x

Iklan

Tia Rohana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Senin, 29 November 2021 05:49 WIB

Melawan Takdir

Ketika inginku hanya bias bisakah aku menjadikannya nyata?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

                           Melawan Takdir                    

          Matahari bertengger diatas kepala memancarkan sinar yang begitu panas menyengat kulit.Orang-Orang masih saja berlalu lalang menenteng tas belanja mereka,Kuli-Kuli panggul masih sibuk menganggangkat barang-barang.Begitu juga denganku yang masih setia menatap meja dan kursi pelanggan yang kosong belum berpenghuni.Aku hanya bisa berharap ada orang yang memborong dagangan ku ini,jadi aku tak perlu berjualan sampai malam di kios tua ini.

          Tidak ada yang berubah dari hidupku 5 tahun belakangan ini,Aku masih tetap setia membuka tutup kios Nasi Rames peninggalan ibuku.Tak ada jalan yang ku pilih selain berjualan Nasi,Aku hanya lulusan SMA bukan lulusan kuliahan yang bisa duduk di kursi empuk di gedung pencakar langit.Memang hasil berjualan ini memang tak banyak,tapi cukup untuk menyambung hidup hari demi hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

         Lamunanku buyar ketika seseorang menepuk bahuku,"bugh"Aku sontak terkejut dan menoleh melihat siapa pelakunya."Mbak Rames satu ya"Kata Perempuan itu ,Aku mengganguk."Wajah perempuan itu seperti tak asing" Gumamku, tiba-tiba perempuan itu berteriak rendah "Eh,ini Risma kan,ini aku Nita ris temenmu pas SMA dulu", Katanya dengan bersemangat."Wah kamu apa kabar Nit tambah cantik aja ya", kataku "Ah bisa aja kamu,eh kamu gak kuliah ris malah jualan rames disini,gak sayang sama otak pintar mu itu yang malah gak dipakai",Katanya sambil tertawa,Aku yang mendengarnya hanya bisa terdiam dan menggeleng.Aku lalu menyerahkan pesannya,dan untung saja dia tak bertanya banyak dan bergegas pergi.

        Aku dan Nita ini bisa dibilang dahulu adalah saingan semasa SMA.Hubungan kami sebenarnya baik-baik saja sewaktu semester awal,tetapi dia berubah sejak kami kelas 12 SMA ,dia selalu saja ingin mengalahkanku di berbagai kesempatan mencoba menyingkirkan semua orang yang menghalangi jalannya menuju cita-cita yang dia impikan.Aku anak orang tak berpunya,tidak seperti Nita yang bisa mendapatkan segalanya dari orang tuanya,bahkan kuliah mungkin hal kecil baginya.Aku sangat berharap bisa lolos SNMPTN dan akan mendaftar beasiswa lain untuk meringankan beban kuliahku,tetapi ternyata tidak semudah yang kupikirkan.

      Pada masa itu aku masih ingat sekali,di pelajaran BK Bu guru mengingatkan siswa yang masuk nominasi siswa eligible boleh mengikuti SNMPTN,dan disarankan setiap siswa memilih jurusan dan PTN berbeda dari teman sekelasnya agar peluang masuk lebih besar.Sudah bukan rahasia lagi jika Aku dan Dwi sangat ingin Jurusan Kedokteran dan naasnya kita ingin memilih PTN yang sama.Aku mati-matian agar bisa lolos seleksi SNMPTN ini,menjaga nilai agar terus naik,dan menjaga peringkat 1 kelas yang aku raih tak tergantikan oleh siapapun.Wajar saja aku tak mau mengalah dengan Nita yang notabenenya anak orang kaya.

     Persaingan kami semakin memanas ketika dia menyuruhku untuk mundur saja dan mengalah untuk dirinya."Memangnya kau siapa menyuruhku seperti itu"kata ku,"Kamu tuh harusnya sadar diri Ris,orang gak punya kok berandainya selangit ngaca dong!,Ibumu cuma jualan rames gitu emang bisa buat kamu kuliah hah?",katanya sambil berkacak pinggang.Aku tak bisa berkata lagi ,memilih meninggalkan Nita yang masih berkacak pinggang bersama Gengnya.

    Perkataan Nita membuat pusing kepalaku akan realita yang memang terjadi,tapi bisakah aku berharap tuhan?dan tolong jangan hancurkan harapanku.Jika kau tak bisa melakukannya bisakah aku melawan takdirku?Diriku ingin seperti mereka,Aku tak ingin berbeda lagi.Aku hanya bisa menangis di Kamar Mandi sekolah,tak ada seorangpun yang menemani.Rasanya Aku ingin berteriak dengan keras melepaskan semua pikiran yang membuat kepalaku serasa ingin pecah.Disini hanya ada aku,tak ada teman yang selalu ada saat susah atau senang,dan yang selalu mendukung disaat terpuruk.Ya,aku tak punya itu semua,Aku bukan Nita yang punya banyak teman bahkan fans dari adik kelas,Aku ingin menjadi Nita sungguh dia punya segalanya tapi apakah itu belum cukup sampai-sampai dia menyuruhku untuk mundur?.

     Nita selalu ingin menjadi diriku,semua yang aku lakukan pasti dia akan mengikutinya.Awalnya aku tidak peduli,tapi setelah dia mengambil temanku satu-satunya aku mulai waspada tentang apa yang akan dilakukannya.Aku kadang berpikir jika dia selalu ingin menjadi diriku kenapa kita tidak bertukar tubuh saja,toh menjadi dirinya akan menyenangkan.Aku memandang cermin sambil tertawa membayangkan Nita menjadi diriku yang setiap pagi harus membantu mamak di pasar menyiapkan dagangan terlebih dahulu,oh pasti akan sangat menyenangkan melihat anak manja sepertinya melakukan pekerjaan seperti itu.Aku sudah seperti orang gila sekarang,yang tadinya menangis malah tertawa terbahak-bahak karena khayalanku sendiri.

      Sepulang dari sekolah,aku merebahkan badanku dikasur sambil memijat keningku yang masih saja berdenyut.Aku memilih untuk tidur mengistirahatkan badanku yang sudah mulai lelah ini.Aku terbangun di sore hari, samar-samar terdengar suara bisik-bisik di ruang tamu.Rasa penasaran menyelimuti diriku,aku mengintip di balik tirai kamarku, tak banyak yang bisa kulihat karena orang itu menghadap kebelakang.Tak lama kemudian orang itu pergi.

         Karena penasaran aku menghampiri ibuku yang masih duduk di ruang tamu."Siapa Mak?"Kataku penasaran,"Pamanmu Ris" kata ibu sambil memandang aku lembut tahu kalau aku tak suka dengan pamanku itu."Ngapain dia kesini mak,pinjem uang buat judi lagi?",kataku tak suka mamak hanya menghela nafas pelan "Iya,dia pinjem uang lagi tapi bukan untuk judi nak,Anak pamanmu masuk rumah sakit butuh biaya banyak untuk operasi jadi dia pinjem uang mamak", mamak menjeda ucapannya sejenak mengatur nafasnya,"dan kamu".Aku terlonjak kaget apa katanya?uang aku pun dipinjamnya.

         Mendengar pernyataan mamak aku langsung lemas,uang celenganku dipinjamya tentu saja aku tak rela.Aku mengumpulkan uang itu sejak SD ditambah kerja sambilan sana-sini sekarang uang itu raib begitu saja."Bagaimana bisa mamak berikan uang celenganku untuk dia,mamak kan tau uang itu untuk kuliah Risma kenapa mamak pinjamkan?jangan mau dibohongi lagi dong Mak,dia bohong Si Anton itu sehat wal-afiat ,sewaktu pulang sekolah saja aku lihat dia lagi main sepak bola di lapangan kompleks sebelah"Kataku sambil mengacak rambutku frustasi, tanpa sadar aku bicara pada mamak dengan suara yang tinggi."Mamak tak tahu ris pamanmu tadi datang dengan menangis jadi mamak kasihan,nanti uangmu mamak ganti tenang saja"mamaku mencoba menenangkan suasana,"Tapi Mak, pendaftarannya sebentar lagi mamak mau dapat uang darimana untuk menggantikan uangku,dari jualan?Gak akan cukup Mak jangka waktu sebulan"kataku kesal sekali melihat mamak yang seenaknya memberikan uang celenganku kepada Si penjudi itu.

      Mamak terdiam cukup lama,lalu memandangku "Mama pasti bisa kok nak,kuliahin kamu",Aku yang masih diliputi amarah memandang mamak sinis "Jangan banyak janji deh Mak,dari dulu mamak selalu janji tapi apa Mak,ada yang ditepatin?enggak kan jadi jangan janji deh Mak"kataku yang tak sadar menaikkan suaraku."Risma bosen dijanjiin terus Mak".Aku membanting pintu dengan keras bergegas masuk kamar, menguncinya tak menghiraukan mamak yang masih terus berusaha membujukku untuk keluar.Pikiranku kacau,hatiku berkecamuk dengan berbagai pikiran yang campur aduk.

     Sejak hari itu,aku memilih untuk menghindari mamak.Aku masih sangat marah dengan kecerobohannya.Saat dmamak mengajakku berbicara aku hanya membalas secukupnya, memilih pergi.Begitu juga saat pergi sekolah aku memilih tidak berpamitan langsung pergi begitu saja.Hal itu terus berulang sampai satu minggu lamanya.

   Takdir memang tak bisa diprediksi,dan itulah yang terjadi kepadaku.Tepat seminggu saat aku memilih menghindari mamak,saat pulang sekolah aku kaget melihat bendera kuning terpasang di rumah,tetangga berkumpul di rumahku banyak sekali.Tubuhku mematung mencoba mencerna apa yang terjadi ,lalu menangis histeris karena mengetahui mamakku meninggalkan aku sendirian di dunia ini.Beberapa tetangga memelukku mencoba menenangkan aku,memberi ucapan duka dan belasungkawa.Aku hanya terduduk lemas dan menatap kosong mereka semua,masih belum percaya dengan apa yang terjadi.

 

       Yang paling tidak aku ketahui selama ini adalah ternyata mamak bekerja sambilan selain berjualan rames dipasar agar aku bisa kuliah.Kata mereka apapun ibuku lakukan agar mendapat uang tambahan agar aku terus bersekolah.Mendengar perkataan mereka aku sangat menyesal mengatakan perkataan yang kasar waktu itu,jika aku bisa memutar balik waktu aku pasti akan memilih diam.Sekarang yang ada hanya rasa menyesal pada diriku,Aku terlalu egois sampai aku tidak mengetahui betapa banyak mamak berkoban untukku,bahkan dia dengan lihainya menutupi rasa sakit di badannya agar aku tak khawatir.

    Jika sekarang aku mengingat kembali peristiwa itu aku hanya bisa menangis,menyesali semua yang terjadi.Andai saja aku tak egois untuk berkuliah saat itu pasti mamak masih ada di sisiku.Mamak yang selalu menemani saat suka dan duka sudah tiada, sekarang hanya ada aku yang terus berjuang untuk terus hidup di tengah kerasnya kota Jakarta dengan meneruskan usaha yang telah dibangun mamak.

Ikuti tulisan menarik Tia Rohana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan