x

Mudik dengan bus di masa pageblug. Antara/Fakhri Hermansyah

Iklan

Adhi Surya Putra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Desember 2021

Selasa, 4 Januari 2022 07:11 WIB

Harga Diri dan Merantau di Minangkabau

Artikel ini akan membahas bagaimana pentingnya Merantau dalam harga diri masyarakat Minangkabau

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Harga Diri dan Merantau di Minangkabau

Harga diri merupakan hal yang erat hubungannya dengan nilai sosial di masyarakat dan rasa malu. Dalam Minangkabau, nilai-nilai ini didasarkan kepada syarak dan kitabullah. Harga diri ini kemudian menimbulkan pemikiran dalam bekerja dimana kita harus memiliki kegunaan dan berkontribusi kepada masyarakat. Kemudian rasa ini juga menimbulkan rasa bersaing diantara individu yang digambarkan dalam pepatah berikut.

“baa dek urang, baa dek awak”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika orang lain bisa, maka kita juga bisa melakukan hal yang sama. Jika kita tidak mampu maka akan menghasilkan rasa malu karena kalah dalam kompetisi yang akan semakin membesarkan api persaingan. Dapat dikatakan bahwa persaingan dan rasa iri serta malu menjadi kayu bakar untuk membakar semangat kita dalam berbuat kebajikan dan mengembangkan kemampuan serta kedudukan sebagai pemuda-pemudi Minangkabau. Tetapi tentu saja dalam kobaran api akan terjadi juga benturan dan konflik. Dalam menjaga harga diri, salah satu cara dalam upaya meninggikan martabat serta kemampuan pribadi adalah dengan merantau ke luar nagari (daerah). Dengan begitu, kita dapat menggunakan ilmu dan nilai-nilai yang kita miliki serta beradaptasi dengan lingkungan. Dalam Minangkabau, beradaptasi merupakan sebuah keharusan. Seperti yang disebutkan pada pepatah dibawah ini.

“dima bumi dipijak disinan langik dijunjuang

Setiap daerah memiliki peraturan dan nilai-nilai sosial yang berbeda. Maka sebagai perantau yang bukanlah bagian masyarakat pribumi, kita wajib untuk menjunjung nilai yang mereka miliki. Tetapi tentu saja nilai yang berada pada masyarakat berbeda dengan di nagari sendiri. Perbedaan ini lah yang kemudian menjadi sebuah ujian bagi kita untuk memilah dan tidak melupakan jati diri sebagai perantau. Bagi masyarakat Minangkabau, merantau merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi individu agar dapat menjaga martabat dan harga diri keluarga dan dirinya sendiri.

“Karantau mandang di ulu

Babuah babungo balun

Marantau bujang daulu

Di rumah baguno balun”

Dalam perantauannya, akan terdapat perbedaan nilai yang dimilikinya dengan nilai yang berada di masyarakat. Untuk itu, perantau dari Minangkabau harus mampu ‘beradaptasi’. Menurut saya, kemampuan ini dapat dikatakan sebagai kompetensi utama seorang perantau untuk bersosialisasi baik dengan sesama Minangkabau ataupun dengan orang manapun.

Ikuti tulisan menarik Adhi Surya Putra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB