x

cover foto Sejarah Pahlawan Nasional Pangeran Sambernyowo

Iklan

Tamya Purnama

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Februari 2023

Rabu, 1 Februari 2023 13:09 WIB

Perjuangan Pangeran Sambernyowo, Cikal Bakal Lahirnya Kabupaten Wonogiri

Wonogiri merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan julukan “Kota Gaplek”. Sejarah terbentuknya Kabupaten ini tidak terlepas dari perjuangan Raden Mas Said atau sering dikenal sebagai Pangeran Sambernyowo. Ia adalah putra dari Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara yang lahir pada Minggu Legi, 7 April 1725 di Kartasura. Dijuluki sebagai Pangeran Sambernyowo memiliki arti sebagai sosok yang gagah, berani, serta gigih dalam membela rakyat dan memperjuangkan kemerdekaan. Dan sebagai pemegang tahta Mangkunegaran, kemudian ia mendapatkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegaran I dan wafat pada 23 Desember 1795 pada usia ke 70 tahun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengetahui sejarah yang sifatnya melokal dengan tingkatan lebih rendah seperti Kabupaten, Kecamatan, dan Desa sangatlah penting. Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan julukan Kota Gaplek.

Sejarah terbentuknya kabupaten ini tidak terlepas dari perjuangan Raden Mas Said atau sering dikenal sebagai Pangeran Sambernyowo. Ia adalah putra dari Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara yang lahir pada Minggu Legi, 7 April 1725 di Kartasura.

Dijuluki sebagai Pangeran Sambernyowo memiliki arti sebagai sosok yang gagah, berani, serta gigih dalam membela rakyat dan memperjuangkan kemerdekaan. Dan sebagai pemegang tahta Mangkunegaran, kemudian ia mendapatkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegaran I dan wafat pada 23 Desember 1795 pada usia ke 70 tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Wonogiri pada Masa Kolonial: Perjuangan Raden Mas Said Melawan Penjajah Belanda

 Kepergian sang ayah menjadi awal kehidupan pahit bagi Raden Mas Said. Ketika beranjak dewasa, Raden Mas Said dan kedua adiknya yaitu Raden Mas Ambiya dan Raden Mas Sabar dipanggil untuk menghadap sang raja yaitu Pakubuwono II (pamannya). Raja Pakubuwono II memberikan jabatan kepada mereka yaitu sebagai Gandhek Anom yang kedudukannya sejajar dengan Abdi Dalem Menteri. Jabatan ini sebenarya tidaklah benar karena Raden Mas Said yang seharusnya menjadi raja Kartasura menggantikan ayahnya. Berangkat dari kekecewaan ini, kemudian ia meninggalkan istana untuk menyusun strategi untuk melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Kartasura dan Penjajah Belanda.

Dalam menyusun strategi, Raden Mas Said singgah di Dusun Mantenan, Nglaroh yang akan menjadi cikal bakal terbentuknya Kabupaten Wonogiri. Pada masa menyusun strategi, ia selalu bersemedi di atas batu bernama “Watu Gilang” untuk mendapatkan petunjuk dari sang illahi. Tidak hanya itu, Watu Gilang yang memiliki panjang 1 meter dengan memiliki bolongan kecil berjumlah 5 dijadikan pula sebagai penentu hari pasaran Jawa (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi). Jika ditilik sekarang, Nglaroh adalah sebuah dusun bagian dari Desa Pule, yang terletak di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri.  Selain Watu Gilang, terdapat pula tempat petilasan Raden Mas Said yang terletak di Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, yaitu “Sendang Siwani”. Menurut penuturan cerita oleh seorang guru kunci bernama Mbah Supardi, Sendang Siwani adalah tempat yang digunakan Raden Mas Said bersama prajuritnya untuk beristirahat dan meminum air sendang tersebut, dan setelah meminumnya mereka mendapatkan kekuatan dan keberanian dalam melawan musuh, sehingga selalu memenangkan di setiap pertempurannya.

Sebenarnya Wonogiri sudah terbentuk sebagai pemerintahan kecil ketika adanya pengangkatan Raden Mas Sutawijaya dan Ki Wiradiwangsa sebagai seorang Senopati dan Patih. Tidak lupa mengucapkan ikrar sehidup semati dengan sebutan sumpah “Kawula Gusti” atau “Pamoring Kawula Gusti” yang berbunyi “titi-tibeh, mati siji mati kabeh/mukti siji mukti kabeh” Cita-cita untuk menyatukan Mataram terjalin erat antara pemimpin dan rakyatnya yang kemudian terbentuklah konsep Tri Darma yang telah diajarkan Raden Mas Said. Konsep ini berbunyi Mulat Sarira Hangrasa Wani (berani mati dalam pertempuran), Rumangsa Melu Handarbeni (merasa ikut memiliki daerahnya), dan Wajib Melu Hangrungkehi (merasa memiliki kesadaran). Dengan keberanian, ketangguhan, kegigihan, dan semangatnya, Raden Mas Said telah melakukan pertempuran sebanyak 250 kali yang tidak berujung dengan kekalahan. Itulah sebabnya ia dijuluki sebagai Pangeran Sambernyowo.

 Perjuangan Raden Mas Said di medan tempur terbagi beberapa tahapan waktu. Pada tahun 1741-742, ia meninggalkan istana Kartasura yang bersamaan dengan peristiwa yang terjadi di Batavia yaitu Geger Pecinan, kemudian bergabung dengan Sunan Kuning bersama laskar Cina di Randulawang dan diangkat sebagai Panglima Perang yang bergelar Pangeran Aria Prangwedana. Sedangkan tahapan kedua dilakukan pada tahun 1743-1752, Raden Mas Said bergabung dengan Pangeran Mangkubumi yang merupakan paman mertuanya, lalu diangkat sebagai Patih dan Senopati dengan gelar Pangeran Adipati Mangkunegara dan dinikahkan dengan putrinya yang bernama Raden Ayu Inten. Kemudian pada tahapan terakhir terjadi pada tahun 1752-1757 adalah atas adanya persetujuan dan penandatanganan perjanjian Giyanti oleh Pangeran Mangkubumi untuk membagi dua kekuasaan Mataram yaitu menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, pada 13 Februari 1755, sehingga dirinya pun mendapatkan gelar Sultan Hamengku Buwono I dan menjadi raja di Kasultanan Ngayogyakarta.

 Raden Mas Said melakukan peperangan sendiri melawan kerajaan Paku Buwono III, Sultan Hamengku Buwono I, dan pasukan Belanda (VOC).  Perjuangan dilanjutkan bersama sisa-sisa prajuritnya yang setia, sebab banyak yang meninggalkannya dengan alasan tidak kuat melanjutkan tekanan-tekanan dari musuh. Kendati demikian, sosok Pangeran Sambernyawa masih mampu dalam mengatasi segala serangan-serangan. Ketika terjadinya peperangan antara Raden Mas Said dengan Pangeran Mangkubumi di Desa Kasatriyan, Raden Mas Said dengan prajuritnya yang jumlahnya tidak seberapa mampu menewaskan musuh sebanyak 600 orang, sedangkan pasukannya sendiri hanya 3 orang yang tewas.

Telah banyak pertempuran dan perlawanan yang dilakukan terutama perlawanan terhadap istana/keraton Kartasura. Raja dari Keraton Kartasura, Sunan Paku Buwana III yang merupakan pamannya Raden Mas Said sudah lelah bila harus bermusuhan. Kemudian, melakukan perdamaian yang dibantu oleh Gubernur Nicholas Hartingh (seorang kompeni Belanda) dengan mengirim surat kepada Raden Mas Said yang berisi bahwa keinginan dari Sunan Pakubuwana III untuk berdamai adalah tulus. Perundingan perjanjian Salatiga juga dilakukan oleh pihak Raden Mas Said, Sunan Pakubuwana III, Sultan Hamengku Buwono I, dan kompeni Belanda. Dari perundingan perdamaian itu telah diterima dan disetujui oleh Raden Mas Said pada 17 Maret 1757 dan dirinya pun diangkat sebagai Pangeran Miji, yaitu setara dengan raja-raja di Jawa dan diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegaran I. Atas kesepakatan ini, maka KGPAA Mangkunegaran I mendapatkan tanah lungguh seluas 4000 karya yang meliputi Nglaroh, Haribayan, Honggobayan, Kaduwang, Matesih, Wiroko, Kedu, Gunung Kidul, Sembuyan, serta Pajang bagian Utara dan Selatan.

Selama adanya Praja Mangkunegaran, maka wilayah Mangkunegaran dibagi menjadi 3 daerah kawedanan, yaitu Kawedanan Wonogiri (Sembuyan, Keduwang, Nglaroh, Wiroko, dan Honggobayan), Kawedanan Karanganyar (Matesih, Haribaya, dan Sukowati), dan Kawedanan Malangwijan (Pajang lama) yang kemudian diganti Baturetno (Penyusun, 1991, 19). Namun, perubahan pada pembagian wilayah Mangkunegaran ini dirubah lagi. Perubahan terjadi pada tahun 1891 Kawedanan Baturetno dihapus dan menjadi satu dengan daerah Wonogiri, tahun 1903 Wedana Gunung Kota Mangkunegaran sama kedudukannya dengan Wedana Gunung lain, dan pada 1917 Kawedanan Wonogiri dan Karanganyar berubah status menjadi Kabupaten.   Kabupaten Wonogiri yang menjadi wilayah kekuasaan Mangkunegaran memiliki enam kawedanan yang meliputi Wuryantoro, Wonogiri, Ngadirojo, Jatisrono, Jatipura, dan Purwantoro, yang mana sebelumnya adalah berupa Kapanewon. Dan pada tahun 1923 Kawedanan Baturetno pun juga dihapuskan. Selain itu, pada tahun 1928-1946 yang mana wilayah Mangkunegaran yang memiliki 3 Kabupaten menjadi 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Mangkunegaran, sebab Kabupaten Karanganyar telah dihapus dengan alasan untuk melakukan penghematan.

Wonogiri pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945

Berakhirnya penjajahan kolonial di bumi Nusantara tak berakhir pula kesengsaraan yang diderita oleh rakyat Indonesia. Masuknya bangsa Jepang mengubah semua tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang semula dibentuk oleh pemerintahan kolonial Belanda. Salah satu perubahan itu adalah tata pemerintahan khususnya di daerah Jawa dan Madura. Nama-nama yang diberikan Belanda kemudian di ganti oleh Jepang, seperti Kabupaten menjadi Ken, kawedanan menjadi Gun, Karesidenan menjadi Syu, Kecamatan menjadi Son, dan Kelurahan menjadi Ku. Jepang juga menerapkan pemerintahan Tonari Gumi atau Rumah Tangga (RT) salah satunya di Wonogiri dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi dan militer perang. Dalam kepentingan ekonomi, Jepang meminta para petani untuk meningkatkan produksi padi, kapas, dan tanaman jarak, yang mana hasil panennya akan digunakan untuk kepentingan pertahanan perang Jepang.  Di Wonogiri tanahnya sangat cocok ditanami tanaman jarak, karena memiliki tanah yang kering dan hawa yang panas, sehingga pada tahun 1942 dan 1943 Wonogiri telah menyediakan tanah seluas 5656 hektar untuk kepentingan tanaman jarak tersebut.

Pendudukan Jepang memberikan dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Wonogiri. Adanya kebijakan-kebijakan dan penyerahan wajib tanaman kepada Jepang membuat rakyat Wonogiri menderita karena kondisi ekonomi mereka yang buruk akibat kekurangan makanan. Selain menderita ekonomi yang buruk, pemerintah Jepang juga merampas ternak dan perhiasan/barang berharga milik rakyat, sampai pada 20 Januari 1945 dilakukanlah pengumpulan perhiasan dan barang berharga besar-besaran di Surakarta, termasuk juga Wonogiri. Rakyat Wonogiri sangat sengsara, dan upaya untuk mempertahankan hidup mereka pun memakan bonggol pisang dan bonggol sente. Dengan adanya perlakuan keji oleh Jepang, ini membuat rakyat Wonogiri semangat untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari tangan penjajah.

Wonogiri pada Masa Pasca Kemerdekaan Indonesia

Pada 17 Agustus 1945 diumumkanlah kemerdekaan Republik Indonesia. Rakyat Wonogiri yang mendapatkan berita baik ini melalui kurir berasal dari Solo yang sedang menumpang kerete api ke Baturetno, dan dari stasiun kereta api inilah berita proklamasi pun tersebar ke plosok-plosok Desa. Setelah Indonesia merdeka bukan berarti kebebasan benar-benar dimiliki seutuhnya. Meskipun demikian, masih terjadi beberapa rintangan yang harus dihadapi khususnya rakyat Wonogiri, seperti adanya pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan Pertempuran di Krisak, Selogiri melawan bangsa Belanda. Dalam peristiwa pemberontakan PKI Madiun 1948, Wonogiri adalah salah satu daerah yang terkena dampaknya. Para anggota PKI banyak yang menculik lalu membunuhnya terhadap para pejabat daerah yang pro terhadap pemerintah. Salah satunya yaitu terjadi di Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, yang mana sebanyak 200 orang terdiri dari polisi, pamong praja, dan tokoh-tokoh masyarakat, disekap dalam sebuah gudang penyimpanan dinamit.  Mereka yang ditangkap oleh orang-orang PKI dibunuh dan disiksa dengan berbagai macam bentuk. Kematian yang disebabkan kekejian PKI itupun dikuburkan secara massal di salah satu pemakaman daerah Tirtomoyo. Sedangkan pertempuran yang terjadi di Krisak, Kecamatan Selogiri adalah pertempuran melawan tentara-tentara Belanda yang melakukan konvoi pada 11 Mei 1949. Peperangan yang terjadi di antara keduanya menyebabkan tewasnya 8 orang tentara Belanda, 3 orang polisi Belanda, dan tenaga garukan, sedangkan pihak gerilyawan dari Wonogiri 2 orang anggota TNI tewas, dan kemudian pihak pasukan Belanda pun membalas dengan membakar rumah para warga sebanyak 35 rumah terbakar.

Ikuti tulisan menarik Tamya Purnama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB