x

Iklan

Tanti Ariana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 April 2022

Jumat, 10 Juni 2022 14:38 WIB

Kupas Tuntas Sejarah Lekra

Dalam perkembangan politik bangsa Indonesia, unsur kebudayaan sepertinya tak dapat lepas begitu saja karena memiliki andil besar khususnya andil dalam menarik simpati massa yang ingin ditarik ke dalam partai politik. Hal tersebut berkembang pesat pada sekitar awal tahun 1960-an di mana lembaga kebudayaan partai tumbuh subur, seperti Lekra (PKI), Lesbumi (NU), LKN (PNI), Lesbi (Partindo), Laksmi (PSII), Leksi, LKKI (Partai Katolik), ISBM (Muhamadiyah). Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah Lekra itu? Yuk, Mari kita bahas!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam perkembangan politik bangsa Indonesia, unsur kebudayaan sepertinya tak dapat lepas begitu saja karena memiliki andil besar khususnya andil dalam menarik simpati massa yang ingin ditarik ke dalam partai politik. Hal tersebut berkembang pesat pada sekitar awal tahun 1960-an di mana lembaga kebudayaan partai tumbuh subur, seperti Lekra (PKI), Lesbumi (NU), LKN (PNI), Lesbi (Partindo), Laksmi (PSII), Leksi, LKKI (Partai Katolik), ISBM (Muhamadiyah).

Pada masa itu, seniman tidak dapat bersikap netral, melainkan dituntut harus memiliki sikap loyalitas terhadap partai politik masing-masing sehingga hal tersebut membuat seniman tidak dapat bersikap netral atas keadaan perpolitikan Indonesia pada masa itu.  Mereka mesti berpihak pada perdamaian dan kemanusiaan, meskipun lewat sebuah wacana yang tercipta dari partai yang mereka bela.

Kali ini akan dibahas tuntas mengenai sejarah Lekra. Berikut informasinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lekra merupakan kependekkan dari Lembaga Kebudayaan Rakyat. Lekra merupakan suatu organisasi bagi para seniman dan budayawan yang berhaluan kiri (PKI). Lekra sendiri didirikan oleh A.S. Dharta, M.S. Ashar, HenkNgantung, Arjuna, JoebaarAjoeb, Sudharnoto, dan Njoto pada tanggal 17 Agustus 1950, tepat lima tahun setelah Indonesia merdeka. Para pendiri Lekra mempersilakan semua pekerja seni, seperti budayawan, sastrawan, pengamat seni, dan sebagainya untuk ikut bergabung ke dalam lembaga ini di luar konteks bahwa Lekra berada satu jalur dengan PKI.

Didirikannya Lekra pada bulan Agustus 1950 sebagai respons terhadap Gerakan Gelanggang Sosial-Nasionalis dengan A.S. Dharta menjabat sebagai sekretaris jenderal pertama. Lekra menerbitkan mukadimah yang berarti “pengantar” sebagai seruan nyata bagi anak-anak muda terutama para seniman dan penulis untuk ikut berkontribusi membantu dalam membangun republik rakyat demokratis. Langkah tersebut dilakukan di ibu kota Sumatera Utara, Medan. Langkah tersebut sukses diwujudkan di bawah Bakri Siregar.

Lekra berdiri pada masa di mana kesenian dan kebudayaan hanya boleh dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Tentu hal ini menjadi tantang bagi Lekra untuk terus berkiprah. Para pendiri Lekra mencoba untuk mendobrak pernyataan ini. Perlu disadari, mencoba untuk mendobrak pernyataan tersebut tidaklah mudah terlebih di masa itu penikmat seni hanya terbatas untuk kalangan tertentu saja. Di luar semua pernyataan itu, Lekra ingin rakyat biasa juga dapat mengerti dan menikmati seni. Oleh karena itu, pada awal pembentukannya, Lekra hanya berfokus pada beberapa lembaga yang berkaitan dengan seni dan budaya, seperti lembaga sastra, seni lukis, musik, tari, drama, film, dan ilmu. Lembaga-lembaga tersebut dibentuk di beberapa daerah selain Jakarta, tentunya yang berhubungan langsung dengan rakyat, tujuannya untuk menyelenggarakan kegiatan seni dan budaya di daerah tersebut. Dapat dikatakan pula, gebrakan ini dilaksanakan sebagai usaha Lekra untuk mendobrak pernyataan bahwa kesenian dan kebudayaan hanya boleh dinikmati oleh kalangan tertentu saja.

Pada saat itu, Lekra yang menurut masyarakat dinilai sebagai underbouw PKI seakan menjadi corong utama politik untuk menarik simpati mereka. Hal ini pun tak lantas membuat Lekra menyerah untuk terus berkiprah.

Sejatinya, Lekra dan PKI bisa dikatakan memiliki hubungan special. Lekra tidak dapat dipisahkan oleh PKI begitupun sebaliknya, tetapi bukan berarti Lekra berpayung kepada PKI. Hubungan spesial di antaranya keduanya dapat terjalin lantaran adanya kesepahaman ideology antara Lekra dan PKI. Hal ini menyebabkan Lekra menempati posisi strategis. Belum lagi, kedekatan PKI dengan Presiden Kedua Indonesia, yaitu Bapak Soeharto menjadikan Lekra memiliki pamor yang kuat pada masa itu. Contohnya saja ketika karya tulisan seniman Lekra kerap dimuat di Surat Kabar Harian Rakjat milik PKI. Sebagai gantinya, Lekra member dukungan kepada PKI dengan cara menghadiri acara-acara kebudayaan PKI, seperti pawai massa dan kongres. Hal tersebut membuktikan bahwa Lekra dan PKI saling membutuhkan.

Lekra dikenal sebagai organisasi kebudayaan masyarakat yang paling massal anggotanya dengan kegiatan yang merakyat. Hal ini membuat Lekra menjadi organisasi kebudayaan yang paling berpengaruh pada saat itu ditambah kedekatan Lekra dengan PKI di mana pada saat itu PKI termasuk partai paling kuat dan berpengaruh besar dalam dunia politik.

Lekra melakukan itu semua demi mewujudkan prinsip yang dianutnya, yaitu kebudayaan dari, dan untuk rakyat. Tak dapat dipungkiri, dengan cerdiknya Lekra yang mampu mengambil simpati rakyat terutama rakyat kecil. Hal tersebut membawa dampak yang serupa pada PKI di mana PKI banyak mendapat simpatisan dari masyarakat terutama masyarakat bawah, yaitu kalangan orang-orang kecil dan buruh.

Lekra lahir dan tumbuh dalam suasana Indonesia yang pada saat itu menjadikan politik sebagai panglima. Sebab politik diutamakan, kebudayaan pun semakin sarat akan politik bahkan dengan alasan yang sama pula, kebudayaan bisa dikatakan sebagai ajang tarung politik.

Tak heran, kesenian dan kebudayaan memiliki hubungan yang erat dengan dunia politik pada saat itu, misalnya dapat menjadi alat untuk menarik simpati rakyat, mengkritik pemerintah, menghimpun, dan menarik massa secara luas.

Jadi, bukan hal yang biasa lagi ketika mendengar banyak organisasi kemasyarakatan yang mempunyai organisasi atau lembaga kesenian dan kebudayaan. Misalnya saja Partai Nasional Indonesia (PNI) mempunyai lembaga kebudayaan bernama Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN),  Nahdatul Ulama mempunyai lembaga kebudayaan bernama Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi), dan Partai Indonesia (Partindo) mempunyai lembaga kebudayaan bernama (Lembaga Seni Budaya).

Hal tersebut membuktikan bahwa Lekra memiliki pengaruh dan peran yang sangat besar terhadap dunia politik dan organisasi kemasyarakatan pada masa itu.

Seperti yang dikatakan oleh Amir Pasaribu, komponis dan penyanyi Lekra, beliau mengatakan “Seniman tidak berpolitik, itu benar, tidak berpolitik gerakan subversif, 1001 kali seniman tidak berpolitik, 1001 kali pula politik akan mencampuri seni dan seniman”.

 

Daftar Pustaka

Lembaga Kebudayaan Rakyat dalam https://www.google.com/search?q=wikipedia+lekra&oq=wikipedia+lekra&aqs=chrome..69i57j0i22i30.5865j1j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8 diakses pada 10 Juni 2022 pukul 09.53 WIB.

Sejarah Lahirnya Lekra dalam http://digilib.uinsby.ac.id/10373/6/bab3.pdf, diunduh pada 10 Juni 2022 pukul 09.57 WIB.

Lekra dan Geger dalam https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/post/download_doc/67, diunduh pada 10 Juni 2022 pukul 09.58 WIB.

Ikuti tulisan menarik Tanti Ariana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

20 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

20 jam lalu