x

Karena dinilai tidak transfaran dalam memberikan informasi kegiatan pembangunan Bendara Kualanamu

Iklan

Djohan Chaniago

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Desember 2020

Sabtu, 4 Desember 2021 19:18 WIB

Masalah Bandara Kualanamu, Dirut Angkasa Pura II dan Menteri BUMN Dipanggil Komisi VI

Merasa geregetan, karena Mentri dan Angkasa Pura II tidak terbuka atas kegiatan pembangunan Bandara Kualanamu. Komisi VI DPR RI lakukan rapat dengar pendapat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah heboh di dunia maya (media sosial), bahwa Bandar Udara (Bandara) Kualanamu, di Deli Serdang, Sumatera Utara telah dijual kepada salah seorang pengusaha asal India, membuat Komisi VI DPR RI jadi penasaran. Komisi memanggil Menteri BUMN dan Angkasa Pura II untuk rapat, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/12/2021). 

Komisi VI ingin mengetahui sejauh mana kebenaran informasi tersebut. Menurut politisi Partai Gerindra Andre Rosiade, anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi urusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kKegaduhan di media sosial itu terjadi karena lemahnya public relations (PR) pemerintah, baik itu pada pihak Kementerian BUMN, maupun dari pihak Angkasa Pura II, tidak transparan dalam menyampaikan informasi.  

Dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta itu. Kementerian BUMN yang diwakili Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, dan menjelaskan bahwa, dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara itu dilakukan oleh GMR Airports Consortium, selaku pemenang  tender.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bandara Internasional Kualanamu adalah 100 persen Aset milik negara, yang dikelolah oleh BUMN, melalui PT Angkasa Pura II (Persero) disingkat dengan nama AP-II. Melakukan kerjasama dengan GMR Airports Consortium, dalam bentuk Joint Venture Company (JVCo), dengan cara. AP-II menguasai saham 51 persen, dan GMR Airports Consortium memegang 49 persen saham. 

Untuk Pelaksanaan pembangunan revitalisasi Bandara Kualanamu  itu akan dimulai, setelah adanya penanda tanganan kontrak kerjasamanya yang akan dilakukan pada tanggal, 23 Desember 2021 mendatang. Kerja sama sistem BOT (Build Operate Transfer) itu untuk jangka waktu selama 25 tahun. Setelah jangka watu tersebut berakhir, penanganan Bendara itu kembalikan ditangani oleh PT Angkasa Pura II.

Lebih jauh Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, setelah dilakukannya penanda tanganan kontrak, pada tanggal 23 Desember 2021 nanti, pihak GMR dana Apron payment kepada Indonesia sebesar Rp 1,58 triliun. Dan itu untuk me-revitalisasi Bandara di Silangit, Sumatera Utara. Dengan demikian, tidak ada pengalihan atau Angkasa Pura II menjual aset kepada pihak asing, kata Arya Sinulingga.

" Dalam komitmen perjanjian kerjasama investasi selama 25 tahun, antara PT Angkasa Pura II dengan pihak GMR, selaku pengelolah Bandara Kualanamu. Maka pihak GMR punya kewajiban memberikan dana investasi sebesar Rp 56 triliun kepada PT Angkasa Pura II. Pada tahap awal, untuk tiga tahun pertama. Setelah penanda tanganan kontrak, pada tanggal 23 Desember 2021, pihak GMR diharuskan membayar dana investasi Rp3 triliun, kepada PT AP.   

Berdasarkan data yang dihimpun oleh salah seorang wartawan seniao (Group Tempo) terungkap. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat Bandara Kualanamu adalah bekas area perkebunan PT PN II Tanjung Morawa, berada di kecamatan Beringin, kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dengal luas lahan 1.365 hektar. Lahan ini telah dibebaskan oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II pada Tahun 1997.

Peralihan laha itu dilakukan, berdasarkan Keppres Nomor 76 Tahun 1994, Serta 2 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 41 Tahun 1995, kemudian dilakukan Studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Setelah dianggap layak, lahan tersebut untuk dijadikan Bandara Kualanamu, terbitlah Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK.7/LT.504/PHB.98.   

Beranjak dari Surat Keppres tersebut, ditindaklanjuti dengan MOU antara pemerintah c.q. PT. (Persero) Angkasa Pura II dengan PT. Citra Lamtoro Gung Persada. Sebagaimana Rencana pada tahap awal, landasan (runway) Bendara Kualanamu ini akan dibangun sepanjang 3.750 meter. Dengan harapan, akan mampu didarati oleh pesawat jenis B 747-400, dan mampu menampung 10 juta penumpang.

Berdasarkan rencana untuk tahap awal Pembangunan Fasilitas darat, dari pembangunan Bandar Udara Kualanamu itu menelan dana sebesar US$ 225 juta, pembiayaan ini rencananya diperoleh dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) , sedangkan untuk Pembangunan Fasilitas Sisi Udara dari (PT. Persero) Angkasa Pura II sebesar Rp 1,2 triliun. Pembangunan bendara ini diharapkan selesai dan dapat beroperasi pada tahun 2010. Tetapi sayangnya MOU ini tidak berjalan, karena memburuknya keadaan ekonomi Indonesia.  

Terkait dengan keadaan ekonomi Indonesia yang sedang memburuk pada saat itu, Presiden mengeluarkan Surat Penangguhan, untuk pelaksanaan pembangunan Bendara Kualanamu  tersebut, sebagaimana dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1997, dan pada tahun 2002 keadaan kondisi perekonomian Indonesia kembali membaik. Pembangunan Bandar Udara Kualanamu dilanjutkan kembali sesuai dengan Keppres Nomor 15 Tahun 2002.   

Setelah 12 tahun berlalu, tepatnya pada tanggal, 27 Marer 2014. Proses pembangunan Bandara Kualanamu selesai dibangun, ketika itu Presiden RI dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyo (SBY), langsung menanda tangani batu prasasti, sebagai simbol Bandara udara internasional Kualanamu selesai dibangun, dan resmi untuk digunakan oleh masyarakat umum.

Setelah 7 tahun, dari tanggal 27 Marer 2014. Kontrak kerjasama dalam pengelolaan Bandar udara internasional Kualanamu kembali dilakukan, antara PT. Persero Angkasa Pura II dengan  dilakukan GMR Airports Consortium, dalam bentuk Joint Venture Company (JVCo), untuk meningkatkan grafiek kunjungan Warga negara Asing dari Asia selatan, khususnya dari India, Pakistan, Sri Lanka ke Indonesia, melalui Pelabuhan Bandar Udara Kualanamu.  

Menurut Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin, dalam penjelasannya mengatakan. Pengelolaan dan pengembangan Bandara Internasional Kualanamu dilakukan dengan skema kemitraan strategis, berjangka waktu 25 tahun. Dengan nilai kerja sama sekitar US$6 miliar, termasuk investasi dari mitra strategis sedikitnya Rp15 triliun. " Hal ini dilakukan oleh GMR Airports Consortium sebagai pemenang tender," kata Awaluddin dalam siaran persnya.  

Awaluddin juga menjelaskan, skema kemitraan strategis ini akan menggabungkan sumber daya yang dimiliki AP II, sehingga dapat mengakselerasi pengembangan pelabuhan Bandara Internasional Kualanamu, sebagai pintu gerbang utama internasional bisnis di wilayah barat Indonesia. “ Dari itu, AP II menggandeng GMR Airports Consortium sebagai Mitra. Untuk memperkuat konektivitas internasional, guna mewujudkan 3E yaitu Expansion the traffic, Expertise sharing dan Equity partnership.” kata Muhammad Awaluddin (Djohan Chaniago). 

Ikuti tulisan menarik Djohan Chaniago lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler