x

Manfaat dan keuntungan yang diperoleh peserta pra kerja dari mengikuti pelatihan barista dan usaha warung kopi

Iklan

Ali Mufid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Maret 2022

Selasa, 5 Juli 2022 11:12 WIB

Nyruput Kopi, Selami Bahasa Rasa

Ngopi sudah menjadi kearifan lokal. Rutinitas itu menjadi satu-kesatuan dari aktifitas manusia. Melalui budaya ngopi, kita bisa bertukar fikiran, media aktualisasi diri hingga merumuskan berbagai rencana produktif di masa mendatang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kedai kopinya cozy menawarkan berbagai macam kopi mulai dari black coffee, cappucino, latte, americano, espresso, macchiato, dan mocha. Sebetulnya masih banyak varian lainnya, tapi cukupkan saja di kata mocha karena kita tak akan banyak membahas varian melainkan budaya nyruput kopi.

Kedai kopi itu setiap harinya dikunjungi anak-anak muda. Sebatas hangout, ngerjain tugas, curhat sampai merampungkan deadline project desain logo perusahaan. Setiap meja dipenuhi para penikmat kopi, sebagian lagi juga minum kopi hanya tidak addict, cukup mencari tempat yang nyaman untuk membangkitkan mood. Mereka bisa berjam-jam kongkow ngobrol sana-sini bahkan tak jarang diantara isi diskusi ada tawaran deretan mimpi.

Tak membuat kantong kering. Itu rumus saat menyapa kedai kopi nan asri dengan aksen industrial. Kumpulan dekorasi interior menguatkan identitas bahwa ruang itu layak menjadi latar foto setiap pengunjung yang ingin rehat sejenak untuk berselfie. Saat kita ingin pamer kesibukan, live instagram jadi solusinya. Bagi sosialita, tempat menentukan asumsi follower atas siapa diri kita.

Bagi pecinta kopi, tema kedai kopi identik untuk menentukan karakteristik kita. Pecinta sastra mungkin lebih nyaman dengan interior penuh dengan quote menyelami bahasa rasa. Sementara pesan-pesan para tokoh pembaharu, lebih dominan dihuni kalangan mahasiswa pergerakan. Sedangkan selebgram lebih cocok di kedai kopi yang instagrammable. Lalu pecinta kopi addict lebih nothing to lose, yang mereka cari adalah citarasa dari si kopi.

Ini tentang keeankearagaman Indonesia. Para pelaku usaha kedai kopi sangat peduli dengan market. Segmentasi sangat menentukan energi kedai kopi akan ditawarkan pada pangsa pasar yang bagaimana. Kekuatan komunitas pun berperan penting atas eksistensi dan kompetisi kedai kopi. Saling membangun citra diri untuk menjawab kebutuhan pasar.

Budaya ngopi masing-masing daerah di Indonesia tentu berbeda-beda. Di Jogja misalnya, pecinta kopi pada segmentasi mahasiswa, mereka lebih memilih kedai kopi yang ekonomis namun citarasa kopi kelas juara. Selain itu, tema tempat tak menjadi urgensi bagi mereka. Terpenting adalah suasana mendukung untuk berdiskusi berbagai isu terkini. Meski saat ini banyak kedai kopi yang menawarkan bermacam-macam tema. Tetap saja kaum egaliter lebih nyaman dengan tempat yang bersahaja.

Ngopi sudah menjadi kearifan lokal. Rutinitas itu menjadi satu-kesatuan dari aktifitas manusia. Melalui budaya ngopi, kita bisa bertukar fikiran, media aktualisasi diri hingga merumuskan berbagai rencana produktif di masa mendatang. Saat pecinta kopi di paksa dengan konsep street coffee, mungkin beluk sepenuhnya diterima karena ngopi itu persoalan bercumbu dengan waktu. Ngopi tak sebatas nyruput air dari cangkir. Lebih dari itu, didalam budaya ngopi ada bahasa rasa yang seringkali sulit untuk diungkapkan saat sendiri.

Ikuti tulisan menarik Ali Mufid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

53 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB