x

Birokrasi seperti gelas-gelas yang telungkap

Iklan

Ilham Pasawa

Penulis
Bergabung Sejak: 8 November 2021

Senin, 18 Juli 2022 08:44 WIB

Candu yang Semu

Cerpen ini berisi tentang kisah keretakan rumah tangga yang disebabkan oleh perjudian dan hasrat yang tak terbendung.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Malam itu hening sekali, rembulan dan bintang tertutup awan mendung. Di suatu rumah yang sangat sederhana sekali tampak seorang wanita muda menangis tersedu-sedu sambil sesekali melirik ke anaknya yang masih berusia hitungan bulan. Rupanya beberapa menit yang lalu baru saja terjadi pertengkaran hebat antara wanita itu dengan suaminya. Lalu akhirnya suaminya pergi meninggalkan ia begitu saja.

Munir, kita sebut saja begitu. Pria yang baru saja meninggalkan istrinya itu adalah seorang yang berprofesi sebagai ojek online. Ia membiayai kebutuhan makan dan susu istri dan anaknya dari penghasilannya sebagai ojek online yang tak seberapa. Sebagai seorang suami ia bisa dibilang sebagai suami yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Sejak pernikahannya dengan Nani si perempuan yang menangis di keheningan malam itu, ia hampir tak pernah memicu perdebatan dan pertengkaran. Ya! Bisa dibilang baru akhir-akhir ini sikapnya berubah drastis, ia lebih terlihat menjadi sering depresi juga hampir selalu pulang tanpa membawa apa-apa

Nani mulanya curiga jika suaminya memiliki perempuan baru, tetapi ternyata bukan itu persoalannya. Ada hal lain yang merubah sikap suaminya begitu drastis

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Ko setiap hari selalu bilang nggak dapat sewa, mas?

"Emang lagi nggak dikasih mau gimana lagi?

Nani lalu mengkeluhkan isi hatinya, jika terus-terusan tak dapat sewa lantas bagaimana ia bisa membeli susu untuk anaknya serta untuk makan sehari-hari

Ditengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, Nani yang sedang menidurkan baginya dikejutkan oleh seorang yang tak ia kenal yang mencari suaminya

"Permisi, mba. Benar ini rumahnya Munir Sudarsono?" Tanya pria itu

"Betul, mas. Ada apa ya?" Tanya Nani keheranan

"Saya dari aplikasi pinjaman online, mau menagih tunggakan." Jawab pria yang ternyata seorang penagih dari satu platform pinjaman online

Saat si penagih menunjukan nominal yang dipinjam oleh suaminya ia terkejut. Nominal itu dianggap begitu besar baginya. Selain terkejut, Nani pun bingung, untuk apa sebenarnya suaminya itu meminjam uang sebanyak itu? Setau dia, suaminya tak pernah beli barang atau hal lain yang mengeluarkan banyak uang

Dengan wajah memelas Nani menjelaskan jika saat ini ia tak memiliki uang untuk melunasi tagihan suaminya. Sang penagih pun memaklumi dan memberikan waktu untuk pelunasan. Sepulangnya si penagih Nani merenung sedih sambil membelai lembut anaknya

Apa yang sebetulnya mas Munir lakukan sampai ia meminjam uang sebanyak itu. Sementara setiap pulang ia selalu bilang tak ada yang dan tak dapat sewa, sekalinya ada hampir tak lebih dari lima puluh ribu saja. Aku menjadi khawatir dan curiga jika mas Munir main mata dengan perempuan lain. Pikiran Nani berkeliaran bebas kemana-mana

Menjelang isya saat Munir baru saja tiba dan merebahkan dirinya di atas kursi plastik Nani menghampiri sambil menggendong si kecil

"Mas, tadi ada yang dateng ke rumah nyariin mas." Ujar Nani

Munir diam saja tidak merespon, dalam kepalanya ia sudah menebak jika yang datang ke rumahnya salah satu penagih dari aplikasi pinjaman online

"Buat apa, mas? Duit sebanyak itu buat apa?

Munir masih diam saja

"Mas punya perempuan lain? Ingat anak kita yang masih kecil ini mas." Nada bicara Nani semakin naik

Mendengar istrinya mulai menjurus ke arah perselingkuhan Munir akhirnya merespon

"Mana mungkin aku main perempuan. Punya istri satu aja sudah pusing." Jawab Munir

"Terus buat apa?" Tanya Nani menyelidik

"Buat apa? Emang kamu pikir motor nggak perlu dirawat? Aku pinjam uang buat ganti oli buat servis segala macem. Nggak mungkin kan buat urus motor aku minta sama kamu? Lagian juga nanti aku bayar." Ujar Munir menjelaskan

Nani tampak tidak percaya dan terus menuduh Munir sudah main mata dengan perempuan lain. Pria kurus itu pun lama-lama menjadi jengkel. Ia pun berdiri dan menunjuk wajah istrinya dengan wajah memerah

"Aku nggak pernah main perempuan. Aku selalu inget sama anakku, tapi kalo terus dituduh begini aku nggak bisa. Tandanya kamu udah nggak percaya sama aku. Kamu tuh nggak pernah ngerti jadi istri ya. Lagian kamu kenapa nggak coba bantuin suami kamu nyari makan. Kerja apa gitu.

"Kalo si bayi udah gede juga aku bakal kerja. Kalo begini siapa yang mau jagain si kecil? Kamu mau? Hah!

"Masa bodo lah, aku baru pulang, capek, sampe rumah malah dituduh yang nggak-nggak." Munir pun keluar sambil membanting pintu

Kita tahu, hati perempuan begitu lembut untuk mengasihi tetapi ia lebih rentan pecah dari kaca. Tak perlu kata-kata kasar, bahkan perilaku yang keras pun kerap menyakiti hati perempuan. Terlebih jika ada pemicu lebih keras yang memintal emosi serupa pintalan benang yang menjadi semakin kusut. Tentu pikiran dan hati perempuan akan semakin kalut dan kacau

Sebab itu, selepas Munir pergi Nani menangis seorang diri di teras rumah. Sambil berharap cemas kemana pergi suaminya

Sementara langit makin menghitam, Munir nampak menghisap sebatang rokok dengan segelas kopi tepat di hadapannya. Joko, sobat karibnya melempar tanya dan menebak jika Kawanua itu sedang tak baik-baik saja

Munir pun bercerita tentang masalahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam, menghisap rokoknya lalu mengepulkan asap-asap penyesalan

Ya! Istriku mengira aku main perempuan lagi. Padahal sama sekali aku tak pernah berpikir sepicik itu. Aku agak naik darah tadi di rumah, berkata dengan nada tinggi dan membanting pintu. Aku menyesal, ia tak salah, aku yang salah. Perdebatan itu bermula menyoal tukang tagug hutang datang ke rumah menagih tagihanku. Bodohnya aku, meminjam uang demi ambisi kemenangan semu. Kamu tau aku pinjam untuk apa? Aku pinjam untuk main judi online

Mendengar hal itu Joko merasa heran dan agak tidak percaya. Pasalnya, Munir ia ketahui pribadinya sangat religius. Ia tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai pemeluk agama, lantas kenapa ia bisa terjerumus dalam perjudian

Awalnya aku hanya mencoba dan penasaran. Pertama kali main aku cuma modal dua puluh ribu bisa menang satu juta. Lantas aku ketagihan, pikirku dimana aku dapat uang satu juta cuma hitungan menit? Akhirnya aku nafsu dan terus main. Hasil narik dan bayaran sewa aku pertaruhkan di situs-situs judi. Sayang, nasibku buruk. Selalu kalah dan terus kalah. Uang pun habis, sementara ambisi terus berlanjut dan makin gila. Aku pinjam online, mulanya aku tak pertaruhkan semua, pikirku sebagian untuk servis motor. Tetapi lagi-lagi aku nafsu, aku pertaruhkan semuanya. Nihil, aku tak dapat apa-apa. Aku pinjam sama teman sesama ojol, alibiku untuk beli oli motor, lagi-lagi nihil. Tak dapat apa-apa. Akhirnya satu Minggu ini, penghasilanku kubuat bayar utang ke teman-teman. Sementara istriku tak dapat apa-apa. Aku menyesal, tetapi itu benar-benar candu, candu sekali.

Aura wajah Munir tampak sedih dan menyesal

Joko pun bicara, ia berkata jika Munir sudah tahu apa konsekuensi berjudi. Ia pun paham hukumnya dalam agama. Bagi Joko, ia mungkin bisa membantu mencari jalan keluarnya. Satu syarat yang mesti dilalui Munir, ia harus berhenti dan mengikhlaskan uang kekalahannya, sebab jika ia masih mengharap uangnya kembali, ia akan terus main dan main. Lalu Joko pun berpesan pada temannya

"Ingat, kamu sudah punya anak, anakmu butuh susu, istri mu butuh makan. Berhenti, perbanyak bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan. Muara dari perjudian tak lain adalah hasrat dan kurangnya rasa bersyukur. Kawan, kau lebih paham dariku, percayalah kau bisa lalui itu, dengan syarat kau harus berhenti berjudi! Sebab Judi adalah candu yang semu.

 

IP. 17 Juli 2022

Ikuti tulisan menarik Ilham Pasawa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler