x

Iklan

Janwan S R Tarigan (Penggembala Kerbau)

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Agustus 2020

Minggu, 23 Januari 2022 19:00 WIB

Dus dan Ketimpangan Pendidikan

Pendidikan menjadi kata kunci paling sering dalam berbagai upaya menjawab persoalan kehidupan. Meminjam istilah Nelson Mandela, pendidikan adalah senjata paling mematikan karena dapat mengubah dunia. Beragam konflik yang terjadi di Tanah Papua belakangan ini membuat kita berpikir bagaimana kondisi pendidikan di daerah itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendidikan sudah menjadi kata kunci paling sering muncul dalam berbagai upaya menjawab persoalan kehidupan. Meminjam istilah Nelson Mandela, pendidikan senjata paling mematikan di dunia, karena pendidikan dapat mengubah dunia. Beragam konflik yang terjadi di Tanah Papua belakangan ini membuat kita berpikir bagaimana kondisi pendidikan di daerah itu?

 

Sialnya adalah kita sudah terbiasa dengan kesenjangan dan tidak ada usaha untuk melepaskan diri.

 

Dia adalah adik dari saudara saya Timinus Gwijangge, namanya Dus Gwijangge. Dus adik saya juga. Mereka berasal dari Papua, tepatnya di bagian pegunungan tengah di kabupaten Nduga distrik Kurigi Nirkuri, kota besarnya Wamena.

 

Pada bulan Mei tahun 2018, Dus tiba di kota studi Malang untuk melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Malang. Saat ini masih menunggu hasil tes SBMPTN yang tinggal menghitung hari. Bagaimana ya pengumumannya nanti hehe. Deg deg an..

 

Terkait persiapan, jujur saya sedikit banyak ragu akan hasilnya nanti. Bukan tanpa alasan keraguan tersebut. Dus sampai di kota Malang seminggu sebelum ujian SBMPTN. Tidak ada masalah sebenarnya kapan sampainya asal jangan setelah ujian baru sampai. Hehe.

 

Herannya adalah Dus ternyata baru tahu apa itu SBMPTN, sistemnya bagaimana atau strategi lebih tepatnya, bagaimana menyesuaikan minat dan kemampuan, peluang dan persaingannya, harus jawab berapa target, sistem jawabannya seperti apa. misal benar-benar berhubungan jawabannya A atau 1 2 3 4 benar atau salah jawabannya E. Agak ribet dan terlalu mepet saya kira untuk seorang Dus yang baru sampai satu minggu sebelum ujian. Syukur-syukur ada kakaknya yang sudah kuliah di Malang. Kami berusaha mengajarkan dengan waktu demikian. Namun tetap saja waktu persiapan terlalu pendek. Ah tapi kita tunggu saja hasilnya.

 

Padahal saingannya dari pulau lain; Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi yang tidak kita ragukan dan tidak dapat kita tutup-tutupi jauh lebih maju dari Papua dalam hal pendidikan khususnya, khususnya lagi adik Dus Gwijangge. Saingannya dari pulau lain (diluar Papua) mungkin sudah ikut bimbingan belajar/les intensif dan persiapan  lainnya sebelum menghadapi ujian. Tentu hal tersebut adalah bagian dari KESENJANGAN di negeri ini. Dan hal tersebut tidak boleh kita biarkan berlangsung berlarut-larut. Ini masalah serius.

 

Sialnya adalah, Dus ternyata seorang yang memiliki semangat belajar yang tinggi, rendah hati dan berani. Saya senang dengan itu. Sayang tidak sesuai dengan pendidikan di tempatnya. Saya sedih dengan itu.

Sebagai bukti semangatnya adalah ketika kakaknya Timinus menyuruh dia belajar bahasa Indonesia (karena memang belum mengerti bahasa indonesia dengan baik) dengan membaca dan menulis. Benar dia lakukan itu dengan tekun. Bahkan hampir-hampir mulai bangun pagi sampai tidur lagi malam hari. Sungguh! Semoga tercapai cita-citamu saudaraku.

 

Dan apakah kita sebagai satu kesatuan bangsa Indonesia tidak tergerak akan hal itu?  Akan perjuangan saudara kita!

 

Saya rasa ini menjadi masalah kita bersama. Tidak cukup hanya menuntut pemerintah, apa upaya mereka? Karena sesungguhnya upaya mereka sudah banyak. Karena sesungguhnya orang-orang yang kita namakan Pemerintahan juga adalah manusia, terbatas. Selalu menuntut dan mempertanyakan upaya mereka hanya akan membuat mereka galau dan tidak efektif dalam menjalankan visi.

 

Kesalahan besar kita adaalah menyalahkan mereka yang tidak sadar. Seharusnya kita yang sadar menyadarkan yang tidak sadar, agar kita sama-sama sadar.

 

Mari mulai dari setiap kita. Berikan dampak sekecil apapun itu untuk kebaikan bangsa ini. Khususnya bagi saudara kita Papua. Sudah terlalu lama kita hanya mengamati kesenjangan ini, kesengsaraan. Dan kita akan terus jadi pengamat? Tanpa berbuat. Tentu tidak. Saya yakin kita sepakat dengan hal itu.

 

Di setiap daerah/kota saya yakin ada teman-teman kita yang  berasal dari papua. Entah itu bersekolah, kuliah atau bekerja atau bahkan sudah berkeluarga dan menetap. Ayo rangkul mereka. Khususnya bagi teman-teman papua yang sedang menempuh pendidikan di daerah/kota kita masing-masing. Mereka butuh uluran tanganmu. Papua menanti mereka.

 

Yakinlah ketika kita sepakat secara menyeluruh semua elemen bangsa, kesenjangan akan perlahan kalah oleh persaudaraan kita sebagai bangsa, bangsa indonesia.

 

Saat itulah Indonesia yang sebenarnya. Saat itulah kita bisa berbangga ketika upacara bendera, ketika setiap orang dengan lantang membacakan Pancasila tanpa meragukan kebenarannya lagi, seperti saat ini.

 

Dugaanku terjadi, Dus tidak lulus. Namun semangatnya lebih dari nilai sebuah kelulusan. Karena Dia sudah sepakat dengan dirinya, untuk belajar terus dan terus belajar tanpa dibatasi oleh berapa kali harus mencoba baik gagal maupun berhasil, kesimpulannya tetaplah belajar lagi. Tapi lebih penting, pemerintah harus turun tangan membenahi serius pendidikan di Tanah Papua.

 

Sedikit cerita ini barangkali tidak dapat memotret lengkap bagaimana persoalan pendidikan di Bumi Cenderawasih, akan tetapi setidaknya menjadi suatu pengantar untuk memahami. Konflik yang terjadi belakangan tidak lepas dari sengkarut pendidikannya. Terjadi ketimpangan luar biasa sosial-ekonomi yang menimbulkan kecemburuan sosial yang melahirkan konflik, utamanya di bidang pendidikan. Maka, harus dibenahi.

Ikuti tulisan menarik Janwan S R Tarigan (Penggembala Kerbau) lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler