x

Nurhayati di Kantor Kejati Jabar pada Sabtu (26/2). Foto: Dok. Istimewa

Iklan

djohan chan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2019

Senin, 28 Februari 2022 09:59 WIB

Menko Polhukam Satukan Pendapat Polri dan Kejaksaan Agung, Kasus Hukum Nurhayati Tidak Dilanjutkan

Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditujukan kepada seorang Ibu Nurhayati, Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundur, yang telah diserahkan Kepolisi Resor Kota (Polresta) Cirebon, kepada Kejaksaan Negri Kabupaten Cirebon, karena sudah P21, tidak perlu dijadikan sebagai “ permen karet,” tarik ulur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditujukan kepada seorang Ibu Nurhayati, Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundur, yang telah diserahkan Kepolisi Resor Kota (Polresta) Cirebon, kepada Kejaksaan Negri Kabupaten Cirebon, karena sudah P21, tidak perlu dijadikan sebagai “ permen karet,” tarik ulur.

Kasus Ibu Nurhayati ini semula ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) Kepolisian, dari penyelidikan hingga ke tingkat penyidikan. Ketika dalam transisi itu, polisi mempunyai hak dan wewenang untuk meneruskan atau menghentikan perkara tersebut. Demikian halnya, kalau perkara itu sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan (P21), maka perkara itu menjadi wewenang dan tanggung jawab APH dari Kejaksaan, artinya bukan lagi menjadi wewenang Polisi.    

Contoh hak dan wewenang itu, misalnya, ketika penyelidikan dilakukan polisi tersangka itu kemudian ditahan, hingga ketingkat Penyidikan selesai P-21, maka itu adalah hak dan wewenang polisi. Demikian selanjutnya, ketika perkaranya sudah dilimpahkan oleh polisi kepada jaksa Penuntut Umum (JPU), maka hak dan werwenang JPU bisa dan tidak menahan tersangka. Polisi-pun tidak bisa melarangnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalaupun dalam perkara kasus dugaan korupsi, atas nama Ibu Nurhayati ini menimbulkan Polemik, dengan alasan, tersangka ditangkap dan ditahan, tanpa disertai bukti yang cukup, lalu dibebaskan oleh Jaksa, maka ini merupakan hak Jaksa. Tetapi, secara prosedur. Apabila dalam proses hukum dari perkara tersebut dinila tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP, maka oknum Polisi dan Jaksa itu wajib dikenakan sanksi, sebagaimana hukum yang berlaku.  

Masalah Ibu Nurhayati ini sempat menyita perhatian sejumlah pengamat dan pakar hukum di Indonesia. Karena, Ibu Nurhayati ini pernah membongkar kasus dugaan praktik tidak pidana korupsi Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundur, Kabupaten Cirebon, tahun anggaran 2018-2020, dan Ibu ini selaku Kepala Urusan (Kaur) Keuangan di Desa tersebut. Semestinya sebagai saksi pelapor yang layak dilindungi, tetapi justru dijadikan tersangka.

Menurut Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, Nurhayati ditetapkannya sebagai tersangka, sebagaiaman yang tertuang dalam pasal 66 Permendagri Nomor 20 tahun 2018 yang mengatur masalah tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan. Seharusnya Nurhayati menyerahkan uang anggaran Dana Desa tersebut kepada Kasi Pelaksana Anggaran, tapi bukan kepada Kepala Desa Citemu (Supriyadi).

“Dari dua alat bukti tersebut, status Nurhayati dari saksi menjadi tersangka, bersama Supriyadi. Kemudian berkas berita acara perkara ini di koordinasikan dan di konsultasikan kepada JPU, karena perkaranya masih P-19. Sehingga Polresta Cirebon melakukan penyidikan ulang, untuk melengkapi berkas, sesuai petunjuk Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, hingga diterima menjadi P-21,” kata Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, kepada wartawan di Mapolres Cirebon Kota, Jalan Veteran, Kota Cirebon, Sabtu (19/2). 

Masalah Nurhayati ini sempat menjadi viral, sehingga menyita perhatian sejumlah pengamat dan pakar hukum di Indonesia, karena adanya bocoran yang mengatakan bahwa, Nurhayati dijadikan tersangka, tetapi APH tidak menemukan bukti, Nurhayati ada turut serta menerima, atau menikmati uang dari hasil dugaan tidak pidan korupsi yang diduga dilakukan Kepala Desa Citemu Supriyadi, justru ia (Nurhayati) sebagai saksi pelapor, malah dijadikan tersangka.

Menanggapi kasus ini, Suparji Ahmad, salah seorang pakar hukum dari Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut) mengatakan, “ Apabila ada untuk kepentingan umum dalam hal ini, maka Jaksa Agung-lah yang berwenang, mengesampingkan perkara, berdasarkan asas oportunitas dan dominis litis Jaksa. Maka, penyidik agar menghargai lembaga prapenuntutan sebagaimaba diatur KUHAP,” jelas Suparji Ahmad.

Terkai dalam kasus Nurhayati ini, SA Institut berharap, kedepannya Polri lebih selektif dalam menindaklanjuti perkara. “Penyidik harus sensitifitas terhadap keadilan, khususnya dalam menindaklanjuti perkara. Kasus ini harus menjadi pelajaran, karena dikhawatirkan APH akan susah mendapatkan informasi, karena masyarakat merasa takut kembali dijadikan tersangka, seperti Nurhayati, ” kata SA Institut.

Ibu Nurhayati, menduduki jabatan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundur, Kabupaten Cirebo. Adalah bawahan dari Kepala Desa Supriyadi. Karena merasa sudah lebih dari 16 kali menyerahkan anggaran dana Desa Citemu sebesar Rp 818 juta, tahun anggaran 2018 - 2021, namun dana itu diduga untuk kepentingan pribadi Supriyadi, tapi bukan untuk pembangunan desa. Sehingga Nurhayati menceritakannya kepada Lukmanul Hakim, selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu.

Maksud tujuan Nurhayati, laporan secara lisan dan tertulis, dengan menggunakan Kop dan Stempel, serta tanda tangan Ketua BPD itu, untuk dilaporkan ke Polisi. Agar kucuran dana dari Pemerintah untuk selanjutnya dapat diterapkan dalam pembangunan desa. Selain untuk membuat efek jera oknum Kades tersebut. Menurut Nurhayati, laporannya itu disampaikan melalui Ketua BPD, agar dirinya (Nurhayati) terlindungi dari ancaman.

Tetapi akhirnya, ia (Nurhayati) tidak mengira, Nurhayati dijadikan tersangka oleh Polisi. Terkait dalam hal ini, Ketua BPD Citemu (Lukmanul Hakim) mengakui bahwa ia yang menyuruh Nurhayati membuat rincian laporan ke Polisi itu dengan menggunakan Kop dan Amplop BPD Citemu. Untuk melindungi Nurhayati, “Tetapi saya tidak tahu, akhirnya Nurhayati dijadikan tersangka oleh Polisi,” kata Lukman.

Menanggapi kisruhnya masalah Nurhayati, kini Menko Polhukam Mahfud MD melakukan koordinasi bersama Polri dan Kejaksaan Agung, untuk tidak akan melanjutkan perkara Nurhayati. "Insyaallah status tersangka tidak dilanjutkan. Tinggal formula yuridisnya," ujar Mahfud dikutip dari akun twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Minggu (27/2). 

Karena itu, Mahfud meminta Nurhayati tidak perlu lagi datang ke Kemenko Polhukam. Sebab, kasus ini sudah ditangani dengan baik oleh Polri dan Kejaksaan. Demikian akhir dari perjalann kasus Nurhayati, dari seorang pelapor, hingga menjadi tersangka. Semoga masalah seperti ini tidak terulang, karena masih banyak kasus yang belum terungkap, tanpa bantuan informasi dari masyarakat APH akan kehilangan jejak (Djohan Chaniago).  

Ikuti tulisan menarik djohan chan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini