x

Aktivitas jual beli di pasar tradisional Pasar Paseban, Jakarta, 21 Oktober 2017. Saat ini PD Pasar Jaya tengah fokus menyelesaikan revitalisasi 16 pasar tradisional hingga akhir tahun 2017. TEMPO/Subekti.

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 2 Februari 2022 15:04 WIB

Segera Jadi Barang Langka, Mau Beli NFT Minyak Goreng Kemasan?

Dalam waktu tidak lama lagi minyak goreng mungkin akan jadi barang yang semakin langka di negeri ini, banyak dicari tapi sukar dijumpai. Mungkin saja akan ada yang menjual NFT minyak goreng di OpenSea sebagai kenang-kenangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Dalam waktu tidak lama lagi minyak goreng mungkin akan jadi barang yang semakin langka di negeri ini, banyak dicari tapi sukar dijumpai. Di pasar tradisional harga tetap tinggi, di minimarket yang katanya Rp 14 ribu per liter berkat subsidi dari negara, minyak goreng susah dijumpai. Habis, kata pegawai minimarket.

Begitulah rakyat kita, menyaksikan minyak goreng dengan harga dinormalkan paksa [normalized price], dengan cepat minyak itu diserap wajan penggorengan di dapur rumah tangga dan warung-warung. Begitu kabar beredar bahwa minyak goreng dijual Rp 14 ribu, minimarket langsung diserbu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada yang menyebut telah terjadi panic buying. Panic buying ibu-ibu dan mang-mang itu masih dalam batas wajar dan tidak perlu ditanggapi dengan nada sinis. Selama beberapa pekan, harga minyak melambung dan para pejabat berwenang tidak terlihat aksinya untuk menormalkan. Justru harga minyak yang tinggi dan di luar kenormalan itulah yang mestinya disinisi.

Ibu-ibu dan pemilik warung kaki lima sudah berminggu-minggu menahan diri untuk membeli minyak goreng yang harganya tak terjangkau. Caranya dengan memakai ulang minyak goreng beberapa kali lebih banyak dibanding biasanya. Tidak sehat memang, tapi itulah cara yang mungkin dilakukan untuk menyiasati anggaran rumah tangga agar tidak minus gegara tersedot minyak goreng.

Mang-mang pengelola warung maupun gorengan pun memutar otak untuk tidak menaikkan harga makanan. Jika harga makanan dinaikkan, pelanggan akan berkurang. Sama saja kiatnya dengan ibu-ibu, minyak dipakai ulang lebih sering dengan lebih dulu disaring pakai tepung agar minyak kembali jernih. Meskipun kandungan nutrisi sudah jauh berkurang, yang penting bisa dipakai untuk menggoreng.

Begitulah praktik kehidupan di kalangan bawah yang mungkin tidak pernah dilihat, diperhatikan, apa lagi dialami oleh para anggota DPR yang tidak kedengaran suaranya menjerit karena harga minyak melangit. Para menteri perekonomian juga happy-happy saja sebab mereka tidak pernah ke dapur dan tidak pernah berebut beli minyak goreng.

Subsidi mungkin meringankan rakyat, tapi hanya untuk sementara waktu. Sampai kapan negara akan mensubsidi. Jika subsidi berlangsung lama, anggaran negara bakal tersedot cukup banyak. Lagi pula, rakyat sebenarnya hanya sedikit menikmati keringanan berkat subsidi. Justru para pengusaha besar pemilik kebun sawit dan produsen minyak goreng yang keenakan, sebab dengan adanya subsidi dari negara, mereka tetap bisa menjual dengan harga tinggi. Jadi para pengusaha ini happy-happy saja.

Pemerintah mestinya mengurus perkara harga minyak goreng ini hingga ke akarnya, bukan memakai jurus mudah subsidi. Tindakan harus diambil untuk memaksa para produsen CPO dan minyak goreng untuk memasok dengan baik kebutuhan dalam negeri. Jangan dibiarkan mencari untung setinggi mungkin di pasar luar negeri, tapi membiarkan bangsa sendiri megap-megap tak terpenuhi kebutuhannya. [Ngomong-ngomong, menurut BPIP, apakah praktik ekonomi seperti ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila? Mereka mestinya mengkaji praktik ekonomi seperti ini dan memberi masukan kepada pemerintah.]

Ngomong-ngomong juga perihal harga minyak goreng yang masih wow, berita utama Koran Tempo Senin, 31 Januari 2022, ini bisa menyediakan wawasan mengenai kemungkinan penyebabnya. Isi beritanya tentang dugaan adanya kartel minyak goreng yang melibatkan empat produsen besar. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), seperti dikutip Koran Tempo, mereka mengatur pasokan minyak goreng beserta harganya. Empat produsen besar itu menguasai 46,5% pasar minyak goreng nasional. Secepat apa KKPU mengungkap masalah serius ini?

Nah, andaikan dugaan itu terbukti benar, apa yang bisa dan akan dilakukan pemerintah? Jurus satu-dua yang cuma bertahan sebulan-dua-bulan seperti penghentian larangan ekspor batubara, atau jurus mematikan yang membuat pasar minyak goreng jadi benar-benar sehat? Sedih bukan bila negara kalah oleh korporasi lantaran jurus yang diterapkan pemerintah tidak jitu? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu