x

Gambar sesuai narasi teks

Iklan

yuanita widiastuti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 November 2021

Rabu, 9 Maret 2022 06:47 WIB

Sastra Berjejak Realita dan Perspektif Interdisipliner

Sastra tetaplah berdiri sebagai karya yang berjejak realita. Ia hadir sebagai bentuk impian pengarang alam karyanya, tertuang dalam ideologi serta obsesinya sendiri. Karya sastra akan selalu lekat dengan kehidupan si pengarang. Sastra juga tidak hanya tentang pengetahuan meningkatkan keterampilan berbahasa. Ia pun bersanding dengan disiplin ilmu berbeda. Kajian sastra yang tidak hanya berkutat pada satu disiplin ilmu tersebut (interdispliner) mengalami kemajuan pesat di Amerika dan Eropa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sastra tetaplah berdiri sebagai karya yang berjejak realita. Ia hadir sebagai bentuk impian pengarang yang ditumpahkan ke dalam karyanya. Cita-cita yang hadir dalam cerita adalah bentuk harapan yang tertuang dalam ideologi serta obsesinya sendiri. Oleh karena itu karya sastra akan selalu lekat dengan kehidupan pengarangnya.

 Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy adalah salah satu contoh wujud nyata realita pengarang yang muncul dalam setiap bagian cerita. Sebagai pengarang yang pernah menempuh pendidikannya di Mesir, Habiburrahman El Shirazy mampu menghadirkan cerita dengan memunculkan latar Mesir melalui deskripsi yang menawan.

Mari sedikit bernostalgia pada novel angkatan 66 karya Mira W berjudul Jangan Ucapkan Cinta. Kisah yang ditampilkan menghadirkan tokoh dokter yang diulas secara apik. Profesi dokter yang disandang oleh Mira W rupanya membawa pengaruh besar dalam cerita yang ditulisnya. Roman percintaan yang diangkat dalam cerita tidak jauh dari kehidupannya sebagai seorang dokter. Munculnya tokoh-tokoh dokter dalam novel yang ditulis adalah sebuah pembuktian sederhana bahwa karya sastra tidak akan jauh dari kehidupan penulisnya.       

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dua contoh novel tersebut sejalan dengan pendapat Pramoedya Anantatur dalam Thayf (2021) yang menyatakan bahwa realitas dan fakta adalah sebagian dari kebenaran. Hal tersebut memberikan penggambaran bahwa karya sastra adalah sebuah realita yang ditampilkan oleh penulisnya namun tidak secara utuh kisah yang ditampilkan adalah pengalaman pribadi yang dialami. Hal tersebut karena faktor interfensi imajinasi yang memang seharusnya muncul dalam karya sastra. Ranah etis dan estetis tentu menjadi faktor yang tidak boleh terlewatkan dalam setiap penciptaannya.

Realitas menjadi sisi yang dimanipulasi sedemikian rupa oleh penulisnya sebagai bentuk dari berbagai kepentingan. Kepentingan tersebut misalnya agama, ekonomi, sosial, budaya atau aspek yang lain. Berakar dari beberapa aspek tersebut, maka sesungguhnya sastra tidaklah teralienasi dari disiplin ilmu yang lain.

Membaca karya sastra sesungguhnya memberi kekayaan informasi bagi pembaca. Saat membaca Novel berjudul Laskar Pelangi, misalnya, pembaca akan dibawa dalam cerita dengan setting indah di Pulau Bangka Belitung. Selain itu pengarang juga menampilkan ragam bahasa yang khas dan dapat menambah pengetahuan bagi pembacanya. Pengetahuan yang muncul dalam karya sastra dari berbagai aspek ini mampu mengembangkan sastra sebagai kajian yang dapat menjalin hubungan dengan disiplin ilmu lainnya. Sastra tidak hanya tentang pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa namun dapat hadir dan bersanding dengan disiplin ilmu yang berbeda. Kajian sastra yang tidak hanya berkutat pada satu disiplin ilmu tersebut mengalami kemajuan yang pesat terutama di Amerika dan Eropa yang disebut dengan perspektif interdisipliner (Wibowo: 2010).

Perspektif interdisipliner tidak lagi mengisolasi sastra karena disiplin ilmu yang melekat dapat hadir sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pembaca. Novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye adalah contoh dari sekian novel yang ditulis dengan tema penegakan hukum. Konflik politik yang diulas dalam cerita menggambarkan kehidupan negeri yang semakin berantakan dengan pergolakan rezim dan kontrol dari pergolakan dalam peristiwa pencalonan presiden. Novel tersebut menampilkan adanya tokoh seorang petarung sejati bernama Thomas yang tetap memilih jalan kebenaran di tengah carut-marut negeri untuk membela kehormatan. Novel tersebut seolah menggemakan betapa pentingnya menentukan pilihan antara akhir yang baik dan akhir yang buruk. Seperti perkataan teman Opa Thomas yang menyatakan bahwa penentu akhir baik dan akhir buruk adalah kepedulian.

Masalah yang muncul dalam novel tersebut bisa dihubungkan oleh pembaca dengan realita yang dihadapi dalam kehidupan nyata saat ini. Aspek sosial dan politik dikuak secara tajam. Pembaca yang tergugah akan melihat dan memaknai persoalan yang muncul dalam cerita dengan menemukan solusi pada akhirnya. Solusi tersebut adalah bentuk ideologi dari pengarang yang ingin disampaikan kepada pembaca bahwa betapa pentingnya sikap peduli untuk menentukan keberlangsungan hidup yang lebih baik.

Potret kehidupan yang ditampilkan dalam novel tersebut pada hakikatnya menawarkan model ideal kehidupan. Hal tersebut dibangun dengan unsur intrinsiknya (Noviarini, 2021). Permasalahan yang termuat dalam novel akan ditinjau dari sudut pandang berbeda bergantung dari disiplin ilmu yang melekat pada diri pembaca. Perbedaan persepsi bukan tidak mungkin akan muncul. Namun semua akan bermuara pada terjawabnya permasalahan yang dihadapi oleh pembaca secara umum. Inilah fungsi kajian sastra dalam perspektif interdisipliner.

Bukan hanya itu, kajian sastra interdisipliner juga akan memperkaya khazanah pengetahuan tentang manusia yang memiliki banyak tipe dalam menyuarakan keinginannya. Misalnya tentang penyimpangan perilaku yang dilakukan, hal yang biasa atau tidak biasa, bentuk kecewa yang dimunculkan dan persoalan lainnya.

Pada akhirnya, sastra yang pada awalnya hanya dikaji oleh sastrawan atau pakar sastra selanjutnya akan lebih berkembang pada disiplin ilmu lain. Hal ini terjadi karena realitas yang dimunculkan pada karya sastra dapat berkembang dan dipahami oleh masyarakat luas dengan beragam disiplin ilmu yang melekat. Maka sastra berjejak realita sesungguhnya bisa dipahami sebagai bentuk karya yang akan mudah dekat di hati pembaca. Singkat kata sastra berjejak realita mampu mendekatkan sastra pada disiplin ilmu lainnya sedangkan pembahasan karya sastra dalam perspektif interdisipliner menegaskan cara pandang terhadap realitas.

 

Daftar Pustaka

Noviarini, Tiara. 2021. Ideologi Feminisme pada Hikayat Minangkabau. Jurnal Inovasi Penelitian. Vol.1 No.8.

Thayf, Anindita S. 2021. Realitas dan Karya Sastra. Diunduh tanggal 7 Maret 2021 dari https://www.jawapos.com/minggu/halte/07/02/2021/realitas-dan-karya-sastra/.

Wibowo, Agus. 2010. Meretas Sastra Interdisipliner. Diunduh tanggal 7 Maret 2021 dari http://sastra-indonesia.com/2010/07/meretas-sastra-interdisipliner/.

 

Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Kraksaan dan Saat Ini Sedang Menempuh Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Islam Malang

 

           

           

Ikuti tulisan menarik yuanita widiastuti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu