aneh selama ditinggal Mas Harsa. Aku juga mau jelaskan tapi Mas Harsa tidak mau mendengarnya.”

“Fitnah macam apa lagi ini Ya Allah.. Katakan Nak, apa kamu pernah didatangi Anggara ke rumahmu?” Seolah tidak percaya dengan tuduhan Harsa, sang Ibu berkali-kali menyebut asma Tuhan, meredakan hatinya yang kaget dengan tiba-tiba, dan nafas dirasakannya menjadi sesak.

Tok tok tok “ Assalamualaikum..” dari luar pintu, telihat seorang lelaki hendak bertamu.

“Waalaikumussalam.. “ Darni dan ibunya bersama-sama menjawab, seorang diantaranya berdiri dan membukakan pintu.

Astaghfirullah... lha ini Anggara, Nak.. masuk.”

Anggara yang sudah mengira tentang apa yang akan terjadi pun melemparkan senyum, “Iya Buk, saya Anggara” lalu menerima tawaran sang ibu untuk masuk dan duduk.

Belum juga ditawari minum, Anggara yang baru saja duduk, langsung dilempar pertanyaan oleh sang ibu, “Nak Angga, sebenarnya kamu sama Darni ada hubungan apa? Kok Darni tiba-tiba diusir Harsa dari rumah?”

Anggara, rupanya tidak begitu kaget dengan pertanyaan sang ibu, dan juga tidak heran dengan kenyataan yang baru saja terjadi, ia meghela nafas hendak menjawab,

“Begini Bu, mohon maaf jika kehadiran saya mengganggu waktu ibu sama Darni. Tapi sebenarnya, semua ini saya kira hanya rekayasa Harsa sendiri Bu, Harsa sengaja membuat Darni seolah-olah bersalah.”

“Maksudnya Mas.. kamu jangan menuduh tanpa bukti.” Sontak Darni meragukan apa yang dikatakan Anggara.

“Begini Darni, kamu boleh percaya atau tidak. Kamu masih ingat saat malam-malam di bulan kemarin, aku datang ke rumahmu?”

“Iya Mas, jam 10 an malam, kamu datang, hujan-hujan..”

“Iya, itulah rekayasa Harsa. Kamu tahu, kenapa saya tiba-tiba bisa datang ke rumahmu?”

Darni menggelengkan kepala, bingung dengan apa yang sedang terjadi. Sedangkan Anggara dengan sangat percaya diri menceritakan semua kebenaran.

“sebelum malam itu, Ni. Sore-sore saya dihubungi Anggara, katanya dia pulang. Terus saya disuruh ke rumah malam-malam, ada oleh-oleh katanya.”

“Terus, Mas..” Darni mulai menangkap sesuatu yang tidak beres

“Kau tahu sendiri kan, kalau bulan kemarin itu jelas Harsa belum pulang. Tapi saya disuruh datang sendirian, tidak boleh bawa teman. Kau tahu biar apa, Ni?”

“Biar apa Mas?”

“Biar kita dituduh selingkuh, Darni. Karena kenyataanya, seminggu setelah itu, tiba-tiba ada fotoku yang membuka baju, padahal kamu tahu sendiri, saya membuka baju karena basah kuyup kehujanan, terus kamu minta aku ganti baju kan?”

“Iya Mas, betul.”

“Gara-gara malam itu, Ni. Tiba-tiba ada foto, dan aku sama sekali tidak tahu, siapa yang diam menguntit kita, tapi saya kira itu memang sudah direncanakan Harsa, dia perintah orang untuk mengatur semua ini.”

“Ya Allah..” sang Ibu mendengar cerita Anggara, semakin tidak percaya, kenapa Harsa yang dia kira adalah menantu yang baik ternyata sepicik itu perbutannya. “lalu apa maksud Harsa melakukan semua ini, Nak?”

“Ya biar saya sama Astuti bisa pisah Bu..”

“Allahu Akbar..” tak percaya sang Ibu “Astuti istrimu?”

“Iya Bu. Gara-gara foto itu, akhirnya Astuti tidak mau mendengar penjelasan saya. Dia sangat meyakini bahwa saya memang selingkuh dengan Darni. Kita sudah cerai dua minggu yang lalu Bu.”

“Ya Allah...” Darni dan ibunya saling memandang, dengan wajah yang heran, penuh pertanyaan. Kenapa Harsa bisa sejahat itu. Padahal Darni mengira keluarganya selama ini baik-baik saja. Selama ia ditinggal merantau, uang kiriman selalu ia gunakan sebaik mungkin. Paling-paling di luar kebutuhannya yang tidak seberapa, ia berikan uang itu untuk adik Harsa sendiri yang kadang datang meminta uang.

Dan benar saja, saat Harsa pulang, lalu ia tanyakan uang kiriman pada Darni, ia menjawab apa adanya bahwa uang kiriman selama merantau tinggal sisa sedikit. Dengan begitu, Harsa bisa menuduh Darni telah menggunakan uangnya untuk besenang-senang dengan lelaki simpanan.

“Harsa itu memang tidak bisa melupakan Astuti, Ni. Dia sangat tidak rela ketika Astuti menikah dengan saya. Makanya, sampai saat ini, sekalipun dia sudah beristri denganmu, masih belum puas, jika belum bisa mendapatkan Astuti.”

Pernyataan Anggara tersebut, cukup memberikan gambaran secara jelas kepada Darni dan ibunya. Bahwa rumah tangga yang sudah ia bangun bersama Harsa selama ini, ternyata dijalani sang suami tidak dengan sepenuh hati. Diam-diam, dan akhirnya berbuah perilaku nekat, ternyata dilakoni suaminya sendiri. Dan benar, dengan diusirnya Darni dari rumah, menandakan bahwa Harsa sudah tidak mengharapkan keutuhan rumah tangga, Harsa lebih memilih perempuan lain. Hingga tega menjalankan rencana busuk itu, untuk merusak hubungan kedua rumah tangga; Harsa Darni, Anggara Astuti.

Kini, Harsa sudah sangat mungkin bisa mendapatkan Astuti. Cinta pertamanya itu, ia perjuangkan dengan segala cara.

Ikuti tulisan menarik Choirul Anwar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler