x

Aspal. Ilustrasi Pembangunan Jalan

Iklan

Indrato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Juli 2021

Senin, 1 Agustus 2022 17:53 WIB

Sudah 42 Tahun Indonesia Impor Aspal, Haruskah Kita Menangis atau Tertawa?

Indonesia sudah melakukan impor aspal selama 42 tahun. Apa kata dunia? Padahal Indonesia telah memiliki deposit aspal alam yang jumlahnya sangat melimpah di Pulau Buton. Haruskah kita menangis atau tertawa melihat kenyataan pahit ini? Siapakah yang harus bertanggung jawab? Yang paling harus bertanggung jawab adalah diri kita sendiri sebagai rakyat Indonesia. Karena sejatinya aspal alam Buton adalah karunia Allah SWT yang Maha Besar untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun sangat disesalkan sekali bahwa selama ini kita sebagai rakyat Indonesia telah “lupa daratan” (bertindak tanpa menghiraukan harga diri sehingga melapaui batas) dan khilaf. Kita telah hanyut dan tenggelam di dalam “comfort zone” aspal impor. Oleh karena itu mulai detik ini kita jangan menyalahkan siapa-siapa lagi, termasuk jangan menyalahkan para Menteri dan Pak Jokowi. Penyebab mengapa sudah 42 tahun Indonesia impor aspal adalah karena diri kita sendiri sebagai rakyat Indonesia. Kita tidak pernah mau rela bersatu padu sebagai satu kesatuan yang kompak untuk membela dan memperjuangkan nasib aspal alam Buton dengan “keringat dan darah” demi masa depan anak-anak dan cucu-cucu kita yang gemilang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia pertama kali melakukan impor aspal sekitar tahun 1980an. Jadi berarti pada tahun 2022 sekarang ini, Indonesia sudah genap melakukan impor aspal selama 42 tahun. Sampai kapankah Indonesia akan terus mengimpor aspal? Sampai saat ini masih belum ada seorang pun yang bisa memprediksi kapan Indonesia akan berhenti impor aspal. Mungkin saja untuk selamanya.

Mengapa Indonesia tidak mau memproduksi sendiri aspal lokal? Apakah impor aspal ini merupakan suatu prestasi pencapaian yang membanggakan di era pemerintahan Pak Jokowi? Atau ini merupakan suatu prestasi pencapaian yang sangat mengecewakan rakyat Indonesia? Haruskah kita menangis atau tertawa melihat fakta pahit ini? Padahal Indonesia sendiri sudah memiliki sumber daya aspal alam di Pulau Buton yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia sejak dulu kala. Mengapa kita tidak memanfaatkan saja aspal alam Buton ini untuk mengsubstitusi aspal impor? Kejadian ini merupakan sebuah fenomena yang tidak masuk akal sama sekali. Alangkah miris dan ironinya tragedi ini bisa terjadi di negara kita yang katanya kaya raya dengan aspal alamnya.

Ada kisah seorang yang sangat peduli dengan nasib aspal alam Buton yang merasa sangat heran dan tidak percaya bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki banyak Perguruan Tinggi, Universitas, dan Badan Riset Nasional yang cukup bagus. Tetapi menggapa selama 77 tahun Indonesia merdeka, para ahli, pakar, dan ilmuwan masih belum ada satu orang pun yang mampu menemukan Teknologi Ekstraksi aspal Buton “made in Indonesia” yang mumpuni, ekonomis, dan ramah lingkungan untuk mensubstitusi aspal impor? Siapakah Pejabat Negara yang berani menjawab tantangan dari sebuah pertanyaan yang sangat mendasar ini? Kalau tidak ada seorang pun Menteri yang mau bertanggung jawab, apakah mungkin Pak Jokowi sendiri yang akan dapat menjelaskannya? Haruskah kita menangis atau tertawa melihat fakta mengenai nasib aspal alam Buton yang sangat merana di usianya yang hampir mencapai 1 abad ini? 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seandainya saja pemerintah Indonesia tidak bisa mengklarifikasi secara jujur di depan wakil-wakil rakyat di DPR, mengapa Indonesia sudah 42 tahun masih terus melakukan impor aspal, apakah mungkin masih ada rasa tanggung jawab dari para akademisi, dan ilmuwan dari Perguruan Tinggi, Universitas, dan Badan Riset Nasional yang berani tampil untuk mempaparkan isu ini secara ilmiah dengan didukung oleh data-data konkrit kepada seluruh rakyat Indonesia? Seandainya saja masih belum juga ada seorang pun yang bernyali dan terpanggil untuk mau memberikan informasi, justifikasi, dan pencerahan yang masuk akal, maka mungkin ada baiknya kita mencari “Kambing Hitam” saja. Apakah benar dugaan penyebab utama mengapa sudah 42 tahun Indonesia masih terus mengimpor aspal adalah karena ada para Oligarki yang selama ini memperoleh keuntungan yang sangat besar sekali dengan adanya kebijakan impor aspal tersebut ?. Mungkin ini adalah bukan rahasia lagi. Haruskah kita menangis atau tertawa mengetahui kenyataan yang menyakitkan hati ini bahwa yang paling harus bertanggung jawab mengenai masalah impor aspal adalah “Kambing Hitam”?

Pada bulan Agustus 2022, harga aspal impor adalah sebesar US$ 795 per ton. Padahal, pada bulan Januari 2021 tahun lalu, harga aspal impor masih US$ 420 per ton. Kenaikan harga aspal impor yang di luar nalar tingginya ini adalah akibat dari adanya perang Rusia – Ukraina yang berkepanjangan, dimana telah berdampak langsung kepada kenaikan harga minyak bumi dunia yang telah mencapai harga di atas US$ 100 per barel. Apa yang dapat kita ambil hikmah, pelajaran, dan kesimpulan dari terjadinya peristiwa ini? Inti sarinya adalah mengapa Pemerintah Indonesia tidak pernah mau belajar dari Sejarah bahwa pada bulan Agustus tahun 2008 yang lalu, sebenarnya harga aspal impor juga sudah pernah mencapai harga U$ 825 per ton?. Kata orang Bijak: “Sejarah akan selalu berulang lagi”. Dan sekarang ini sudah benar-benar terbukti. Anda boleh percaya atau tidak. Jadi mengapa para pejabat tinggi negara pengambil kebijakan mengenai aspal impor tidak mau belajar dari peristiwa dan pengalaman-pengalaman yang telah terjadi di masa lalu? Haruskah kita jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya? Haruskah kita sebagai rakyat Indonesia menangis atau tertawa melihat fakta sangat tingginya harga aspal impor sekarang ini?

Menangis dan tertawa adalah romantika kehidupan. Tetapi kalau kita harus menangis terus-menerus gara-gara Indonesia telah melakukan “dosa” impor aspal selama 42 tahun, rasanya kita ini adalah benar-benar “dungu” (mengambil istilah dari Bapak “Presiden Akal Sehat”, Rocky Gerung). Karena kita sejatinya telah memiliki aspal alam Buton yang jumlah depositnya sangat melimpah. Seandainya saja aspal alam Buton ini sudah mampu menggantikan aspal impor sejak 10 tahun yang lalu, tentunya sekarang ini kita sudah pasti akan tertawa terbahak-bahak dengan adanya kenaikan harga aspal impor yang menggila sangat tinggi tersebut akibat dampak dari perang Rusia – Ukraina. Kita bisa saja mengekspor aspal alam Buton ke luar negeri dengan harga yang sangat tinggi dan berlipat ganda. Keuntungan yang akan diperoleh tidak akan terbayang luar biasa besarnya. Nyatanya, pada saat ini pemerintah Indonesia menderita sangat parah. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Karena harga aspal impor terus meroket sangat tinggi, dan disusul juga dengan naiknya kurs Dollar US yang sudah mencapai angka di atas Rp 15 ribu per Dollar. Dalam keadaan seperti ini kita sudah tidak dapat menangis lagi. Apalagi harus tertawa ? Air mata kita pun sudah kering. karena kita merasa sangat malu. Seolah-olah semua orang di seluruh dunia sedang mentertawakan atas kebodohan diri kita sendiri. Karena mengapa kita tidak pernah mau memanfaatkan aspal alam Buton sejak dulu kala.

Proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan-jalan di seluruh Indonesia sebagian besar dibiayai oleh hutang-hutang negara. Dengan adanya kenaikan harga aspal impor yang sangat tinggi sekali dalam sejarah ini, selama jangka waktu yang cukup lama, dan kita belum tahu sampai kapan perang Rusia – Ukraina akan berakhir, maka akan berdampak sangat buruk dengan menggelembungnya nilai hutang-hutang negara tersebut. Dan pada akhirnya, rakyat Indonesia juga yang harus menanggung beban berat hutang-hutang negara tersebut. Haruskah kita menangis atau tertawa melihat bayangan masa depan anak-anak dan cucu-cucu kita yang suram, kelam, dan gelap gulita?. Karena mereka harus, mau atau tidak mau, menanggung beban berat “dosa” yang sebenarnya tidak pernah mereka perbuat?. Padahal seharusnya kita sekarang sudah bisa tertawa riang gembira dengan penuh asa dan harapan mulia menyambut masa depan yang gilang gemilang. Karena sejatinya aspal alam Buton adalah karunia Allah SWT yang Maha Besar untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun sangat disesalkan sekali bahwa selama ini kita sebagai rakyat Indonesia telah “lupa daratan” (bertindak tanpa menghiraukan harga diri sehingga melapaui batas) dan khilaf. Kita telah hanyut dan tenggelam di dalam “comfort zone” aspal impor. Oleh karena itu mulai detik ini kita jangan menyalahkan siapa-siapa lagi, termasuk jangan menyalahkan para Menteri dan Pak Jokowi. 

Penyebab mengapa sudah 42 tahun Indonesia impor aspal adalah karena diri kita sendiri sebagai rakyat Indonesia. Kita tidak pernah mau rela bersatu padu sebagai satu kesatuan yang kompak untuk membela dan memperjuangkan nasib aspal alam Buton dengan “keringat dan darah” demi masa depan anak-anak dan cucu-cucu kita yang gemilang. Dari mana kita harus memulai perjuangan ini? Haruskah kita menangis atau tertawa menyaksikan aspal alam Buton menangis tersedu-sedu di dalam pangkuan dan pelukan Ibu Pertiwi?.

Ikuti tulisan menarik Indrato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler