x

Iklan

ACHMAD AZHARY

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 November 2021

Sabtu, 27 November 2021 06:44 WIB

Pembelajaran Kontekstual dalam Mewujudkan Merdeka Belajar

Artikel ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba penulisan artikel Hari Guru 2021

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belakangan, program “Merdeka Belajar” yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diperhatikan banyak kalangan. Kemendikbud menyebutkan di website-nya bahwa program itu berhubungan dengan (a) Ujian Berstandar Nasional (USBN), (b) Ujian Nasional (UN), (c) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan (d) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi (Pratama, 2020) (Mustaghfiroh, 2020).

Empat perubahan di atas tentu digagas demi menunjang “kemerdekaan belajar”. Perubahan terhadap ujian (USBN dan UN) dilakukan demi memperbaiki mutu lulusan, sekaligus memerdekakan siswa dari berbagai aktivitas belajar yang tak perlu dilakukan. Perombakan RPP yang dibuat guru dilakukan untuk efisiensi dan memerdekakan guru dari segala administrasi pembelajaran yang tidak benar-benar diperlukan. Dan, perubahan pada PPDB Zonasi dilakukan agar penerimaan siswa di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan lebih fleksibel. (Pratamsa 2020).

Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu lembaga pendidikan formal dan berjenjang pada tingkat pendidikan dasar, cukup strategis dalam mewujudkan amanat pemerintah di bidang pendidikan. Pelaksanaan aspirasi tersebut tertuangdalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar yang menyatakan bahwa, Pendidikan Dasar bertujuan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi,anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkansiswa untuk mengikuti pendidikan menengah (Wahyuningsih et al., 2011) (Maryam et al., 2014).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif yang diwarnai dengan interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan kegiatan belajar mengajar (Inah, 2015) (Hasan et al., 2020). Tercapainya tujuan dalam belajar mengajar merupakan harapan yang selalu dituntut pada guru dan ini merupakan masalah yang dirasa cukup sulit karena siswa merupakan individu dengan berbagai keunikan dan makhluk sosial dengan latar belakang yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal: intelektual, psikologis, dan biologis (Widyaningsih & Rosidi, 2015) (Kurniasih et al., 2019).

Proses pembelajaran selama ini di sekolah terutama sekolah dasar lebih sering dilakukan secara pasif, artinya guru menjelaskan materi dan peserta didik mendengarkan. Padahal pendekatan belajar aktif telah dirintis secara serius oleh Balitbang Depdiknas sejak tahun 1979 dengan proyek yang dikenal sebagai Proyek Supevisi dan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) (Ulia et al., 2019). Hasilnya kemudian direplikasikan di sejumlah daerah dimulai pada tingkat sekolah dasar sehingga secara bertahap diintergrasikan ke dalam Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, KBK 2004 dan KTSP 2006). Kenyataan yang terjadi pada saat penerapan di lapangan. (Toyiba, Fitriyani, 2016).

Pembelajaran dikelas yang cendrung pasif membuat peserta didik mudah jenuh dan menurunkan minta peseta didik dalam memahami pelajaran (Khoirunnisa et al., 2020). Maka gagasan yang dikeluarkan oleh Mendikdud Nadiem Makarim menekankan pada pembelajaran menyenangkan, yang melibatkan partisifasi peserta didik lebih banyak ketimbang guru, pembelajaran seperti ini oleh Mendikbut Nadiem Makarim memberikan istilah Kemerdekaan Belajar.

Di sekitar  SMA Negeri  1 Sungailiat Kabupaten Bangka  terdapat hutan wisata atau yang biasa disebut oleh masyarakat sebagai hutan lindung yang dapat  memberikan simbiosis mutualisme serta kontribusi dalam pembelajaran khususnya pelajaran Biologi , guru akan mudah menerapkan metode pembelajaran kontekstual learning sebagai wujud dari kemerdekaan belajar , namun berdasarkan fakta yang ada guru di SMA Negeri 1 Sungailiat Kabupaten Bangka  masih minim atau jarang sekali  memanfaatkan lingkungan disekitar sekolah sebagai  media pembelajaran ataupun objek materi pelajaran.

Model pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning) adalah merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya (Hasibuan & Pd, 2014).

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah kegiatan pembelajaran yang menyampaikan materi dengan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari dari peserta didik. Seperti yang diungkapkan Komalasari (2017, hlm. 7) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Sejalan dengan Komalasari, Taconis, Brok & Pilo (2016, hlm.1) mengungkapkan bahwa metode pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang menggunakan konteks nyata sebagai langkah awal untuk belajar sehingga memberikan makna untuk isi materi dan makna bagi pembelajar. Jelas bahwa konteks atau situasi nyata yang berhubungan dengan materi menjadi kunci utama dari strategi pembelajaran CTL. Inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata (Rusman, 2018, hlm. 187).

Lebih jauh lagi, Suprijono (2015, hlm. 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Kemudian, Komalasari (2010, hlm. 10) menjelaskan bahwa ciri utama atau karakteristik pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

  1. Berbasis masalah (Problem based)
  2. Menggunakan berbagai konteks (Using multiple contexts)
  3. Menggambarkan keanekaragaman siswa (Drawing upon student diversity)
  4. Mendukung pembelajaran mandiri (supporting self-regulated learning)
  5. Menggunakan kelompok belajar dalam suasana saling ketergantungan (using independent learning groups)
  6. Memanfaatkan penilaian asli (employing authentic assessment)

Sehingga bukan hanya berdasarkan konteks, namun CTL juga menerapkan pemecahan masalah, kerja sama, dan pembelajaran yang berbasis pada siswa seperti model pembelajaran mutakhir lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL adalah kegiatan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa yang dilaksanakan dengan suasana kerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah dengan penilaian asli (bukan sekedar skor).

Dengan pembelajaran kontekstual learning peserta didik bukan hanya dapat memahami jalannya materi, akan tetapi memahami  tujuan pembelajaran atau fungsi materi tersebut dilingkungannnya sehari-hari. Disamping memberikan nilai kognitif peserta didik yang berikan pembelajaran kontekstual learning melatih  sikap mandiri, khususnya dalam  pelajaran Biologi. Beberapa tumbuhan disekitar lingkungan mereka mejadi objek pembelajaran yang menyenangkan. Karena banyak hal-hal baru yang bisa mereka tangkap ketimbang hanya memahami materi secara kognitif, dengan pembelajaran kontekstual learning peserta didik juga secara tidak lagsung mendapat nilai-nilai afektif seperti bisa belajar lebih mandiri dalam pembelajaran Biologi yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi

  1. Komalasari, Kokom. (2017). Pembelajaran kontekstual: konsep dan aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
  2. Rusman. (2018). Model-model Pembelajaran. Depok: Raja Grafindo Persada.
  3. Sa’ud, U.S. (2014). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
  4. Shoimin, A. (2017). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
  5. Sitiatava Rizema Putra. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press.
  6. Suprijono, Agus. (2015). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  7. Taconis, R. , Brok, P. D, & Pilo , A. (Eds.)(2016). Teachers Creating Context. AW Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers.
  8. Eko Suhartoyo, Sitti Ainun Wailissa, Saika Jalarwati, Samsia, Surya Wati, Nur Qomariah, Elly Dayanti, Imas Maulani, Imam Mukhlish, Muhammad Holqi Rizki Azhari, Hidayatulloh Muhammad Isa, Ilham Maulana Amin JURNAL PEMBELAJARAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Vol. 1 | No. 3 | Juli 2020 | Hal. 161 - 164

Ikuti tulisan menarik ACHMAD AZHARY lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler