x

Mencegah pelecehan seksual yang terjadi masyarakat, kampus dan sekolah

Iklan

Raodatuljanah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Desember 2022

Jumat, 23 Desember 2022 07:21 WIB

Upaya Satgas PPKS UIN Jakarta Melawan Kekerasan Seksual

Pembentuka Satgas PPKS UIN Jakarta dilatarbelakangi oleh keresahan atas terjadinya kekerasan sesksual di lingkiungan Universitas, pembentukan Satgas PPKS ini juga di latar belakangi leh pengesahan UU TPKS No.12 Tahun 2022 serta Mengacu pada Peraturan Menteri Agama No. 73 Tahun 2022. Upaya dan langkah-langkah dalam melawan kekerasan seksual melalui Satgas PPKS ini diharapkan dapat mencegah terjadinya Kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pengesahan UU TPKS; Dikutip dari kompas.com Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (kedua kiri) menyerahkan laporan pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kanan) disaksikan Wakil Ketua DPR Rahmad Gobel (kiri) dan Lodewijk F Paulus kedua kanan) saat Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4/2022). Dalam rapat paripurna tersebut DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk mencegah adanya kekerasan seksual yang sering terjadi, pemerintah telah mengesahkan peraturan perundang-undangan terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang tertuang dalam UU NO.12 Tahun 2022. Di mana undang-undang ini resmi menjadi UU TPKS dalam pembicaraan Tingkat II di rapat paripurna ke-19 Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 pada Selasa, (12/4/2022) yang dipimpin langsung oleh DPR RI Puan Maharani, dan sudah diundangkan sejak 9 Mei 2022 dan ditempatkan pada Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 120.

 

Dikutip dari Kompas.com, pembentukan dan pengesahan UU NO.12 Tahun 2022 ini, mulanya muncul dari pembentukan RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang diusulkan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Karena terbatasnya pengaturan tentang kekerasan seksual dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyebabkan banyaknya kasus kekerasan seksual tidak dapat diproses secara hukum dan membuat pelaku tidak dapat dijerat.

Baca Selengkapnya; https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/13/16200051/apa-itu-ruu-tpks

 

Selain itu, Menteri Agama juga mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) NO.73 Tahun 2022 Tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Sehingga setiap kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat itu bisa mendapatkan penangan yang lebih efektif dan juga mencegah terjadinya kekerasan seksual.

 

Seperti pembentukan Satgas PPKS (Satuan Tugas Pelayanan Penanganan Kekerasan Seksual) oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dibentuk pada Rabu, (7/12/2022) lalu.  Sebagai upaya dalam mencegah dan menangani terjadinya kekerasan seksual di lingkungan Universitas.

 

Pelantikan Satgas PPKS UIN Jakarta di Aula Student Center UIN Jakarta, Rabu (07/12/2022). FOTO/ Jihan Ketua Pemberdaya Perempuan UIN Jakarta

 

Ketua bidang pemberdayaan perempuan Dema UIN Jakarta, Jihan Lutfiah mengatakan pembentukan Satgas PPKS ini merupakan salah satu program kerja Dema, karena sudah beberapa kali mendengar pengaduan-pengaduan terkait kekerasan seksual di lingkup Universitas, dan tidak melihat adanya upaya penanganan dari pihak  kampus, sehingga kami dari bidang pemberdayaan perempuan Dema UIN Jakarta merasa resah dan akhirnya membentuk Satgas PPKS ini.

 

“ Pembentukan Satgas PPKS ini, pertama di latar belakangi oleh pengesahan UU TPKS Tahun 2022, dan yang kedua mengacu pada Peraturan Menteri Agama (Permenag) No.73 Tahun 2022. Jadi, pembentukan ini bukan hanya mengacu pada peraturan Undang-undang tapi juga mengacu ke ranah Menteri Agama,” kata Jihan.

 

Di sisi lain jihan menjelaskan upaya yang dilakukan adalah fokus pada penanganan, misalnya ketika ada laporan maka kami akan merujuk kepada beberapa mitra yang sudah bekerja sama. Kemudian untuk pencegahanya, kami menggunakan dua platform pengaduan yaitu; secara langsung dan  online lewat Email atau Instagram, serta kami juga akan melakukan upaya pencegahan melalui kampanye anti kekerasan seksual dan sosialisasi terkait kekerasan seksual melalui Instagram.

 

Lebih lanjut Jihan menjelaskan, “Dikarenakan kami masih mahasiswa jadi belum memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terkait sanksi bagi pelaku, jadi ketika ada korban yang melapor maka kami akan bertanya apa yang menjadi kebutuhan korban, apakah korban membutuhkan pendamping psikologi atau pendamping hukum.”

 

Ketika korban membutuhkan pendamping psikologi, maka akan dirujuk ke P2TP2 (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) di Tangerang Selatan dan akan memberikan surat rujukan dari PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak) UIN Jakarta, kemudian jika korban membutuhkan pendamping hukum, maka akan dirujuk ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum), katanya di depan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,  Rabu (14/12/2022).

 

“Dan apabila korban membutuhkan sanksi bagi pelaku di lingkungan kampus, maka akan diserahkan ke PSGA karena bagaimanapun PSGA memiliki wewenang untuk itu, dan semoga dengan pembentukan Satgas PPKS ini, dapat memberikan efek jera bagi pelaku serta mencegah terjadinya kekerasan seksual,” tutur Jihan saat diwawancarai.

 

Kaisa Nabila Mahasiswa semester 3 Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta, Berharap pembentukan Satgas PPKS ini, bisa mengambil langkah yang baik untuk melindungi korban dan memberikan efek jera kepada pelaku. Karena terkadang wanita sebagai korban itu tidak mempunyai hak aman dan harga diri dalam membela diri,” ujarnya saat di lantai enam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Rabu (14/12/2022).

Dosen Ilmu  Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Ria Safitri menjelaskan pembentukan ini merupakan Langkah awal yang baik, memang dalam regulasi kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) No.30 Tahun 2021,  tentang pencegahan dan penangan kekerasan seksual di perguruan tinggi memang harus dibentuk Satgas PPKS.

 

Dokumentasi wawancara Dosen Ilmu Hukum UIN Jakarta, Ria Safitri, diwawancari di ruang Dosen lantai tiga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Selasa (20/12). FOTO/ Raodatul

 

“Akan tetapi ini diserahkan kepada kebijakan lokal, apakah itu suatu lembaga yang berdiri sendiri masing-masing. Ataukah inisiatif dari kelembagaan mahasiswa, jadi pembentukan ini adalah langkah awal yang baik dan nanti tentang bagaimana proses bekerjanya,  itu sangat tergantung pada mahasiswa yang mengalami kasus. Karena lembaga itu hanya sebagai fasilitator, supaya ketika ada kasus kekerasan seksual ada tempat untuk melaporkan,” katanya di ruang dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Selasa (20/12/2022).

 

Selain itu, Ria Safitri juga memaparkan di dalam sosiologi hukum, untuk melihat efektivitas suatu peraturan perundangan yakni setelah peraturan itu berjalan, tetapi bukan berarti undang-undang itu tidak bisa diperkirakan. Hanya saja ini lebih ke sisi hukum pidana untuk undang-undang No.12 Tahun 2022, tetapi kalau di Permenristek No. 30 Tahun 2021 itu khusus di perguruan tinggi yang memang pasal-pasalnya mengatur lebih detail.

 

“UU TPKS No.12 Tahun 2022 ini umum, dalam hukum pidana bisa jadi suatu kasus di perguruan tinggi tidak terlalu efektif dan lebih efektif menggunakan Permenristek No.30 Tahun 2021. Menurut pengetahuan saya, dari beberapa pasal itu tetap ada kekurangan, untuk menutupi kekurang pasal-pasal itu, maka masih ada peraturan lain yang bisa digunakan," kata Ria Safitri.

 

Ria Safitri juga menjelaskan, anggota Satgas PPKS harus belajar apa saja yang dikategorikan pelecehan seksual, karena kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan akan tetapi juga kepada laki-laki. Oleh sebab itu, ketika tidak ada kasus yang ditangani, maka anggota satgas harus menambah pengetahuannya, seperti mencari narasumber yang expert di bidangnya, sehingga bisa mengetahui lebih jelas hukum dan aturan-aturan terkait kekerasan seksual.

 

“Anggota Satgas PPKS harus sering melakukan survei setiap bulanya, sehingga bisa mengetahui informasi tentang perkembangan kekerasan seksual, bukan hanya sekedar menunggu laporan dari korban. Dan melakukan sosialisasi sehingga dapat memberikan dampak preventif kepada orang yang punya potensi melakukan kekerasan seksual,” tutur Ria safitri saat diwawancarai, Selasa (20/12).

 

Iqbal Ramadan Mahasiswa semester 5 Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta, memaparkan sangat senang dengan adanya pembentukan Satgas PPKS ini. Karena penanganan dari kampus, sejauh ini saya lihat bidang kemahasiswaan dan PSGA masih lambat dalam menangani kasus kekerasan seksual, dan dengan terbentuknya Satgas PPKS ini terlihat keseriusan eksekutif seperti Dema untuk kondisi kampus yang aman.

 

“Di Satgas PPKS saya mempunyai teman, dan mereka mengatakan hanya bisa memberikan dampingan apabila ada yang melakukan pengaduan. Sehingga langkah yang harus dilakukan adalah melakukan sosialisasi ke semua Fakultas yang ada di UIN Jakarta, terkait kekerasan seksual dan adanya Satgas PPKS sebagai tempat pengaduan,” ucap Iqbal di lantai lima Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Selasa (20/12/2022).

Raodatuljanah, Mahasiswa Semester 3, Prodi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

 

Ikuti tulisan menarik Raodatuljanah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler