x

image: painting by Alain Amar

Iklan

Narwastuyati Mbeo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Mei 2022

Rabu, 18 Mei 2022 06:13 WIB

Ketakutan, Pemicu Manusia Bermain Menjadi Tuhan

Artikel ini mencoba mengupas faktor tersembunyi dari tindakan manusia mengintervensi hidup orang lain, misalnya dengan menembak orang. Penulis mengupasnya berdasarkan cerita pada dua film dan dua peristiwa penembakan di AS yang baru terjadi minggu lalu. Pengenalan yang benar tentang Tuhan akan menolong manusia menghindarkan diri dari playing God. Mereka melakukan itu akan terjebak menjadikan Tuhan seperti maunya sendiri. Apalagi jika dia sudah punya agenda mengupayakan hilangnya sumber ketakutan, maka Tuhan hanya akan jadi obyek buat akal-akalannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa waktu terakhir, saya sempat mengikuti miniseri Midnight Mass dan film dokumenter Our Father di Netflix. Dan beberapa hari terakhir, terjadi dua penembakan di AS dengan korban yang banyak. Satu di sebuah supermarket di Buffalo, New York State dengan korban 10 orang meninggal dan ada korban luka lainnya. Penembaknya adalah seorang kulit putih dan hampir semua korban adalah penduduk kulit hitam. Satu lagi di California, dengan penembak seorang Cina daratan di sebuah gereja dengan jemaat kebanyakan orang Taiwan.
 
Saya melihat ada benang merah dari dua film dan dua peristiwa ini. Fear. Ketakutan. Baik Monsignor Pruitt maupun Dokter Cline di kedua film, serta para penembak di dua kejadian penembakan di AS ini, sama-sama punya ketakutan. Monsignour Pruitt menyadari bahwa dirinya dan manusia kebanyakan tidak menginginkan kematian, sehingga ketika dia bertemu malaikat yang menjadikannya muda kembali walaupun akhirnya menjadi vampir, dia menginginkan hal itu tetap terjadi sekaligus bisa dialami oleh jemaatnya, penduduk sebuah pulau dekat kota New York. Apalagi di pulau itu ada perempuan yang sangat dicintainya dan bersamanya, Pruitt telah memiliki seorang anak.
 
Pula dr. Cline yang memasukkan spermanya ke para perempuan yang berobat kepadanya agar dapat memiliki anak. Dia memiliki ketakutan akan punahnya ras kulit putih sehingga dia merasa perlu melakukan hal itu dan pada akhirnya menghasilkan 60 lebih anak-anak yang bersaudara beda ibu di kota tempat tinggalnya. Pun penembak di New York dan California, nampaknya mereka mempunyai ketakutan yang sama terhadap ras yang lain. Bahkan penembak dari New York dengan jelas "mengimani" replacement theory, sebuah teori konspirasi yang mencurigai orang kulit putih akan tersingkir dengan mendominasinya ras lain di Amerika Serikat.
 
Ketakutan membuat para tokoh di atas melakukan "playing God", Mereka memutus apa yang konon diyakini sebagai bagian dari kedaulatan Tuhan, yaitu kematian. Di Midnight Mass itu dilakukan dengan menjadi vampir, di kasus dr Cline dengan merekayasa DNA-DNA bayi yang akan lahir melalui penggunaan sperma dokter tersebut. Sedangkan di kedua kejadian penembakan jelas adalah memutus nyawa orang dengan menembak orang yang tidak dikehendakinya tetap hidup. Ketakutan, bahkan dengan memakai ayat-ayat Alkitab sebagaimana yang dilakukan di dua film di atas, diinterpretasi sesuai dengan keinginan manusia yang menginginkan ketakutannya berakhir.
 
Di sini kita bisa melihat, ketakutan membuat manusia yang berakal melupakan dengan sengaja bahwa ia juga berbudi. Demi tujuannya menghilangkan ketakutan, dia melupakan pertimbangan lainnya. Bahkan dengan akalnya membuat interpretasi baru terhadap hal-hal mulia (noble). Sebagai contoh, dr. Cline menginterpretasi ayat Yeremia 1:5 dari Alkitab, ayat yang berisi kata-kata Tuhan tetapi dipakai seakan-akan kata-katanya sendiri. . Menempatkan dirinya sebagai Tuhan yang sudah mengenal seorang manusia sebelum orangitu terlahir. Ketakutan membuat manusia menghalalkan segala cara termasuk menghilangkan pengoreksi pada dirinya sendiri, yaitu hati nuraninya sendiri. Inilah yang perlu kita waspadai.
 
Pelajaran dari kedua film dan peristiwa tadi bisa kita tarik pesannya umtuk hidup kita dalam konteks ketakutan antar kelompok masyarakat, nurani bisa diasah dengan mau saling mengenal dan menerima. Sedangkan dalam hubungan dengan Tuhan, nurani bisa diasah justru dengan terbuka melihat bahwa Tuhan itu punya dua sisi, kekuatan dan kelembutan. Dia Maha Kuasa tetapi juga Maha Kasih, Dia Maha Adil tetapi juga Maha Pengampun dan sebagainya. Tidak mungkin Dia berkontradiksi dengan diriNya sendiri, sehingga tidak mungkin Tuhan setuju bagi-bagi sperma seperti yang dilakukan dr. Cline, atau menjadi vampir yang makan darah sesama manusia demi bisa tetap bertahan hidup abadi, atau menembak sesama manusia.
 
Pengenalan yang benar tentang Tuhan akan menolong manusia untuk menghindarkan diri dari playing God. Justru orang yang tidak mengusahakan pengenalan yang makin dalam akan Tuhan akan terjebak menjadikan Tuhan seperti maunya sendiri. Apalagi jika dia sudah punya agenda, seperti di empat contoh di atas, yaitu mengupayakan hilangnya sumber ketakutan, maka Tuhan hanya akan jadi obyek buat akal-akalannya.
 
Fear can drive you crazy and lose your conscience

Ikuti tulisan menarik Narwastuyati Mbeo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler