x

Ilustrasi Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus. Foto: dokumentasi Pendidikan Inklusi Cikal

Iklan

Pipiet Palestin Amurwani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Kamis, 6 Oktober 2022 14:27 WIB

Memilih Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Ada beberapa alternatif sekolah yang dapat ditempuh anak berkebutuhan khusus. Pemilihan sekolah dapat dilakukan dengan menyelaraskan karakteristik dan kemampuan anak, karakteristik sekolah, serta penerimaan dan harapan orang tua.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) sering merasa bingung memilih sekolah untuk buah hatinya. Ada beberapa pilihan lembaga pendidikan yang dapat ditempuh oleh ABK, diantaranya adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). Lembaga yang menerapkan pembelajaran model segregasi ini menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus di lembaga khusus yang terpisah dari teman sebayanya. Dengan kata lain, di sekolah ini anak berkebutuhan khusus dipisahkan dari sistem sekolah yang diselenggarakan secara reguler.

Sekolah model ini menerima peserta didik dengan hambatan yang sama seperti SLB Tunarungu, Tunanetra, Tunagrahita, Tunadaksa dan Tunalaras. Sekolah-sekolah tersebut memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru khusus.

Sekolah inklusi juga dapat dijadikan pilihan sebagai tempat belajar ABK. Melalui pendidikan inklusif, ABK dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Selaras dengan pendapat Stainback bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua peserta didik di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Artinya sistem pendidikan pada sekolah inklusi menyesuaikan dengan kondisi anak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kurikulum dalam pendidikan inklusif terbagi menjadi tiga. Pertama, kurikulum untuk anak dengan kemampuan akademik rata-rata dan di atas rata-rata menggunakan kurikulum normal atau kurikulum modifikasi. Kedua, kurikulum untuk anak dengan kemampuan akademik sedang (di bawah rata-rata) disiapkan kurikulum fungsional/ vokasional. Ketiga, kurikulum untuk anak sangat rendah disiapkan kurikulum pengembangan bina diri dan kurikulum komponsatoris.

Tenaga pendidik (guru) pada sekolah inklusif disiapkan untuk memahami keberadaan ABK dan kebutuhan belajarnya. Selain itu guru memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang strategi pembelajaran ABK. Tak kalah pentingnya guru melakukan penilaian tentang proses dan hasil belajar ABK sesuai dengan karakteristik masing-masing anak.

Di luar dua jenis lembaga pendidikan tersebut ada pilihan yang lain yaitu homeschooling atau sekolah rumah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2014, homeschooling adalah proses layanan pendidikan secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh orang tua atau keluarga di rumah atau tempat dengan suasana kondusif.

Dalam metode pendidikan ini orang tua dapat menentukan sendiri sistem pengajaran yang tepat sesuai kemampuan, minat, dan gaya belajar anak. Ketika orang tua memutuskan untuk memilih homeschooling untuk anak berkebutuhan khususnya, berarti orang tua siap bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak. Selain itu orang tua juga dapat mendatangkan guru ke rumah.

Dalam menentukan sekolah bagi ABK, orang tua perlu mempelajari secara mendalam karakteristik anak. Bila diperlukan konsultasi terlebih dahulu dengan psikolog. Menurut Siti Wasilah, M.Psi, karena setiap anak merupakan individu yang unik maka diperlukan pemetaan kemampuan anak melalui sejumlah pemeriksaan fisik dan psikologis untuk mengetahui kemampuan dan karakteristik anak dan gaya belajarnya.

Penerimaan dan harapan orang tua terhadap anak berkebutuhan khususnya juga menjadi faktor penting dalam memilih sekolah. Seyogyanya orang tua menyadari potensi dan limitasi anak, menerima kondisi anak seutuhnya, dan memiliki harapan yang realistis. Dengan demikian pemilihan sekolah dapat dilakukan dengan menyelaraskan antara karakteristik dan kemampuan anak, karakteristik sekolah, serta penerimaan dan harapan orang tua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Pipiet Palestin Amurwani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

2 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB