x

Iklan

Ahmad Deni Rofiqi

menyukai kucing dan menikmati setiap obrolan menarik
Bergabung Sejak: 6 November 2019

Rabu, 24 Agustus 2022 06:31 WIB

PBNU dan Gus Dur

Tulisan ini merupakan refleksi historis keberadaan Gus Dur dan mimpi Gus Yahya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai ke-Gus Dur-an

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

SIAPA KETUA UMUM PBNU?

Pada Muktamar NU ke-29 di Cipasung, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpaksa masuk “lagi” sebagai kandidat Ketua Umum PBNU dan merebut tampuk kepemimpinan. Bukan tanpa alasan. Kala itu, Orde Baru berusaha “menjinakkan” NU dengan mencari pemimpin yang bisa diperalat. Akhirnya Gus Dur tampil untuk membentengi intervensi kekuasaan terhadap NU.

Langkah Gus Dur, jelas bukan atas dasar “tamak” kekuasaan. Tetapi menyelamatkan NU dari belenggu kekuasaan. Dipakainya lagi kekuatan politik (a political force) olehnya, sebagai anti-tesis dari kekuasaan yang ingin memperdaya NU.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti dalam perjalanan Muktamar ke-34, upaya penyusupan itu tetap ada. Meski tantangan NU hari ini tidak sama dengan NU masa lalu, tetapi warisan semangat untuk “menghidupakan NU dan tidak mencari hidup di NU” adalah sesuatu yang final. Tidak bisa ditawar.

Kekuasaan, sebagai suatu ruang dengan berbagai macam fasilitas, tentu akan menggunakan semua kendalinya untuk merebut a political force NU. Sebagaimana kejadian di Muktamar NU pada tahun 1926--untuk mengembalikan khittah perjuangan NU--patut menjadi refleksi sejarah bagi Muktamar ke-34.

Dalam rangka menuju seabad NU dengan tema Menuju Satu Abad NU, Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia diharapkan tidak hanya menjadi teks kosong belaka. Konsolidasi menuju seabad ini, harus mampu mendorong dan menciptakan berbagai upaya dari NU untuk menjawab tantangan zaman. Komitmen NU seabad ke depan, harus jelas. Setidaknya, tidak berada di bawah belenggu kekuasaan.

Apabila NU—melalui Muktamar ke-34—berhasil membentengi intervensi kekuasaan, setidaknya perjalanan seabad NU, sudah selangkah menuju kemaslahatan. Sebab, sudah jadi tugas NU sejak lama untuk menjunjung tinggi kesejahteraan umat, ketimbang melayani kekuasaan.

Artinya, NU tidak bertekuk lutut di hadap kekuasaan. NU dapat mengambil inisiatif, peran, kontribusi dan memihak terhadap kaum-kaum tertindas. Sebagaimana Gus Dur, beliau melayani kemanusiaan, bukan kekuasaan.

Siapa Ketua Umum PBNU?

Pikiran warga NU hari ini terpusat pada kandidat Ketua Umum PBNU. Karena dibaliknya, akan lahir harapan, gagasan, visi-misi, komitmen, dan berbagai hal lainnya, yang akan mempertaruhkan nasib NU secara institusi dan warga NU di dalamnya.

Hasil akhir musyawarah oleh berbagai lapisan warga NU di Muktamar ke-34, akan dipertanggungjawabkan oleh “siapa” Ketua Umum PBNU-nya. Ibarat tubuh manusia, kepala menjadi pusat komando. Persis seperti NU, pusat komando juga dipegang oleh Ketua Umum.

Saya tidak ingin menyebut nama-nama dalam bursa kandidat Ketua Umum PBNU. Tetapi akan menyeroti dua hal yang menarik untuk dikaji oleh warga NU, khususnya.

Pertama, apa kualifikasi adminisratif menjadi Ketua Umum PBNU? Sebagaimana dalam banyak intrik politik kekuasaan, sisi administratif selalu jadi sasaran strategis proses saling jegal-menjegal kandidat. Sisi administratif dianggap mampu merubah situasi politik. Tetapi sayangnya, banyak warga NU sepertinya cuek dengan pra-syarat kandidat Ketua Umum PBNU. Kebanyakan warga NU lebih dominan melihat aspek nasab keluarga, laterbelakang pendidikan, dan utamanya rekam jejak di lingkungan masyarakat sosial.

Warga NU hari ini, sudah matang secara politik maupun psikologis. Itu sebabnya, warga NU tidak mungkin teperdaya oleh asumsi politik kekuasaan. Bagi warga NU, kepribadian Ketua Umum PBNU adalah hal utama. Sehingga karakter warga NU di sini jelas: mereka tahu siapa yang harus memimpin PBNU!

Kedua, bagaimana bila Ketua Umum PBNU adalah pesanan kekuasaan? Sebagaimana intrik politik, ia selalu hadir dalam banyak momentum. Seperti halnya Muktamar ke-34, sikap kewaspadaan dan independensi keorganisasian, harus dipegang kuat oleh warga NU. Khususnya mereka yang terlibat secara langsung dalam musyawarah di Muktamar ke-34.

Semua warga NU berharap hasil musyawarah di Muktamar ke-34 adalah benar-benar proses menjawab tantangan zaman. Mereka yang terlibat langsung diharapkan mampu untuk mencegah preseden politik yang berkeliaran di mana-mana.

Di tengah semakin maraknya pembajakan lahan dan krisis kemanusiaan, NU dituntut untuk semakin aktif dan berani memihak terhadap kepentigan kelompok-kelompok tertindas dan minoritas. Sebagaimana Gus Dur, ia maju lagi sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-29 untuk menyelamatkan NU, bukan tamak kekuasaan. Nah, kalau Ketua Umum PBNU mendatang, apa kira-kira alasannya? Wallahu a’lam.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Ahmad Deni Rofiqi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB