x

Bisa dibayangkan ketika sekolah menjadi penjara bagi anak didik, maka mereka bukan lagi manusia-manusia bebas dan berpendidikan yang sedang membangun dunia sendiri.

Iklan

Reza Ahmad Wildan

Pembelajar-Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Agustus 2022

Senin, 22 Agustus 2022 18:44 WIB

Menemukan Jati Diri Sekolah

Sekolah harus menjadi ruang bebas belajar anak didik. Jangan sampai jati diri sekolah seperti sebuah penjara. Ia menjadi sebuah medan pertempuran anak didik untuk menempa diri agar bisa menjadi manusia-manusia bebas dan berkualitas. Bisa dibayangkan ketika sekolah menjadi penjara bagi anak didik, maka mereka bukan lagi manusia-manusia bebas dan berpendidikan yang sedang membangun dunia sendiri. Mereka hanya menjadi manusia kerdil dan sempit sebab pandangan dan paradigmanya dibentuk atas kepentingan seorang pengajar dan lain seterusnya. Ini adalah sebuah kesalahan sangat besar sehingga sekolah menjadi neraka bagi mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mungkin hingga saat ini, masih banyak pihak yang sulit untuk memberikan sebuah definisi yang tepat mengenai sebuah sekolah. Namun, secara garis besar, sekolah kemudian dipahami sebagai sebuah sistem yang mencakup beberapa komponen dan setiap komponen terdiri dari beberapa faktor. Komponen tersebut berupa masukan (input), proses (process), keluaran (output), dan keluaran tidak langsung (outcome).

Atas sejumlah pandangan, maka sekolah sesungguhnya merupakan sebuah rumah bersama yang diharapkan mampu memberikan sebuah keteduhan dan kesejukan. Berada dalam sekolah harus dimaknai sebagai langkah untuk memadukan semua keinginan agar bisa melakukan banyak hal. Sekolah yang kemudian harus diberi jati diri apapun selama menjadi tempat belajar merupakan sebuah keniscayaan.

Prinsip dasar yang kemudian perlu ditegakkan dalam bersekolah adalah bagaimana mereka yang berada di dalamnya kemudian mendapat sesuatu hal yang baru yang sebelumnya tidak didapat sama sekali. Sekolah memberikan segala kemudahan untuk dapat melangsungkan sebuah kehidupan yang bermakna dan berguna bagi semua. Dengan bersekolah, kehidupan yang lebih kondusif dan konstruktif kemudian dijalankan dengan sedemikian rupa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam pendekatan formal, dikatakan sebuah sekolah apabila terdapat sebuah bangunan, kelas, ruang perpustakaan, dan lain sejenisnya. Sedangkan dalam pandangan substantif mengatakan bahwa disebut sebuah sekolah bila ia mampu menjadi ruang beraktualisasi bagi semua anak didik tanpa terkecuali. Persoalannya adalah posisi kita semua berada pada titik mana, apakah sekolah hanya dianalogikan dengan bangunan-bangunan ataukah hanya sebuah ruang tanpa batas yang kemudian dapat membelajarkan anak didik untuk mengenal banyak hal, banyak realitas kehidupan dan banyak problematika kehidupan?

Apapun jawabannya, yang terpenting ialah sekolah kemudian harus bisa memosisikan diri sebagai tempat belajar berpikir, mengenali pelbagai fenomena kehidupan dan bisa menciptakan kreativitas-kreativitas yang dapat mengarahkan anak didik untuk semakin paham dan mengerti tentang dunianya. Sekolah setidaknya dapat menjadi guru yang selalu membangun inspirasi bagi semua anak didik untuk berkiprah dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, jati diri sekolah mengutip pendapat Paulo Freire yaitu sejatinya untuk praktik pembebasan. Sekolah harus menjadi ruang bebas belajar anak didik. Jangan sampai jati diri sekolah seperti sebuah penjara. Ia menjadi sebuah medan pertempuran anak didik untuk menempa diri agar bisa menjadi manusia-manusia bebas dan berkualitas. Bisa dibayangkan ketika sekolah menjadi penjara bagi anak didik, maka mereka bukan lagi manusia-manusia bebas dan berpendidikan yang sedang membangun dunia sendiri. Mereka hanya menjadi manusia kerdil dan sempit sebab pandangan dan paradigmanya dibentuk atas kepentingan seorang pengajar dan lain seterusnya. Ini adalah sebuah kesalahan sangat besar sehingga sekolah menjadi neraka bagi mereka.

Awalnya sekolah diniatkan untuk menggerakkan kebebasan berpikir anak didik supaya mereka berpikir kritis transformatif, tapi ini menjadi hal yang mustahil terjadi. Sekolah hanya merupakan sebuah ladang belajar yang tidak lagi bermakna sama sekali. Inikah yang menjadi harapan Bersama? Yang jelas, sekolah perlu diletakan dalam kerangka tepat dan proporsional guna bisa menyambungkan kepentingan anak didik sebagai sosok-sosok yang sedang mengejar mimpi dan visi sekolah sebagai pencerah kehidupan bangsa.

Sekolah menjadi bagian tak terpisahkan dari anak didik dan begitu sebaliknya, sehingga ini selanjutnya menciptakan sebuah hubungan sinegritas. Tentu, dalam praktik pendidikan yang dilakukan dalam sekolah kemudian jangan sampai membuat anak didik merasa jenuh dalam gedung tersebut. Sekolah diharapkan bisa menjadi sebuah pelepas dahaga ketika anak didik merasa kehausan.

Sekolah ibarat tempat bermain yang difasilitasi dengan pelbagai aksesoris untuk bisa menghidupkan sekolah. Dengan kata lain, sekolah benar-benar bisa menghadirkan diri sebagai sebuah surga dunianya bagi anak didik, sebab ia menyelenggarakan sebuah panorama kehidupan yang tidak pernah membosankan. Dalam arti, bahwa sekolah dinilai paling baik dan hebat menurut anak didik adalah Ketika mereka sangat ‘kerasan’ berada di dalamnya. Ada sebuah perasaan senang tak terbayangkan yang membuat mereka damai di dalamnya.

Oleh karena itu, ada beberapa poin fundamental yang kemudian harus diperhatikan guna membuat sekolah menjadi memiliki jati diri. Sekolah yang memiliki jati diri adalah sekolah yang memiliki visi jelas untuk mendidik anak didik dengan cara baru, gaya baru, dengan pendekatan baru, dan pola baru agar mereka tidak pernah merasa bosan dan jenuh dalam sekolah.

Ikuti tulisan menarik Reza Ahmad Wildan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler