x

Iklan

Adella Diva Rahmadian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 April 2022

Jumat, 15 April 2022 13:07 WIB

Relasi Antara Sastra dengan Masyarakat

Pendapat Jobrahim, ed, (1994: 221), yang mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial, secara jelas mampu menepis asumsi masyarakat yang kerap kali menganggap bahwa sastra kurang memiliki relevansi sosial. Selain sebagai ilmu, sastra memiliki kaitan yang erat dengan masyarakat. Sastra memperoleh pengaruh dari masyarakat beserta kehidupannya sekaligus mampu memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika berbicara mengenai sastra, yang pertama terlintas di benak kita adalah karya tulis berbahasa indah seperti puisi, prosa, sajak, cerpen, pantun, hikayat, dan sebagainya. Sastra seringkali dianggap sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang abstrak dan tidak pasti, hal tersebut kemudian menjadi salah satu penyebab sastra cenderung jarang diminati. Banyak orang berasumsi bahwa sastra hanya berisi kisah fiksi, sehingga dianggap kurang memiliki relevansi dengan kehidupan sosial.

Namun apabila dikaji lebih dalam lagi, sastra sesungguhnya memiliki peran penting di tengah kehidupan masyarakat. Lebih dari sekedar ilmu pengetahuan, sastra merupakan institusi atau lembaga sosial dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hal tersebut selaras dengan pendapat Zulkarnain (2008:2), yang mengatakan bahwa sastra merupakan karya seni, mediumnya bahasa, dan isinya tentang manusia dan kemanusiaan.

Bagi sastra sendiri, manusia dan kehidupannya adalah objek utama yang seringkali dihadirkan dalam karya sastra. Melalui pengarang sebagai perantaranya, sastra mampu menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengekspresikan nilai-nilai kehidupan serta menuangkan ide dan gagasan. Pernyataan tersebut bertolak dari frasa De Bonald bahwa, “literature is an expression of society”, yang artinya “sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hubungan antara sastra dengan masyarakat sebagai pendukung nilai-nilai kebudayaan tentunya tidak dapat dipisahkan. Hal itu dikarenakan sastra menyajikan kehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia (Wellek dan Warren, 1990:98).

Dalam bukunya, Wellek dan Warren juga menyampaikan bahwa terdapat tiga pendekatan yang dapat dikaji mengenai hubungan antara sastra dan masyarakat. Pertama, yakni berkaitan dengan sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra, mencakup masalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, serta ideologi pengarang itu sendiri.

Yang kedua, yakni isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial. Dan yang ketiga, berkaitan dengan permasalahan pembaca dan dampak karya sastra terhadap masyarakat. Karya sastra yang baik ialah karya yang mampu memberikan kontribusi di tengah kehidupan masyarakat.

Kemudian, antara sastra dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat simbiotis. Terkadang sastra menyajikan cerminan dari pola perilaku masyarakat (masyarakat sebagai objek sastra), namun pada satu waktu tertentu, sastra mampu memberikan pengaruh terhadap perubahan pola perilaku masyarakat tersebut (sastra sebagai subjek dalam masyarakat).

Mari kita ambil contoh dari salah satu produk sastra, seperti karya Leila S. Chudori yang berjudul “Laut Bercerita”. Dalam buku tersebut, penulis menyajikan kisah dengan latar belakang konflik politik pada tahun 1998 silam. Karya Leila S. Chudori tersebut merupakan salah satu contoh peran sastra dalam merepresentasikan kehidupan masyarakat pada zaman tertentu. Meskipun dalam penyajiannya terdapat rekaan yang dibubuhi oleh penulis, namun karya tersebut tetap mengacu pada realitas dalam dunia nyata. Hal tersebut selaras dengan pendapat Noor (2009:13), beliau mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu sendiri meskipun bersifat rekaan, tetapi tetap mengacu pada realitas dalam dunia nyata.

Selanjutnya, mari kita telaah melalui sebuah karya sastra klasik milik Raja Ali Haji, yaitu Gurindam 12. Gurindam 12 ini lahir atas sebab kekhawatiran serta keprihatinan Raja Ali Haji terhadap kondisi yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat Melayu Kerajaan Riau-Lingga. Saat Malaka dikuasai oleh Portugis, terjadi pergeseran nilai-nilai budaya masyarakat Melayu, yang disebabkan oleh masuknya pengaruh kebudayaan yang dibawa oleh para penjajah. Demi mempertahankan dan memelihara eksistensi budaya Islam, maka Raja Ali Haji menulis gurindam tersebut. Melalui karya sastra ini, beliau berusaha agar agama dan adat istiadat bernapaskan Islam kembali merebak dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Melayu Kerajaan Riau-Lingga.

Dinamakan gurindam 12 karena gurindam ini memuat 12 pasal di dalamnya. Setiap pasal yang ditulis, sarat akan makna dan berbagai petuah kehidupan, baik dalam aspek beragama maupun berbangsa. Keseluruhan pasal gurindam tersebut secara garis besar memiliki kandungan ajaran dalam berperilaku, nilai pendidikan karakter, dan tuntunan moral. Karya sastra milik Raja Ali Haji tersebut memiliki relevansi sosial yang besar, baik untuk masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang.

Sangat memungkinkan dengan hadirnya karya sastra milik Raja Ali Haji tersebut, pola pikir serta pola perilaku masyarakat akan terpengaruhi. Di sinilah dapat kita lihat salah satu fungsi sosial sastra di tengah masyarakat, yakni sebagai alat pengendali sosial.

Sastra sebagai alat pengendali sosial? Apa maksud dari pernyataan tersebut, ya?

Sastra disebut sebagai alat pengendali sosial karena seringkali menyajikan ungkapan sosial serta problematika-problematika kehidupan masyarakat. Hal tersebut berdasarkan ungkapan dari Jobrahim, ed, (1994: 221), yang mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.

Pernyataan Jobrahim, ed tersebut secara jelas mampu menepis asumsi masyarakat yang kerap kali menganggap bahwa sastra kurang memiliki relevansi sosial. Sastra justru turut berperan dalam usaha masyarakat untuk menanggulangi berbagai macam problematika kehidupan sosial yang hadir. Sastra memperoleh pengaruh dari masyarakat beserta kehidupannya sekaligus mampu memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Antara sastra dengan perubahan sosial masyarakat tak ada yang paling dominan, dua hal tersebut nyatanya saling mendukung satu sama lain. Sastra dapat hadir karena adanya perubahan sosial masyarakat, demikian pula sebaliknya, perubahan sosial masyarakat dapat terjadi karena pengaruh dari sebuah karya sastra.

 

Referensi:

Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra: Sebuah Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.

Wellek, R dan Austin Warren. Teori Kesustraan (Diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995

OLONG, Oktovianus. Dimensi Sosiologi Sastra dalam Novel Laut Bercerita Karya Leila Salikha Chudori dan Relevansinya Terhadap Kehidupan Sosial di Indonesia. Undergraduate thesis, STFK Ledalero, 2021.

Rakhmawati, A dan Yant Mujiyanto. Kupas Tuntas Gurindam 12: Apresiasi Sastra Klasik Sebagai Upaya Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia. Repositori Kemdikbud, 2012. 

 

Ikuti tulisan menarik Adella Diva Rahmadian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu