Pertemuan multipihak untuk membentuk Kelompok Kerja (pokja) Perubahan Iklim, Kamis (20/10/2022) bertempat di Aula Bappelitbangda Kabupaten Manggarai Timur.
Yayasan Ayo Indonesia dengan Badan Perencanaan Pembangunan Penelitiaan dan Pegembangan (Bappelitbangda) Kabupaten Manggarai Timur menyelenggarakan pertemuan multipihak untuk membentuk Kelompok Kerja (pokja) Perubahan Iklim,Kamis (20/10/2022) bertempat di Aula Bappelitbangda. Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan
Pertemuan ini dikuti oleh 20 orang peserta, utusan dari Organisasi Perangkat Daerah terkait, antara lain, Dinas PUPR, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, DP2KBP2A, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Dinas Pendidikan.
Pertemuan ini dibuka oleh, Ferdinandus Mbembok, Kepala Bidang Perekonomian, SDA, Infrastruktur dan Kewilayahan (PSIK) Bappelitbangda Kabupaten Manggarai. Ketika menyampaikan kata sambutan, Ferdy, menegaskan bahwa pembentukan Kelompok Kerja Perubahan Iklim di kabupaten Manggarai Timur menjadi prioritas untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang sedang kita hadapi saat ini. Perubahan iklim harus menjadi perhatian kita bersama sehingga sinergitas sangat dibutuhkan dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan. Sangat diharapkan setiap Organisasi Perangkat Daerah merancang program sesuai kewenangan untuk mengatasi dampak perubahan Iklim.
Pada pertemuan multipihak hari ini, yang didukung oleh Yayasan Ayo Indonesia dan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) melalui Progam VICRA (Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions), kata Ferdy, bertujuan untuk mengidentifikasi Dinas terkait dan pihak lain yang akan dilibatkan dalam Kelompok Kerja Perubahan Iklim Tingkat Kabupaten Manggarai Timur, Mendisuksikan tugas dari kelompok Kerja Perubahan Iklim Tingkat Kabupaten Manggarai Timur dan Membahas draft Surat Keputusan Kelompok Kerja Perubahan Iklim Tingkat Kabupaten Manggarai Timur.
Sebelum sesi pembahasan tentang Tugas-tugas Pokja, Rikhardus Roden Urut, Koordinator Program VICRA diberi kesempatan untuk menyampaikan lagi alasan mengapa Perubahan Iklim menjadi isu yang harus diberi perhatian serius kepada para peserta pertemuan.
Dalam buku Keragaman dan Perubahan Iklim di Nusa Tenggara Timur yang diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015, ujarnya, menyatakan bahwa perubahan perilaku iklim yang tidak menentu di sebagian besar wilayah di NTT menyebabkan terjadinya penyimpangan pola hujan dari normalnya dimana awal musim hujan umumnya mundur, sering terjadi periode kering (dry spell) atau jeda hujan (season break), curah hujan bertambah tinggi, namun periode musim hujan semakin pendek, serta intensitas hujan cukup tinggi terjadi pada musim kemarau.
Fenomena iklim seperti ini, jelas Rikhar, ternyata membawa dampak negatif di sektor pertanian yang ditandai dengan penurunan produksi, baik tanaman pangan padi maupun perkebunan, khususnya, kopi robusta, bahkan menyebabkan gagal panen pada kedua komoditi penting tersebut.
Lebih jauh dia menerangkan, data produksi padi sawah beririgasi tehnis, sawah tadah hujan dan tanaman perdagangan yang dirilis oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Manggarai Timur pada tahun 2021, hasil padi sawah menunjukkan tren menurun, sebesar 18,23 persen dan sawah tadah hujan sebesar 53.94 persen pada 3 tahun terakhir. Sedangkan Produksi kopi Robusta pada 4 tahun terakhir (2018-2021) di Kecamatan Lamba Leda Selatan dan Congkar (lokasi studi) mengalami penurunan sebesar 257,30 ton atau 10,93 persen, dari total produksi 2.354,12 ton pada tahun 2018 turun menjadi 2.096,82 ton tahun 2021.
Kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan iklim adalah petani sebab mereka tidak memilik pengetahuan dan keterampilan untuk dapat beradaptasi. Selain itu, akses mereka terhadap informasi iklim terbatas sehingga berpengaruh pada ketidakpastian untuk menentukkan musim tanam yang tepat.
Dia juga menegaskan, Pemerintah daerah dengan seluruh perangkatnya bersinergi mengatasi persoalan ini agar petani tetap berproduksi untuk menjamin ketahanan pangan . Kebijakan anggaran pembanguan perlu memprioritaskan pada upaya peningakatan kapasitas adaptasi dari masyarakat yang tergolong rentan. Jika pemerintah mengabaikan hal ini maka potensi kerawanan pangan dan kehilangan mata pencaharian sangat tinggi. Persoalan-persoalan yang mendesak untuk diatasi dalam kerangka kerja kolaborasi, antara lain, petani mengalami kehilangan sumber penghidupan, pendapatan mereka juga menurun, produksi pangan utama menurun, tidak ada akses informasi terkait cuaca/iklim untuk menentukan waktu/musim tanam yang tepat, serta pengetahuan dan keterampilan dari para petani yang relevan untuk meningkatkan ketangguhan menghadapi dampak perubahan iklim masih terbatas.
Pada sesi pembahasan tentang Tugas-tugas Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kabupaten Manggarai Timur, para peserta berhasil menyepakati tugas-tugas Pokja, yaitu; Merumuskan kebijakan teknis operasional penguatan kapasitas pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat dalam mengantisipasi dan menangani perubahan iklin; Melakukan koordinasi, advokasi, fasilitasi dan sosialisasi (edukasi) pelaksanaan kegiatan yang meningkatkan ketahanan masyarakat rentan (petani miskin, kelompok perempuan, Para Penyadang disabilitas) terhadap dampak perubahan iklim dan pengurangan gas rumah kaca; Melaksanakan pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program yang terkait dengan penanganan perubahan iklim; Melaksanakan kajian dan analisis dampak perubahan iklim; Melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat rentan untuk rneningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim; Menyusun pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berkaitan dengan penanganan dampak perubahan iklim sesuai dengan kewenangan; Menyusun peta jalan (road map), dan rencana aksi daerah (RAD) terkait penanganan perubahan iklim; Melaksanakan seminar, lokakarya, pertemuan teknis dan dialog untuk penyebarluasan informasi (edukasi) terkait penanganan perubahan iklim; Melakukan sinergitas program penanganan perubahan iklim antar pihak terkait, Melakukan penguatan kelembagaan untuk pengembangan sistem informasi perubahan iklim berbasis masyarakat; Sikronisasi perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan program penanganan dampak perubahan iklim dalam kebijakan penggunaan dana desa; Membuat rekomendasi untuk pengambilan keputusan yang terkait dengan perubahan iklim; dan Melaporkan hasil kerja tim secara periodik per tri wulan. Petrus Subin, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Maggarai Timur kepada para peserta pertemuan menyampaikan satu hal penting, yaitu bahwa kunci dari keberhasilan dalam kerangka kerja kolaborasi atau multipihak adalah kesungguhan dari semua untuk proaktif berkoordinasi, sebab kadang-kadang kata koordinasi mudah diucapkan tetapi di tingkat pelaksanaan masih perlu diperbaiki, hal ini menjadi tantangan dalam menjalankan tata kelola untuk menangani persoalan kebencanaan.
Bagian Publikasi : Rikhardus Roden
|
Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.