x

Salah seorang siswa memimpin kegiatan diskusi dalam materi Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila

Iklan

Citra Rizcha Maya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 05:36 WIB

Merayakan Merdeka Belajar di Ganessa Guna Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

Artikel ini ditulis untuk Lomba Penulisan Artikel Indonesiana - Guru Bicara Pendidikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alkisah, di tahun 2009 lahirlah sebuah sekolah yang merupakan gagasan nekat dari para pendirinya. Sekolah itu bernama SMA Negeri 1 Seteluk dengan julukan GANESSA, akronim dari GAgasan NEkat Sampai biSA. Di tahun 2010, saya guru muda naif turut bergabung dalam semangat kenekatan yang sama. Lulusan baru yang jadi guru karena obsesinya pada Harry Potter, merasa bahwa dengan mengajar bisa mengajak para murid begitu mencintai belajar dan sekolah seperti Harry, Ron, dan Hermione di Hogwarts yang megah. Ini memang fiksi, tapi bagi saya begitu nyata, para tokoh tak hanya belajar untuk teori tapi praktik untuk kehidupan nyatanya. Sangat kontekstual. Penuh semangat kemerdekaan belajar.

Ternyata, apa yang ada di benak saya sangat berbeda dengan sekolah nyata yang tengah saya hadapi. Pendidikan kita tertinggal 128 tahun. Hingga Desember 2019, akhirnya angin segar merdeka belajar diproklamirkan kembali oleh Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim. Semangat yang sebelumnya diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara; semangat agar belajar dengan bahagia. Semangat untuk mengembangkan dan memperbaiki diri untuk memajukan lingkungan, bangsa, dan negara. Semangat untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang belajar dari berbagai sumber tapi tetap disesuaikan dengan konteks kehidupan. Sebuah idealisme yang sulit  tapi bukan tak mungkin untuk diraih, jika kita sudah mau dan mulai bergerak. Semangat belajar ini memang terdengar nekat tapi inilah yang kemudian semakin  membakar semangat.

Beberapa bulan berjalan dengan optimisme tinggi, sayang badai Covid-19 menerjang hendak menumbangkan. Wajah pendidikan kita dipaksa berubah, tapi tentu saja saya percaya semangat merdeka belajar pasti akan membukakan jalan. Ini bukan hanya tentang peningkatan kompetensi di bidang teknologi tapi lebih kepada kompetensi pedagogi kita sebagai guru, kepada esensi merdeka belajar yang sejati. Sebagai guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tujuan mengajar saja saya sederhana saja, membentuk murid saya menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais. Beruntung, Profil Pelajar Pancasila telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. PR saya adalah bagaimana mensinergiskan merdeka belajar untuk membentuk profil pelajar Pancasila di tengah pergolakan pandemi Covid 19 dalam pelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Seteluk GANESSA.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Langkah awal saya adalah dengan mengembalikan segala kepentingan kegiatan belajar mengajar ini kepada kebutuhan murid dimulai dengan melakukan tes diagnostik untuk mengetahui latar belakang para murid, kelemahan-kelemahan belajar mereka serta faktor-faktornya agar bisa diusahakan solusinya. Para murid saya berasal dari mayoritas berasal dari keluarga petani dengan tingkat pendidikan orang tua menengah ke bawah, membuat mereka tidak banyak yang memiliki fasilitas dan dukungan belajar yang memadai dari rumah. Seperti hasil tes PISA, benar tingkat literasi baca tulis, matematika, dan sains masih rendah. Ini harus ditingkatkan. Oleh karena itu saya membuat tantangan untuk  murid bernama BECAK BERIMAN alias BErpikir CAra deteKtif BErbuat caRa SenIMAN. Murid usia SMA tak suka tugas, mereka suka ditantang. Kenapa saya melakukan tantangan ini? Pertama untuk mengubah stigma mata pelajaran PPKn yang kaku dan membosankan. Kedua, meningkatkan partisipasi dan keaktifan belajar siswa. Ketiga, mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Keempat, melejitkan krativitas. Kelima, menumbuhkan kerjasama dan gotong royong. Singkatnya, guna mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Tantangan ini yang sangat berkesan adalah ketika kami mempelajari materi  Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila pada kelas XI MIPA 1 di masa Pertemuan Tatap Muka Terbatas. Begitu sempit waktu, hanya 45 menit perminggu dan agar mencukupi saya menggunakan metode pembelajaran terpadu (blended learning). Di kelas setelah menginformasikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan terpenting tujuan mengajar, dan memetakan materi secara singkat melalui pemetaan berpikir, lalu selama 2 minggu saya hanya menantang murid seperti judul tantangan ini yaitu untuk Berpikir Cara Detektif dan Berbuat Cara Seniman dengan mencari inspirasi dan informasi mengenai segala sesuatu tentang HAM secara bebas boleh melalui apa saja, buku baik fiksi dan nonfiksi, artikel, berita, esai, puisi, film, drama, video, dan sebagainya. Semakin banyak referensi mereka semakin bagus dan semakin memperkaya jurnal pribadi mereka yang dijadikan laporan. Jurnal ini dibebaskan formatnya, semakin informatif dan dekoratif semakin baik. Murid boleh membuatnya secara manual maupun digital. Secara keseluruhan hasil tantangan mereka sekelas, setidaknya ada 22 judul buku yang berbeda, empat film, 30 video, terlaris, hampir seisi kelas menjadikan video stand up comedy Pandji Pragiwaksono berjudul Pelanggaran HAM di Indonesia sebagai referensi (agaknya guru PPKn harus belajar dari para komika agar tidak terjebak dalam ceramah membosankan) selain itu ada sejumlah puisi dan delapan lagu. Saya tak memberi nilai berupa angka, pada jurnal mereka, tapi memberikan umpan balik yang bersifat positif, secara jelas, spesifik, namun tertutup, serta tak lupa memberikan tindak lanjut. Umpan balik menurut saya lebih efektif untuk pengembangan dan perbaikan kompetensi murid, sementara nilai berupa angka seringnya terkesan sebagai penghakiman semata. Bisa memuaskan bisa mengecewakan. Semua murid antusias mengumpulkan jurnal mereka dengan hasil memuaskan.

Di minggu ketiga, saya membuka ruang diskusi di kelas tatap muka, setiap murid harus membekali diri dengan pertanyaan mengenai HAM yang telah dikirim melalui Google Form sebelumnya. Setelah memilih daftar pertanyaan dan menanyangkannya di depan kelas, saya sebagai guru hanya bertindak sebagai moderator Para murid saling berbagi informasi secara aktif, berdiskusi walau tentu ada sedikit perdebatan. Di akhir pelajaran kami membuat kesimpulan, merefleksikan keseluruhan pembelajaran dan menyusun sebuah proyek bersama selanjutnya. Antusiasme siswa luar biasa, kelas terasa hidup dan meriah dengan gagasan dan sudut pandang mereka  yang kaya. Kemampuan murid semakin baik dalam menyampaikan pendapat dan beretorika.

Di minggu ke empat berdasar kesepakatan kelas, kami membuat proyek apresiasi seni bagi para pejuang HAM. Di kelas, yang menjadi perhatian terbesar kami adalah tentang pembela HAM yang seringnya menjadi korban pelanggaran HAM berikutnya. Tak ada hal yang bisa para murid perbuat untuk mengubah keadaan tersebut untuk saat ini. Setidaknya proyek ini telah membangkitkan rasa empati mereka dan membuat mereka bergerak untuk berkarya. Ini  merupakan sebuah hasil yang membanggakan saya. Karya mereka berupa puisi, lukisan, poster, pidato, lagu, musikalisasi puisi, dan sebagainya. Karya tersebut kami kumpulkan di instagram @ppknganessa. 

Membaca, menulis, berdiskusi, berkarya, serangkaian kegiatan yang dibalut semangat merdeka belajar ini diharapkan membentuk profil pelajar Pancasila yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, serta mandiri dalam tubuh SMA Negeri 1 Seteluk Ganessa. Mari menjadi manusia yang merdeka dalam belajar dan mengajar. Karena kita semua adalah murid, karena kita semua adalah guru.

Ikuti tulisan menarik Citra Rizcha Maya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu