Kesalahan Persepsi Orang Tua dan Guru Soal Kesiapan Anak Memasuki Jenjang SD
Minggu, 7 Agustus 2022 17:03 WIBKesiapan anak memasuki jenjang pendidikan dasar dipengaruhi oleh aspek kognitif dan non-kognitif. Orang tua di Indonesia biasanya cenderung fokus pada kesiapan akademis saja. Selain itu orang tua dna guru juga mengidap miskonsepsi lain, yakni bahwa anak yang masuk SD sudah harus pintar. Aduh!
Iwan Syahril, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan atau GTK Kemendikbudristek dalam siaran Survei Kesiapan Sekolah yang digelar oleh Guru Dikdas Kemendikbudristek secara daring pada Rabu (4/8/2022) meluruskan beberapa kesalahpahaman tentang kesiapan anak masuk Sekolah Dasar (SD). Iwan menemukan fakta, bahwa masih kerap ditemui miskonsepsi tentang kesiapan anak masuk SD.
Orang tua di Indonesia biasanya masih cenderung fokus pada kesiapan akademis saja. Selain itu, pada bidang akademis, ada juga miskonsepsi lain yang hadir di kalangan orang tua dan pihak terkait seperti guru, yakni anak yang akan masuk SD sudah harus pintar.
Kesiapan Memasuki SD
Ada dua minat orang tua dalam menyekolahkan anaknya memasuki SD. Kelompok pertama, adalah mereka yang menyekolahkan putra-putrinya ke SD Negeri. Kelompok kedua, adalah mereka yang menyekolahkan putra-putrinya ke SD luar negeri alias swasta.
Perbedaannya sederhana. Mereka yang memasukkan anaknya ke SD Negeri, cukup memenuhi syarat usia 7 tahun. Selebihnya adalah kuota SD yang dituju.
Mereka yang memasukkan anaknya ke SD swasta, tidak hanya itu. Kecenderungannya menerakan syarat khusus, yakni pandai membaca dan menulis serta lulus dari TK.
Kondisi ini tidak saja berlaku secara kaku. Dalam perkembangannya, baik negeri maupun swasta sama-sama memberlakukan syarat calon peserta didik SD harus sudah secara akademis: membaca dan menulis.
Aspek kognitif seperti itu memang penting, mengingat pada jenjang SD peserta didik sudah mulai diperkenalkan calistung atau membaca menulis dan berhitung. Dalam istilah kini, anak-anak mulai berliterasi membaca dan numerasi.
Aspek non-kognitif yang mencakup psikologis, sikap, dan minat hendaknya menjadi pertimbangan pula. Ini berlaku bagi orang tua maupun pihak sekolah.
Anak akan bersiap memasuki jenjang SD ketika anak telah selesai menyelesaikan masa prasekolah. Anak membutuhkan kesiapan di dalam upaya mempersiapkan anak memasuki sekolah dasar. Kesiapan sebagai pengukuran seberapa baik anak telah menguasai domain utama pembangunan sebelum anak memasuki sekolah dasar.
Kesiapan anak-anak, sebagaimana diungkap Qruic (2016) pada saat masuk SD merupakan prediktor signifikan dari keberhasilan akademis di seluruh kelas SD. Kesiapan anak masuk SD menjadi ukuran yang menunjukkan sejauh mana anak-anak prasekolah siap untuk berhasil di sekolah.
Faqumala dan Pranoto (2020) bahkan menegaskan, bahwa kesiapan menjadi hal yang sangat penting untuk dimiliki anak. Ini disebabkan, anak yang telah siap untuk pergi ke sekolah akan memberikan keuntungan serta kemajuan dalam perkembangan lebih lanjut.
Di sisi lain anak-anak yang tidak memiliki kesiapan hanya akan mengalami frustrasi jika di tempatkan di lingkungan akademik. Anak akan menark diri, berperilaku abai atau tak acuh dan menunjukkan gejala fisik atau kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah.
Sebaliknya anak yang memiliki kesiapan akan memiiliki kemampuan beradaptasi lebih baik di SD. Kesiapan anak masuk sekolah sebagai ukuran dari pembangunan secara keseluruhan. Anak yang siap akan memiliki keterampilan sosial, kesehatan dan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Sedangkan anak-anak yang kurang siap lebih rentan terhadap masalah akademik, perilaku dan emosional.
Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler