x

Iklan

Okty Budiati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Juli 2022

Jumat, 5 Agustus 2022 19:53 WIB

Ambara

Pernah ada kehidupan di waktu yang begitu jauh dan terkubur di dalam samudra maha karya, bahwa Venus menopang sementara dirinya telah dilaknat menjadi indung mutiara. Sementara pada sebuah pot dengan masai akar-akar bagaikan ambara matris, saat menentang pamit yang tetap, hilang menjadi kehendak yang imageless.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di rongga lembah-lembah sungai, hampa berlekuk meringkas meraki dalam kepulauan yang gentar misteri dan bernama. Namun, gelombang pasifik mengikat pusar arus yang dihaluskan. Serupa atlas searti lensa-lensa yang merekam jejaknya. Persinggahan tereksposisi ke dalam beragam manuskrip. Saya tidak pernah benar-benar memahaminya. Apakah meraki adalah sebuah nama atau bahasa kiasan.

Secara singkat, bisa jadi, ini tentang cara meraba semangat di partikel-partikel yang tropis.

Pada suatu linimasa yang lalu, masih di tahun ini, di Museum Nasional Jakarta dalam Gastronosia, tanpa disadari, saya kembali tersenyum menatap beberapa artefak yang selalu mampu membawa impian masa kecil tentang adanya kehidupan masyarakat dengan desain kota yang terapung. Ini, sungguhlah tarikan yang takkan mudah goyah, seakan duduk di surau yang terbuat dari bahan kayu besi beralaskan beningnya toska dalam kilau batu-batu merahasikan gua-gua menuju dunia lain.

 

Even as an empty eagle, sharp by fast,

Tires with her beak on feathers, flesh, and bone,

Shaking her wings, devouring all in haste

Till either gorge be stuffed or prey be gone,

Even so she kissed his brow, his cheek, his chin,

And where she ends she doth anew begin.

[Shakespeare]

 

Pernah ada kehidupan di waktu yang begitu jauh dan terkubur di dalam samudra maha karya, bahwa Venus menopang sementara dirinya telah dilaknat menjadi indung mutiara. "I want to speak about bodies changed into new forms. You, gods, since you are the ones who alter these, and all other things, inspire my attempt, and spin out a continuous thread of words, from the world's first origins to my own time." [The Primal Chaos, Ovid] Ada haru yang demikian rembang mengisi, meyakinkan langkah kakiku untuk meninggalkan museum sore itu.

Sementara pada sebuah pot dengan masai akar-akar bagaikan ambara matris, saat menentang pamit yang tetap, hilang menjadi kehendak yang imageless. Sewujud kenangan yang kembali dinaikkan dalam bimbang penantian yang rawan badai vulkanik.

Ikuti tulisan menarik Okty Budiati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler