x

Iklan

Mohammad Imam Farisi

Dosen FKIP Universitas Terbuka
Bergabung Sejak: 17 Februari 2022

Senin, 20 Juni 2022 06:18 WIB

Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat; Publikasi Ilmiah atau Bukan?

Jika jurnal pengabdian masyarakat bisa masuk dalam basis data Scopus, maka jurnal semacam itu tidak hanya terbit dan dikenal di Indonesia. Namun, ada contadictio in terminis dalam istilah “jurnal ilmiah”. Fakta yuridis-formal a-sinkronis inilah yang kemudian memicu pertanyaan dan polemik di kalangan dosen seputar apakah jurnal pengabdian masyarakat masuk kategori publikasi ilmiah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belakangan ini, setidaknya sekitar lima tahun terakhir, sejumlah perguruan tinggi mulai menerbitkan Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (jurnal abdimas) yang memuat artikel hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Jurnal abdimas tertua adalah Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (JPKM) (Sinta 3) yang diterbitkan tahun 1995 oleh LPPM Universitas Negeri Medan. Maraknya penerbitan jurnal tampaknya dipicu oleh Permenristekdikti 9/2018 tentang “Akreditasi Jurnal Ilmiah”.

Data pada laman Asosiasi Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (AJPKM) (https://ajpkm.org/members/) mencatat sebanyak 71 jurnal abdimas terbitan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, dan 33 (46%) diantaranya sudah terindeks SINTA (S3—S6) (sinta3.kemdikbud.go.id). Telusuran berbantuan ‘mbah Google’ juga menemukan beberapa jurnal abdimas (nasional dan internasional) yang sudah terindeks DOAJ (Direct Open Access Journal), dan SCOPUS. Diantaranya (5 jurnal) diterbitkan oleh beberapa perguruan tinggi Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Terindeks DOAJ dan Scopus

Kata Kunci (Title)
DOAJ
SCOPUS
1.   Community Engagement
1. ASEAN Journal of Community Engagement (IND)
2. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) (IND)
International Journal for Research on Service-Learning and Community Engagement (FRC) - DISCONTINUED
2.   Community Service
1. Michigan Journal of Community Service Learning (USA)
2. Journal of Community Service and Empowerment (IND)
3. Undergraduate Journal of Service Learning and Community-Based Research (USA)
4. Sasambo: Jurnal Abdimas (Journal of Community Service) (IND)
International Journal for Research on Service-Learning and Community Engagement (FRC) - DISCONTINUED
3.   Community Development
1. Journal of Agriculture, Food Systems, and Community Development (USA)
2. Journal of Rural and Community Development (CAN)
3. PH RECODE (Journal of Public Health Research and Community Health Development) (IND)
1. Community Development (GBR)
2. International Journal for Research on Service-Learning and Community Engagement (FRC) - DISCONTINUED
4.   Community Empowerment
Journal of Community Service and Empowerment (IND)
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

 

Gambar 1. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Terindeks SINTA

 

Jika Jurnal abdimas bisa masuk dalam basis data Scopus, maka jurnal semacam itu tidak hanya terbit dan dikenal di Indonesia, melainkan juga dikenal di sejumlah negara di dunia, dan jurnal abdimas juga bisa masuk kategori jurnal ilmiah (scientific journal). Karena Scopus merupakan basis data sitasi yang menyajikan hasil-hasil penelitian dalam berbagai bidang keilmuan, termasuk hasil-hasil penelitian di bidang kemanusiaan-kemasyarakatan (elsevier.com).

Permenristekdikti 9/2018 juga menyebutkan bahwa salah satu fungsi jurnal ilmiah adalah “mendiseminasikan hasil pengabdian kepada masyarakat” (pasal 3 huruf e.). Di sisi lain, PO PAK 2019 membedakan antara “jurnal penelitian” dengan “jurnal abdimas”. Jurnal penelitian masuk pada komponen kegiatan penelitian” (Bidang C), sedangkan jurnal abdimas masuk pada komponen kegiatan pengabdian kepada masyarakat” (Bidang D - butir D.6) dengan perolehan nilai angka kredit tertinggi (NAK) = 5 AK. Ketentuan ini merupakan unsur baru yang belum ada di dalam PO-PAK 2014. Sesuai ketentuan PO-PAK 2019, hasil/produk abdimas selain berbentuk laporan (out-put), juga dalam bentul artikel yang dipublikasikan pada jurnal abdimas merupakan luaran (outcome).

Lebih lanjut Permenristekdikti mendefinisikan jurnal ilmiah sebagai bentuk pemberitaan atau komunikasi yang memuat karya ilmiah dan diterbitkan berjadwal/berkala. Karya ilmiah didefinisikan sebagai artikel yang secara nyata memajukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni yang didasarkan pada hasil penelitian, perekayasaan, dan/atau telaahan yang mengandung temuan dan/atau pemikiran yang orisinil serta tidak plagiat (pasal 1 ayat 1; pasal 4 ayat [1]). Definisi serupa terdapat di dalam PO-PAK 2019, “Karya ilmiah berupa hasil penelitian atau hasil pemikiran yang sesuai dengan bidang ilmumya”.

Jika definisi ini yang digunakan, maka jurnal abdimas secara substantif TIDAK menemuhi kriteria sebagai publikasi karya ilmiah (scientific paper). Karena artikel yang dipublikasikan pada jurnal abdimas hanya “mendiseminasikan hasil pengabdian kepada masyarakat,” agar publik mengetahui apa yang sudah dilakukan (proses abdimas) dan bagaimana hasilnya sesuai dengan tujuan kegiatan abdimas yang dilakukan (hasil abdimas). 

Dengan demikian, ada contadictio in terminis dalam istilah “jurnal ilmiah”. Fakta yuridis-formal a-sinkronis inilah yang kemudian memicu pertanyaan dan polemik di kalangan dosen, “apakah jurnal abdimas masuk kategori publikasi ilmiah atau tidak?” jika YA, “Mengapa pengakuan jurnal abdimas terpisah/dibedakan dengan jurnal hasil penelitian/pemikiran?” (PO-PAK 2019).

 

Dua MODEL Pengabdian kepada Masyarakat

Permendikbud 3/2020 mendefinisikan abdimas (community service, community development, community empowerment) sebagai kegiatan menerapkan, mengamalkan, dan membudayakan hasil penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat. Termasuk dalam kegiatan abdimas adalah pengembangan hasil pendidikan, dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat/industri yang dilakukan secara terprogram; pelatihan/penyuluhan/penataran/ ceramah pada masyarakat; layanan/kegiatan untuk menunjang tugas pemerintahan dan pembangunan (PO PAK 2019).

Dengan kata lain, secara konseptual (definisional), abdimas  merupakan kegiatan “difusi” hasil-hasil inovasi (Rogers, 1983) atau “hilirisasi” hasil-hasil pemikiran/penelitian (Natsir, 2015) kepada (kelompok) masyarakat. Dalam pengertian ini, abdimas adalah suatu proses/kegiatan dimana sebuah inovasi hasil-hasil pemikiran/penelitian/rekayasa dikomunikasikan/diterapkan kepada masyarakat sebagai sebuah sistem sosial melalui beragam saluran pada lintasan waktu tertentu.

Sejalan dengan konsep “difusi” atau “hilirisasi”, ada dua konsep yang saling kait (interchainable) antara penelitian dan abdimas, yaitu "abdimas berbasis penelitian" (research-based community service) dan "penelitian berbasis abdimas" (community service-based research). Kedua konsep tersebut berkaitan dengan paradigma abdimas yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi (PT). Terutama bagaimana PT menempatkan atau memposisikan masyarakat dalam projek-projek abdimasnya, dan implikasinya terhadap substansi atau konten jurnal abdimas (Farisi, 2020).

Abdimas berbasis penelitian (research-based community service) adalah abdimas yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian (terapan atau pengembangan) yang dilakukan oleh PT. Abdimas model ini didasarkan pada paradigma lama pemberdayaan masyarakat. Dimana masyarakat dijadikan sebagai objek dan pasar dari produk-produk iptek, seni, rekayasa dari PT. Program abdimas lebih berorientasi pada upaya memberdayakan masyarakat berdasarkan jargon "Perguruan Tinggi sebagai agent of change" yang menempatkan masyarakat sebagai "objek binaan/pembaruan" atau "passive recipient."

Abdimas model ini merupakan evolusi pertama projek abdimas yang sudah dirintis sejak tahun 1971/1972. Lazim dilakukan dalam bentuk kegiatan seperti penyuluhan, menyediakan percontohan, memperagakan, dan menerbitkan media publikasi, dll. baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa (PMkN dan KKN).

Penelitian berbasis abdimas" (community service-based research) adalah abdimas yang dilakukan bersamaan dengan penelitian atau penelitian yang dilakukan secara bersamaan pada saat abdimas. Abdimas model ini didasarkan pada paradigma baru yang sejalan dengan perubahan paradigma pemberdayaan masyarakat. Menurut paradigma ini, "masyarakat sebagai agent of change" dalam keseluruhan projek abdimas PT. Pembangunan masyarakat melalui abdimas, karenanya, bersifat people-centered, participatory.

Dalam paradigma baru ini, masyarakat tidak lagi diposisikan sebagai "objek” atau "passive recipient", melainkan sebagai "subjek partisipan pembangunan" atau "active participant". Masyarakat terlibat penuh dalam keseluruhan projek abdimas, sejak awal hingga akhir sebagai mitra, patner dan partisipan aktif projek abdimas, baik yang dilakukan oleh dosen dan/atau mahasiswa.

 

Dua MODEL Jurnal Abdimas: Aspek Substantif

Artikel yang dihasilkan oleh dua model abdimas pun berbeda secara substantif.

Model abdimas pertama (abdimas berbasis penelitian) menghasilkan artikel yang secara substantif merupakan diseminasi (penyebarluasan) proses dan hasil abdimas yang dilakukan. Dengan kata lain, artikel yang dipublikasikan pada jurnal abdimas hanya “mendiseminasikan hasil pengabdian kepada masyarakat,” agar publik mengetahui apa yang sudah dilakukan, bagaimana hasilnya sesuai dengan tujuan kegiatan abdimas yang dilakukan, serta kendala dan tantangan yang dihadapi. Substansi artikel/jurnal mendiseminasikan beragam kegiatan abdimas yang telah dilaksanakan, baik berupa pelayanan kepada masyarakat, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bidang keahliannya, peningkatan kapasitas masyarakat; atau pemberdayaan masyarakat (Panduan, 2020).

Model abdimas kedua (penelitian berbasis abdimas), dimana abdimas dilakukan berbarengan dengan penelitian atau meneliti sambal mengabdi atau sebaliknya akan menghasilkan artikel/jurnal yang berbeda jika dibandingkan dengan artikel dan jurnal yang dihasilkan oleh model abdimas pertama. Pada model ini, artikel/jurnal yang dihasilkan pun secara substantif TIDAK HANYA memuat dan mendiseminasikan proses dan hasil abdimas. Lebih dari itu, artikel/jurnal yang dihasilkan juga menyajikan hasil analisis dan/atau meta-analisis atas apa, mengapa, dan bagaimana projek abdimas sebagai bagian integral dari kegiatan penelitian, yang pada akhirnya dituntut untuk menghasil “kebaruan” (novelty) dalam aspek teoretik/konseptual, model, program, dll. terkait dengan pemberdayaan masyarakat.

Dengan kata lain, artikel/jurnal abdimas secara substantif BUKAN/TIDAK HANYA melaporkan hasil kegiatan abdimas an-sich, melainkan juga merupakan kajian/evaluasi teoretik secara kritis terhadap proses dan hasil kegiatan abdimas yang dilakukan; dan darinya kemudian membangun konsep/teori/generalisasi “baru” yang bermanfaat bagi pengembangan teori dan praktik pembangunan/pemberdayaan masyarakat secara politik, ekonomi, sosial, budaya, dll.

Termasuk pada model kedua adalah artikel/jurnal abdimas hasil dari “meta-analisis” (metaanalysis) atas berbagai laporan hasil abdimas (difusi inovasi) dari berbagai lintasan waktu, masyarakat, dan geografis. Melalui meta-analisis, seorang/sekelompok peneliti memungkinkan untuk merumuskan simpulan-simpulan yang lebih general hingga pada tataran teori, melalui perumusan generalisasi-generalisasi (Farisi, 2022).

Contoh terbaik dan monumental hasil meta-analisis difusi-inovasi kepada masyarakat adalah karya Everett M. Rogers “Diffusion of Innovations” (1983). Contoh artikel abdimas model kedua dapat dilihat pada jurnal terbitan Oxford University Press pada laman: https://academic.oup.com/cdj/issue

Model artikel/jurnal tipe kedua ini dapat dicermati diantaranya pada jurnal “Community Development: Journal of the Community Development Society” yang diterbitkan oleh Routledge. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan “to improving knowledge and practice in the field of purposive community change”. Misinya adalah “to advance critical theory, research, and practice in all domains of community development, including sociocultural, political, environment, and economic”. Manuskrip yang diterima dan diterbitkan BUKAN laporan hasil kegiatan abdimas an-sich, melainkan “manuscripts that report research; evaluate theory, methods, and techniques; examine community problems; or critically analyze the profession itself(journal.indexcopernicus.com).

Hal yang sama juga dapat dicermati pada jurnal “Community Development” terbitan Taylor & Francis. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan “to advance theory, research, practice, and teaching that serves purposive community change.” Manuskrip yang diterima untuk diterbitkan adalah “manuscripts that report empirical research findings; build theory, research methods, or pedagogy; evaluate current practices; or critically analyze the profession itself. Authors are strongly encouraged to link research to theory and clearly state the implications of their manuscript’s content for practice and policy.” (tandfonline.com).

Dengan demikian, secara konseptual-paradigmatik, jurnal abdimas dapat dibedakan menjadi 2(dua). Pertama, jurnal abdimas yang memuat artikel-artikel yang secara substantif dan metodologis melaporkan (mendeskripsikan, menjelaskan) hasil kegiatan abdimas yang dilakukan an-sich. Jurnal kategori ini TIDAK DAPAT dimasukkan dalam Jurnal Ilmiah. Kedua, jurnal abdimas yang memuat artikel-artikel yang secara substantif dan metodologis merupakan hasil kajian/evaluasi teoretik secara kritis terhadap proses dan hasil kegiatan abdimas yang dilakukan; dan darinya kemudian membangun konsep/teori/generalisasi “baru” yang bermanfaat bagi pengembangan teori dan praktik pembangunan/pemberdayaan masyarakat secara politik, ekonomi, sosial, budaya, dll. Jurnal kategori ini DAPAT dimasukkan dalam Jurnal Ilmiah.

Gambar 2. Skema perbedaan antara 1cjurnal abdimas 1d dan 1cjurnal ilmiah 1d.

 

Kembali pada pertanyaan pada awal tulisan ini, “apakah jurnal abdimas masuk kategori publikasi ilmiah atau tidak?” YA, jika artikel/jurnal abdimas dimaknai dari perspektif yuridis-formal (PO-PAK 2019), dan merupakan luaran dari model abdimas pertama (abdimas berbasis penelitian). TIDAK, jika artikel/jurnal abdimas dimaknai dari perspektif teoretik-konseptual dengan mencermati substansinya, dan merupakan luaran dari model abdimas kedua (penelitian berbasis abdimas).

Akhirnya, yang perlu menjadi pemikiran dan kepedulian kita bersama, khususnya pihak kemendikbudristek/Dirjen Dikti adalah revisi (penyesuaian) terhadap sistem pengakuan dan penghargaan (recognition and reward system) atas publikasi Jurnal Abdimas yang belum maksimal. Artikel hasil abdimas masih diklasifikasikan ke dalam kegiatan abdimas, bukan bagian dari penelitian. Klasifikasi indeksasi SINTA (S-1 sd S-6) pun tidak berdampak terhadap pengakuan dan penghargaan terhadap Jurnal Abdimas. Berapapun klasifikasi SINTAnya, semua hanya diakui dan dihargai dengan nilai 5 AK.

Maraknya penerbitan jurnal-jurnal abdimas, Kemendikbudristek/Dirjen Dikti perlu memikirkan dan mempertimbangkan kembali sistem pengakuan dan penghargaan atas publikasi Jurnal Abdimas. Artikel pada jurnal abdimas, bisa tetap pada klaster kegiatan abdimas, tetapi bisa dimungkinkan juga masuk pada klaster kegiatan penelitian. Dengan catatan, secara substantif dan metodologis mengikuti ketentuan dalam jurnal-jurnal hasil penelitian/pemikiran. Pada gilirannya hal ini juga perlu menjadi pemikiran dan kepedulian dari para pengelola/penerbit jurnal abdimas.

 

 Tangsel, 16 Juni 2022

 

Ikuti tulisan menarik Mohammad Imam Farisi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler