Resensi dapat di definisikan sebagai bentuk penilaian dan pengulasan karya yang dibaca. Resensi berisi tentang pendapat, informasi, bahan pertimbangan membaca, kelebihan, dan kekurangan dari sebuah karya yang diulas. Karya yang biasa diulas seperti novel, film, lagu, gambar, dan lain sebagainya.
Dalam penulisan kali ini, karya yang akan diresensi adalah novel berjudul Classroom of Elite. Novel ini merupakan novel sastra ringan yang ditulis oleh Shougo Kinugasa dan salah satu karya yang populer di kalangan para pembaca. Tidak hanya satu novel yang telah dia terbitkan, namun Shougo telah menerbitkan lebih dari 10 volume novel dalam 8 tahun terakhir. Novel ini juga telah diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Novel Classroom of Elite dianimasikan oleh Studio Lerche dengan tujuan untuk mempromosikan serial novelnya. Setelah season satu dari animasi ini telah sukses mendapatkan rating yang bagus serta peminat yang banyak, serial dari novel ini juga meluncurkan animasi season keduanya.
Resensi Novel Classroom of Elite
Judul buku: Classroom Of Elite
Tahun terbit: 2015 - 2019
Di masa depan, pemerintahan Jepang telah mendirikan Sekolah Pendidikan SMA Metropolitan Tokyo. Hal ini bertujuan untuk mendidik generasi muda untuk masa depan.
Ayonokoji Kiyotaka adalah seorang siswa asal SMA Metropolitan Tokyo yang pendiam dan sederhana serta tidak pandai berteman. Dia lebih suka menjaga jarak dari teman yang lain. Walaupun begitu, Kiyotaka memiliki kecerdasan yang luar biasa serta keahlian dalam bidang lain seperti olahraga dan dia pintar dalam menyelesaikan sebuah masalah.
Kiyotaka sebagai tokoh utama memiliki masa kecil yang berbeda dari teman-teman lainnya. Saat masih kecil, dia dijadikan bahan eksperimen di sebuah laboratorium yang disebut White Room. Laboratorium ini bereksperimen untuk membuat manusia yang memiliki kemampuan lebih baik dalam bidang apapun dibandingkan manusia pada umumnya.
Sebagai salah satu percobaan di White Room, Kiyotaka tidak memiliki kehidupan yang bebas. Maka dari itu, setelah keluar dari White Room dia mencoba memulai hidup normal layaknya seorang siswa SMA biasa di sekolah Advanced Nurturing High School. Pada saat Kiyotaka mengikuti ujian masuk sekolah tersebut, dia sengaja mencetak nilai yang rendah, yaitu tepat 50 poin pada setiap subjek dengan tujuan supaya tidak menarik perhatian orang lain.
Sekolah ini mempunyai sistem yang membedakan masing-masing kelas sesuai kemampuan siswa, hal ini menyebabkan Kiyotaka berada di kelas terendah yaitu kelas D yang selalu dipandang sebelah mata oleh kelas lainnya, tetapi pilihan sekolah menempatkan Kiyotaka di kelas D merupakan suatu hal yang menguntungkan baginya, karena jika dia berada di kelas yang lebih baik, Kiyotaka bisa saja menarik perhatian di lingkungan sekolahnya.
Kiyotaka yang memulai kehidupan barunya di sekolah itu bertemu dengan Suzune Horikita dan Kikyo Kushida, dua siswi yang berada di kelas yang sama dengan Kiyotaka. Kehidupan Kiyotaka mulai berubah dan dia mulai terlibat dalam banyak urusan serta dalam pemikirannya tumbuh tentang kehidupan SMA normal yang ideal.
Dari segi cerita, novel ini memiliki karakter penulisan yang unik. Cerita sangat menarik sehingga sangat cocok menemani waktu luang para pembaca. Misteri dan cara tokoh utama menyelesaikan konflik dalam cerita ini seperti perundungan, penggunaan kekuasaan yang diktator dan berbagai konflik kehidupan lainnya yang tidak membosankan untuk dibaca serta membuat para pembaca ikut terbawa suasana oleh adegan yang ada di dalamnya.
Alur cerita cenderung pelan dan penggunaan bahasa asing yang sulit dipahami oleh pembaca, sehingga pembaca harus lebih fokus dalam mencerna atau memahami isi novel. Selain itu, Cover novelnya yang terlihat kurang menarik.
Sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, saya benar-benar merasa bangga terhadap penulis, yakni Shougo Kinugasa. Ketika membaca novel ini saya merasakan perasaan antara senang, marah, sedih, dan tegang yang bercampur karena penyelesaian sebuah konflik oleh tokoh utama. Saya bangga ketika melihat tokoh utama yaitu Kiyotaka yang selalu bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Walaupun tokoh-tokoh di novel ini tidak nyata, namun konflik yang ada di dalam cerita ini banyak berlangsung dikehidupan nyata. Hal ini membuat pembaca ikut merasakan dan meresapi konflik yang ada di dalam cerita.
Ikuti tulisan menarik Abbra Goldfine lainnya di sini.