x

Cover Buku Hujan Bulan Juni

Iklan

SITI SAROH

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2022

Jumat, 8 April 2022 06:52 WIB

Analisis Semiotik: Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono

"Semiotika dalam puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono"

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Puisi adalah sebuah karya sastra yang tidak asing lagi terutama dalam bidang kesusastraan. Dalam KBBI, puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya diputar oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Banyak orang yang menuangkan segala perasaan dan angan atau imajinasi melalui puisi. Namun, kesulitan memahami makna yang dapat dirasakan beberapa pembaca. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan atau analisis dalam sebuah puisi.

Puisi (sajak) merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu dijelaskan sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Analisis yang bersifat dikhotomis, yaitu pembagian dua bentuk dan isi belum lah dapat memberikan gambaran yang nyata dan tidak memuaskan (Wellek dan Warren, 1968: 140)

Banyak pendekatan untuk menganalisis puisi, contohnya analisis semiotik. Pradopo mengemukakan dalam sebuah buku Pengkajian Puisi, mengkaji dan memahami tidak lepas dari analisis semiotik. Menganalisis sajak adalah menangkap makna sajak. Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata-mata hanya arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan. Selain itu, menurut Pradopo bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki arti.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam buku Pengkajian Puisi dari Rachmat Djoko Pradopo, semiotik adalah sistem ketandaan. Dalam pengertian ada dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang merupakan milik, yang merupakan bentuk tanda, dan penanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda yang pokok, yaitu ikon (tanda hubungan antara penanda dan petandanya bersifat persamaan bentuk alam), indeks (tanda yang menunjukkan adanya hubungan antara tanda dan petanda yang bersifat kausal), dan simbol (tidak menunjukkan hubungan alami antara penanda dan penandanya).

Sebagai contoh, penulis akan menganalisis puisi “Hujan Bulan Juni”   karya Sapardi Djoko Damono . Sastrawan kelahiran 1940 dan wafat pada tahun 2020 ini menerbitkan bukunya melalui Grasindo pada 1994. Puisi ini masih populer dan harum dari generasi ke generasi.

Berikut puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono:

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

 

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

 

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu.

 

Berikut adalah semiotika (tanda) dalam puisi tersebut:

  1. Hujan Bulan Juni merupakan ikon dalam puisi tersebut, karena larik tersebut memiliki tanda hubungan dengan larik yang lainnya.
  2. Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu merupakan sebuah simbol. Kata rintik (hujan kecil/gerimis) memiliki simbol bahwa rindunya bagai air hujan gerimis yang datang.
  3. Dihapusnya jejak-jejak kaki yang ragu-ragu di jalan itu merupakan simbol. Kata dihapusnya jejak dalam larik tersebut memiliki simbol bahwa jejak (bekas langkah/telapak kaki) tersebut dihilangkan.

Pada bait pertama, mendeskripsikan sebuah rasa tabah atau ketabahan seseorang. Tabah dalam puisi ini adalah sebuah penantian, menanti orang yang dicintai atau dikasihi. Menurut KBBI, tabah adalah tetap dan kuat hati. Almarhum Pak Sapardi, menggambarkan ketabahan melalui kata “Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni” adalah sebuah kesabaran atau ketabahan dalam menantikan hujan (seseorang) karena bulan Juni digambarkan musim kemarau. Bumi yang merindukan hujan serta seseorang yang merindukan kekasihnya. Dirahasiakannya rintik rindunya pada pohon yang berbunga itu” memiliki makna bahwa ia menyimpan serta merahasiakan sebuah kerinduan pada sebuah pohon yang berbunga.

Pada bait kedua, memiliki makna sebuah kebijakan. Bijak dalam penantian dan kerinduan. Menurut KBBI, bijak adalah selalu menggunakan akal budinya. Pada kata “Dihapusnya jejak-jejak jejak yang ragu-ragu di jalan itu”, memiliki makna bahwa ia menghapus segala jejak keraguan atau bahkan prasangka tidak baik yang menimpa dirinya di jalan tersebut.

Pada bait ketiga, “Tak ada yang lebih Arif dari hujan bulan Juni” adalah sebuah kearifan atau kepandaian seseorang dalam menyimpan kerinduan dan penantian. “Dibiarkannya yang tak terucapkan menyerap akar pohon bunga itu” , memiliki makna ia membiarkan segala sesuatu yang tak terucap (kerinduan dan penantian) yang kemudian diserap oleh akar pohon bunga.

Secara keseluruhan puisi ini memiliki sebuah makna bahwa tidak ada yang lebih tabah, bijak, dan Arif dari hujan bulan Juni. Sebuah makna yang mengajarkan kita untuk selalu bersabar atau tabah dalam menunggu, bijak dalam menyimpan segala rasa, Arif dalam menghadapi kerinduan. Selain itu, mengajarkan kita untuk menghilangkan segala pikiran yang tidak baik atas keraguan yang ada dan membiarkan yang tak terucap diserap oleh akar pohon.

 

Sumber: 

Pradopo, Rahmat Djoko, 2002. Pengkajian Puisi . Yogyakarta: Pers Universitas Gajah Mada

Ikuti tulisan menarik SITI SAROH lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler