x

Mengenalkan sastra kepada sejak dini.\xd (Sumber: Pixabay)

Iklan

yuanita widiastuti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 November 2021

Rabu, 9 Maret 2022 19:54 WIB

Sastra Anak dan Pendidikan Karakter; Telaah Sederhana Pembelajaran Sastra Interdisipliner


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pola pikir anak yang mulai bertransformasi baik dari sisi budaya dan kehidupannya memberikan tantangan tersendiri dalam dunia sastra. Mereka adalah penikmat bacaan, peniru ulung, hingga juri autentik kelayakan bacaan. Dalam setiap aktivitas membacanya mereka menikmati, merasa, lalu tenggelam sebagai bagian dari tokoh dalam cerita. Mereka berimajinasi dalam setiap alurnya. Maka, sastra anak adalah bagian penting yang perlu dikaji.

 Rosid (2021) menyebut Sastra anak dalam bentuk cerita memiliki manfaat sebagai bahan pembentukan karakter. Nilai yang muncul dalam cerita misalnya semangat, menjaga kebersihan, menjaga kelestarian lingkungan, menyayangi orang tua, dan gotong royong adalah aspek yang akan mudah ditiru oleh sasaran pembacanya. Siapa lagi jika bukan kaum anak-anak. Walau sejatinya penikmat sastra anak bukan hanya dibatasi untuk anak. Orang tua pun bisa membacanya. Kenyataannya saat ini sastra anak telah berkembang sebagai karya yang memiliki daya tarik tersendiri.

Krissandi (2020) dalam bukunya yang berjudul “Sastra Anak Indonesia” menegaskan bahwa sastra anak tidak lepas dari unsur pendidikan. Pendapat ini jelas memberikan pesan khusus bagi khalayak baik sebagai penulis, pembaca, orang tua, ataupun pendidik untuk selalu memaknai sastra anak sebagai karya yang menekankan pada nilai-nilai luhur kehidupan. Nilai luhur tersebut merupakan syarat mutlak yang harus tampil dan termanifestasi dalam bentuk uraian kehidupan tokoh yang diangkat. Jika tidak, fungsi sastra anak sebagai hiburan dan bahan belajar perlu dipertanyakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saxby dalam Krissandi (2020) menyatakan bahwa hakikat sastra adalah citra kehidupan dan penggambaran kehidupan. Penggambaran faktual kehidupan atau  image of life menjadi poin penting yang tidak boleh diabaikan. Cerita haruslah menggambarkan kondisi yang mudah diimajinasikan oleh anak dalam kehidupan nyatanya. Anak tidak bertanya-tanya dan kehilangan arah dalam memaknainya.  

Sebagai contoh cerita berjudul “Kisah Bang Maman” yang termuat dalam buku Pelajaran Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ) terbitan PT Kreasi Media. Cerita yang mengangkat kisah istri simpanan dan perceraian ini dianggap sulit untuk dicerna (tempo.co; 2012). Cerita ini juga dianggap tidak layak untuk siswa SD.

Winch dalam Nurgiyantoro (2004) menjawab keresahan ini. Menurutnya buku anak yang baik adalah buku yang mengantarkan dan berangkat dari kacamata anak. “Kisah Bang Maman” telah muncul sebagai cerita yang diurai dalam sudut pandang berbeda. Sayangnya sudut pandang yang diangkat bukanlah dari sisi kacamata anak. Walau kisah ini bertujuan ingin mengajak pembacanya untuk mengetahui akibat perbuatan baik dan akibat perbuatan buruk, namun poin istri simpanan dan perceraian bukanlah ideologi halus yang selayaknya muncul dalam cerita sastra anak.

Sastra anak seharusnya mampu memberikan perannya secara maksimal dalam mendukung pendidikan karakter. Dalam gaya penulisannya pun harus dekat dengan ranah anak. Setiap cerita yang diangkat hendaknya menawarkan tema pendidikan karakter walaupun hal tersebut tidak secara eksplisit ditunjukkan (Jathee: 2014).

Sastra anak dapat membentuk design thinking (kerangka berpikir) bagi pembacanya. Secara tidak langsung anak akan merekam kejadian di setiap cerita. Anak usia sekolah merupakan masa dalam tingkat berpikir kritis dan kreativitasnya berkembang pesat (Baderan dan Indrajit, 2020). Maka sudah menjadi tuntutan bagi penulis sastra anak untuk selalu memperhatikan mutu dan perkembangannya. Nilai-nilai luhur sebagai ideologi yang meresap dalam cerita hendaknya selalu menjadi perhatian utama.

Orang tua memiliki peranan penting untuk mendampingi anak dalam mengkaji sastra anak. Menyediakan buku-buku bacaan sastra anak serta mendampinginya. Guru pun tidak luput sebagai pembawa peran dengan menggunakan sastra anak sebagai sumber belajar. Penanaman karakter yang terurai dalam cerita dapat diangkat sebagai bentuk role mode bagi siswa. Dengan demikian penguatan pendidikan karakter untuk melengkapi kerangka pendidikan abad 21 (Ariyana, dkk, 2019) bukan angan-angan semata. Sastra anak menjelma menjadi salah satu pendukung pembentukan generasi emas 2045.

Suyanto dalam Baderan dan Indrajit (2020) mengungkapkan bahwa generasi emas menekankan pada karakter dan nilai luhur yaitu pikir, hati dan raga. Jika sastra anak memunculkan nilai-nilai tersebut sebagai desaign thingking (kerangka berpikir) dalam ideologi yang dirumuskan pada setiap cerita. Sesungguhnya sastra anak telah mampu memberikan pengharapan besar sebagai media pembangun generasi emas. Maka mimpi besar kemajuan berpikir anak sebagai pemilik masa depan melalui sastra bukanlah impian semata. Sastra anak hadir sebagai salah satu media pembangun generasi berkarakter.

Pembentukan karakter anak melalui karya sastra sesungguhnya sebuah cara pandang interdisipliner yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan karakter. Seperti pengertian secara sederhana bahwa sastra dalam perspektif interdisipliner adalah sebuah cara pandang mengkaji sastra dengan disiplin ilmu lain (Widiastuti, 2021). Apabila dicermati maka pembentukan karakter melalui ideologi yang dimunculkan pada karya sastra telah melibatkan berbagai aspek lain di luar konteks sastra itu sendiri. Aspek agama, sosial, dan budaya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam mengulas nilai-nilai pendidikan karakter yang muncul. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa sejatinya urgensi pembelajaran sastra interdisipliner adalah bagian yang tidak dapat lagi ditawar dalam dunia pendidikan.

 

Daftar Pustaka

Ariyana. 2019. Buku Pegangan Pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir

Tingkat Tinggi. Jakarta: Dirjen GTK Kemdikbud.

 

Baderan dan Indrajit. 2020. Desain Thingking, Membangun Generasi Emas dengan

Konsep Merdeka Belajar. Yogyakarta: Andi.

 

Jathee, Imperial. 2014. 13 Poin Menulis Cerita Pendek. Yogyakarta: C.V. Andi.

 

Krissandi, Apri Damai Sagita. 2020. Sastra Anak Indonesia. Yogyakarta: Sanata

Dharma University Press.

 

Nurgiyantoro, Burhan. 2004. Sastra Anak, Persoalan Genre. Humaniora Vol 16,

No. 2: 107-122

 

Rosid, Abdul. 2021. Nilai-Nilai dalam Sastra Anak sebagai Sarana

Pembentukan Karakter. Metalingua Vol. 6. No. 1: 10

 

Tempo.co. 2012. Tokohnya 9, Kisah Bang Maman Sulit Dicerna Siswa. Diakses pada tanggal 2 Februari 2021 dari https://nasional.tempo.co/read/396756/tokohnya-9-kisah-bang-maman-sulit-dicerna-siswa/full&view=ok.

 

Widiastuti, Yuanita. 2021. Sastra Berjejak Realita dan Perspektif Interdisipliner.

Diakses pada tanggal 9 Maret 2021 dari

https://www.indonesiana.id/read/153669/sastra-berjejak-realita-dan-perspektif-interdisipliner.

 

Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Kraksaan dan Saat Ini Sedang Menempuh Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Islam Malang

 

Ikuti tulisan menarik yuanita widiastuti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu