x

Iklan

Aidahlia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 April 2022

Jumat, 20 Mei 2022 13:46 WIB

Makna Tersirat dalam Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga

Setiap orang memiliki perspektifnya masing-masing dalam memilah dan memilih hal apa yang membuatnya bahagia. Bisa jadi yang menurut kita menenangkan justru membuat orang lain pusing bukan kepalang, begitu sebaliknya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Identitas Buku

Judul: Dilarang Mencintai Bunga-Bunga

Pengarang: Kuntowijoyo

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Mizan Group

ISBN: 9786023850242

 

Identitas Pengarang:

Nama: Prof. Dr. Kuntowijoyo, M.A.

Tempat, Tanggal, Lahir: Yogyakarta, 18 September 1943

Wafat: Yogyakarta, 22 Februari 2005

              Beliau ini seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan dari Indonesia. Beliau adalah guru besar di Universitas Gadjah Mada, beliau juga dikenal sebagai pengarang berbagai judul novel, cerpen, puisi, dan lain sebagainya. Kuntowijoyo sudah menulis lebih dari 50 buku adiluhung. Beliau adalah seorang sastrawan dan budayawan yang sangat arif, religius, jujur, dan berintegritas.

 

Makna Tersirat:

Cerpen ini menyimpan makna yang dalam. Saya merasa Buyung; selaku anak kecil polos, berawal tak tahu apa-apa tapi harus dihadapkan oleh dua jenis kepribadian yang sangat kontras itu seperti kita, manusia yang awalnya polos; tak tahu apa-apa. Saat lahir di dunia ini kita suci; baik dalam segi pemikiran, perbuatan, dan lain sebagainya. Kalau ditanya bagaimana seseorang bisa tumbuh menjadi sosok yang jahat dan gemar bermaksiat, itu semua tak serta-merta karena didikan orangtua yang tidak benar, kita sendiri pun memiliki andil besar dalam pembentukan diri kita sendiri sebab hidup ini kita sendirilah yang menjalaninya.

Kembali ke tokoh utama, Buyung ini memiliki ayah yang mengedepankan maskulinitas—sikap yang identik dengan laki-laki—yang terus saja memaksanya untuk mengikuti stereotip yang menempel pada laki-laki. Sementara di sisi lainnya lagi dia memiliki sahabat tua—seorang kakek—yang mengedepankan ketenangan jiwa dan terus menenangkan akan nafsu dunia. Ketika keduanya ditanya apakah mereka menginginkan hidup sempurna lantas hal apa yang membuatnya sempurna, sang ayah mengatakan kalau kerjalah jalannya, sementara sang kakek mengatakan kalau ketenangan jiwalah jalannya.

Dari cerpen ini saya memahami suatu hal, yakni setiap orang memiliki jalannya masing-masing untuk mencapai sebuah kesempurnaan dalam hidup. Setiap orang memiliki perspektifnya masing-masing dalam memilah dan memilih hal apa yang membuatnya bahagia. Bisa jadi yang menurut kita menenangkan justru membuat orang lain pusing bukan kepalang, begitu sebaliknya. Dari cerpen ini juga saya memahami suatu hal, yakni tak ada suatu hal yang benar-benar ‘benar’ dan tak ada pula suatu hal yang benar-benar ‘salah’ dalam hidup ini. Semua itu tergantung dari apa yang kita yakini.

Itu saja makna tersirat yang dapat saya tangkap, apa yang saya jabarkan ini bersifat subjektif, setiap manusia memiliki penilaiannya masing-masing. Sastra itu memang tak selalu memiliki satu pemahaman, apalagi jika sang pengarang ataupun penulis suka menyertakan majas-majas bermakna kiasan yang bisa membuat pembaca menebak-nebak artinya seperti Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga ini. Terima kasih sudah membaca.

Ikuti tulisan menarik Aidahlia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler