Angin membawa petrikor menuju
jendela kamar.
Padahal, kamar itu adalah kamar
yang paling riuh, berisik.
Berantakan.
Air mata tercecer pada gagang pintu,
gelisah merekat pada hiasan tembok,
dan di sudut ruangan gadis kecil meringkuk
merapatkan lutut, menenggelamkan wajahnya.
Air mata sudah sekering sumur
di musim kemarau.
**
Petrikor itu merambat dari rambut si gadis
menuju luka di hatinya,
membawa rasa hangat dan seribu nyanyian.
Tenang.
Tenang.
Si gadis kecil menjadi tenang.
Perlahan senyap datang dan keramaian
hilang.
**
Hingga pecah segala doa di dalam rumah
penghabisan.
#LombaPuisiTerokaIndonesiana
Ikuti tulisan menarik Yudha Prasetya lainnya di sini.