x

Landmark Cilegon diwaktu malam

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 27 Mei 2022 19:22 WIB

Kilas Balik Pembangunan Kota Cilegon (Bagian 2); Hasil Pembangunan Periode Babad Alas

Upaya Pemkot Cilegon membangun Kota Cilegon saat periode kepemimpinan Walikota Pertama H.Tb. Aat Syafaat. Jas Merah, jangan sekali kali melupakan sejarah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hasil dari babad alas kepempinan awal Walikota Cilegon H.Tb. A’at Syafaat yakni berhasilnya dibangun jalan lingkar Selatan (JLS). Pada tahap awal pembangunan  JLS, kontruksi jalan hanya berupa jalan aspal yang perencanaannya bisa dilintasi kendaraan dengan tonase kurang dari 10 ton. Namun setelah JLS selesai, yang melintasi justru kendaraan berat yang melebihi kapasitas tonase hingga 20 ton, akibatnya JLS mengalami kerusakan parah. Atas dasar itu, maka JLS kontruksinya ditingkatkan agar bisa dilalui kendaraan berat dengan kontruksi beton. Betonisasi JLS ini selesai ketika H. Tb. Iman Ariyadi menjabat Walikota Cilegon menggantikan H.Tb. A’at Syafaat.

Sekarang terbukti, masyarakat banyak buka usaha di sepanjang sisi jalan, properti menjamur, hotel berdiri megah, bahkan beberapa Industri berdiri di sekitar JLS, tanah yang awalnya tidak produktif, kini punya nilai ekonomi yang tinggi. intinya ekonomi masyarakat menggeliat seiring dengan perkembangan di wilayah JLS.

Dari aspek transportasi, JLS telah memberi manfaat luar biasa, yang merasakan bukan hanya masyarakat Cilegon, orang mau berlibur ke Anyer tak perlu melintasi kota yang padat, Industri sangat diuntungkan karena angkutannya tak mengalami hambatan.  JLS juga telah memberi berkah bagi kelompok yang dulu menentang, mereka ini sebagian --sudah-- jadi pengusaha angkutan, mereka juga yang menggunakan JLS yang dulu di tentangnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sangat disayangkan, diantara pengusaha diatas, bukannya bangga dengan adanya JLS, sebaliknya ia menginisiasi dan mewacanakan agar JLS di serahkan saja ke Propinsi Banten. Laksana gayung bersambut, Walikota Cilegon yang baru, ikut  mewacanakan penyerahan JLS ke Propinsi Banten dengan alasan anggaran pemeliharaan terlalu berat.

JLS  adalah projek yang monumental, aset Pemerintah Kota Cilegon yang banyak memberi manfaat,  maka harus di pertahankan. Adanya wacana  melepaskan JLS ke Propinsi Banten,  bagi saya tidak mengherankan tersebab penggagasnya adalah orang -oknum- yang dulu menentang JLS,  jadi ada benang merah antara gagasannya sekarang dengan aktifitasnya dahulu, ujunganya adalah ingin mencari panggung politik yang lebih besar.

Hal seperti ini pernah juga terjadi pada masa lampau saat  Sultan Ageng Tirtayasa pada abad 17 membangun ekonomi Banten dengan meletakkan dasar pembangunan berbasis pertanian. Saat itu Belanda menyarankan kepada Sultan Ageng Tirtayasa agar proyek terusan kali Tanara dan Pasilian tidak diteruskan lantaran di sebelahnya ada Sungai Cisadane.

Dibalik saran itu, sebetulnya Belanda mempunyai kehawatiran akan keberhasilan pembangunan Banten yang di canangkan Sultan Ageng Tirtayasa,  imbasnya akan berpegaruh buruk terhadap kepentingan  penjajah Belanda di Banten,  jadi punya misi terselubung, yakni  kepentingan politik.

Ketika Walikota Cilegon ikut mewacanakan penyerahan JLS ke Provinsi Banten, justru menimbulkan pertanyaan besar dalam konteks pelaksanaan pembangunan, jangankan membangun, memelihara saja merasa enggan. Sikap Walikota ini  bisa disebut sebagai phobia politik, enggan meneruskan produk produk pembangunan dari pemerintahan daerah sebelumnya.  

Tidak pula dipikirkan, jika JLS diserahkan ke Provinsi Banten, bukan tidak mungkin,  suatu saat akan diambil alih  Pemerintah Pusat, sebab Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan, dalam sistem pemerintahan adalah wakil pemerintah pusat. Oleh karena itu,  kemungkinan juga suatu saat JLS akan dijadikan sebagai Jalan Tol karena punya potensi untuk menghasilkan devisa. Kemungkinan ini bisa saja  terjadi lantaran saat JLS pertama kali di bangun, sudah ada investor yang menawarkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah agar   JLS dijadikan jalan bebas hambatan, tapi saat itu di tolak mentah mentah oleh Walikota.

Lantas apa yang terjadi jika JLS  berubah jadi jalan tol? Di sini akan terjadi pembelahan masyarakat lantaran sepanjang jalan akan diberikan pembatas berupa pagar  yang memisahkan masyarakat secara cultural, ekonomi dan geografis.

Orang mau nyeberang ke kampung/area seberang, mau bertamu, mau ngeriung, angon kebo harus melingkar karena tidak lagi bebas menyeberang sebagaimana layaknya jalan biasa. Masyarakat juga tidak lagi bebas beraktifitas ekonomi sepanjang jalan tersebut, jadi masyarakat juga yang dirugikan dan menjadi korban kebijakan pemerintahnya.

Disamping JLS, infrastuktruktur lain yang menjadi fokus pembangunan adalah membangun dan meningkatkan infrastruktur jalan yang ada di wilayah pinggiran/kampung. Konsep yang digunakan untuk membangun infrastruktur ini, digambarkan dengan pola obat nyamuk, melingkar dari pinggir, lambat laun akan terselesaikan hingga ke pusat kota.

Faktanya sekarang,  silahkan telusuri semua jalan yang  ada di masing masing wilayah, ada yang di di aspal, ada yang di cor beton. Soal ada yang terlewatkan, wajar karena membangun adalah proses. Soal ada yang rusak, lumrah karena digunakan mobilitas warga.

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu