x

Iklan

Gokhan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 November 2022

Rabu, 18 Januari 2023 17:52 WIB

Akankah Lato-lato Dipolitisasi?

Menilik Upaya Politik di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terima kasih sudah mau berkunjung dan membaca artikel saya. Ini hanyalah opini sederhana dari seorang fresh graduate, bahasan santai tapi serius.

Kita mulai dari pPolitik Indonesia. Ada yang lucu di Indonesia ini, rakyat biasa dianggap tidak layak berpolitik karena dianggap kurang pengetahuan, kurang pengalaman, kurang pendidikan, dan kurang gelar. Padahal tujuan dari politik itu, yah, menampung aspirasi, mengedapankan musyawarah, dan melibatkan rakyat. Kok, malah disuruh diam rakyatnya? Jadi saya di sini sebagai rakyat ingin terlibat dalam politik, minimal mengutarakan opini.

Satu lagi yang saya pahami, politik yang saya maksud dalam artikel ini tidak hanya politik yang berkaitan dengan kekuasaan, yah, walaupun nanti kita senggol sedikit. Karena fenomena baru-baru ini, banyak juga public figure yang bermain politik. Mari kita uraikan satu-satu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Oke, kita bahas lato-lato. Fenomena ini sedang ramai di Indonesia. Suara ketek-ketek dari permainan lato-lato tidak lagi asing di telinga. Permainan yang terlihat gampang namun ternyata susah untuk dimainkan ramai membanjiri sosial media, headline berita, dan menjadi perbincangan di mana-mana.

Bahkan, universitas tidak kalah saing melakukan studi manfaat lato-lato dalam mengurangi kecanduan gadget. Hasilnya, dikatakan berhasil memang mengurangi kecanduan gadget, tapi candunya beralih ke lato-lato. Harusnya, sih, bagi yang punya anak, bisa lebih diarahkan anaknya ke pembelajaran, gitu. Misalnya diajari hal-hal pokok dalam hidup seperti manajemen waktu yang baik, sopan santun, adat istiadat, dan lain-lain. Biar tak main melulu anaknya. Ups, susah, yah, punya anak. Tapi dibanding gadget, saya setuju lato-lato lebih bermanfaat karena dapat melatih motorik anak.

Tapi lato-lato ini sekarang ramai masih sebatas permainan yang menyenangkan, melatih konsentrasi, dan harganya terjangkau. Belum ada tuh yang coba klaim hak cipta permainan lato-lato. Mungkin karena udah tahu, yah, permainan lato-lato sudah lama ada di Amerika dan baru sekarang saja viral di Indonesia. Dulu juga ada, tapi tidak se-viral sekarang. Jadi mungkin buat malu mau klaim atau beli hak cipta-nya.

Padahal kalau dari sudut pandang ekonomi, saya dengar pedagang lato-lato bisa dapat Rp1,5 juta dalam sehari. Berapa banyak lato-lato tuh yang terjual karena saking hype-nya? Belum ada nih yang niat atau berencana nimbun lato-lato? Tidaklah, yah, takut juga nanti hype-nya hanya sebentar kayak fenomena es kepal milo. Tapi lumayan besar itu untung yang di dapat pedagang lato-lato, skala-nya se-Indonesia lagi, gak mau diklaim nih sebagai keberhasilan UMKM di Indonesia? Minimal dibuat festival lato-lato nasional begitu sebagai upaya ekonomi kreatif. Ditunggu, nih, program-program yang bagus dari pemerintah dan swasta.

Kontestasi politik sebentar lagi dimulai dan rakyat Indonesia sedang memantau siapa kira-kira yang akan jadi calon presiden nantinya. Tapi saya belum lihat. nih, pejabat main lato-lato, kirim dong link-nya kalau ada. Tak usah serius melulu kali yah pak, bu, coba main deh sekali-kali begitu, kerja melulu. Santai aja dulu, masih ada setahun lagi sebelum pemilu.

Kemarin saya sempat dengar salah satu pimpinan mengatakan hal yang benar tapi rada lucu penyampaiannya. Memang sih, hak perogatif beliau, tapi kok nyebut-nyebut nama presiden begitu, seolah ia paling berkuasa, tuh.

Ada tuh di negara tetangga, di Thailand, yang bilang gini "Itu urusan gue". Itu kayaknya di sekitar rumahnya tak ada anak-anak yang main lato-lato, ya, semuanya diusir karena mengganggu. Sepertinya memang dasarnya tidak suka keramaian, makanya biasa menyuruh orang lain diam saja mendengarkan beliau bicara. Atau dalam kasus lain biasa mematikan dan menyakan mic.  Apa jangan-jangan sedang kecanduan lato-lato? Jadi fokus pada dirinya sendiri. 

Lato-lato ini gawat, loh, membanjiri media sosial kita. Para orang tua mah senang-senang aja, karena anaknya tak main medsos lagi. Tapi sebagai warga negara yang baik, saya merasa terganggu nih, karena bisa menenggelamkan kasus-kasus yang sempat viral. Bagaimana kabar ya? Sudah dipenjara belum? Kasihan korban. Kapan virus lato-lato ini mereda, biar bisa fokus benahi negeri.

Saya mah setuju banget kalo kajian dan pengembangan program difokuskan pada pengembangan sarana bermain anak yang bisa mengurangi kecanduan gadget. Sekalian sama peningkatan kapasitas dan kualitas sekolah, research, dan pengembangan lainnya yang lebih manfaat gitu. Menurut saya, hadirnya permainan lato-lato bisa dijadikan sebagai spirit untuk bikin program yang lebih baik. Ketimbang sebar pamflet, sebar banner, sebar-sebar gitu, itu mah strategi public relation (PR) yang lama. Coba beralih ke strategi PR yang lain, kayak di Thailand kemarin yang sempat viral, lempar baju sambil cemberut. Terus ada lagi dulu tuh, orang yang niat ngasih bansos tapi dipotong sedikit sebagai bayaran atas keikhlasan yang dimiliki.

Tapi yah guys, kita perlu bangga dengan lato-lato, karena telah berhasil membuktikan bahwa orang Indonesia itu sabar dan konsisten. Buktinya ada yang bisa main lato-lato lebih dari 4 jam gitu, aku lihat di medsos. Terus, lato-lato ini menjadi penghubung antara yang kaya dan miskin, antara muda dan tua, dan antar generasi. Lato-lato ini bisa menyelesaikan 2 masalah jangka panjang sekaligus loh dalam waktu singkat. Kan di negara tetangga tuh ada masalah penangguran dan kesenjangan sosial antara kaya dan miskin. Nah itu selesai sama lato-lato, pengangguran punya skill baru dan orang kaya sama orang miskin gak gengsi tuh main lato-lato. Semoga di tahun baru ini, lebih banyak lagi masalah yang bisa diselesaikan. Sekian.

Ikuti tulisan menarik Gokhan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler