Tontonan Sadis Anak Pejabat Pajak dan Debt Collector; Apa yang Sedang Terjadi di Negeri Ini?

Jumat, 24 Februari 2023 08:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ulah sadis dan hedon anak pejabat Ditjen Pajak dan kelakuan tak senonoh debt collector jadi berita di mana-mana. Viralnya dua kasus ini menimbulkan pertanyaan: Pendidikan model apa yang sedang dipertontonkan ke publik? Apa sudah tidak ada berita baik di negeri ini?

Tiba-tiba saja hari ini media massa dihebohkan berita viral ulah anak pejabat pajak yang menganiaya remaja di bawah umur hingga masuk rumah sakit. Berita heboh lain adalah kelakukan debt collector yang membentak-bentak dan memaki polisi saat merampas paksa kendaraan seorang selebgram. Ada-ada saja, anak pejabat dan debt collector.

Sebagai masyarakat awam, saya suka bingung, kok, bisa-bisanya anak pejabat bertindak semena-mena dan menganiaya orang lain. Yang pejabat itu, kan, bapaknya, bukan anaknya. Bertingkah arogan, sok kebal hukum, dan yang parahnya suka menggunakan kekuasaan bapaknya untuk intimidasi dan melawan hukum. Memang tidak semuanya anak pejabat bertindak buruk. Tapi mau sampai kapan tingkah laku anak pejabat di negeri ini yang arogan model begitu? Apaagi sok pamer harta, gaya hidup, dan kemewahan. Memuakkan, anak pejabat lakonnya kayak begitu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anak pejabat sering lupa. Pejabat itu artinya pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting, alias pimpinan di satu instansi. Seseorang diangkat jadi pejabat itu karena prestasi atau keteladanan. Dia harus bisa dicontoh anak buah atau mampu jadi panutan. Tapi kenapa lakon anak pejabat malah sebaliknya? Berarti, ada yang salah dalam menanamkan nilai-nilai tentang pejabat selama ini. Apalagi bila ulah anak pejabat sampai meruntuhkan integritas dan citra lembaga pemerintahan.

Maka wajar Ibu Menteri ikut mengomentari soal ulah keturunan anak buahnya itu. Bu Menteri mMengecam gaya hidup mewah yang dipertontonkan ke publik sehingga menimbulkan erosi kepercayaan pada integritas lembaga pemerintahan. Bikin reputasi jadi negatif akibat ulah segelintir oknum pejabat dan keluargaya. Sudah saatnya status dan nilai-nilai anak pejabat itu dibenahi.

Satu lagi soal debt collector alias penagih utang. Bisa jadi ini cerita lama yang belum usai. Berapa banyak orang yang ketakutan akibat ulahnya? Kasar dan menyeramkan. Selain penuh intimidasi, tidak jarang penagih utang menggunakan kekerasan fisik maupun verbal. Tunggakan utang atau apapun, apa tidak bisa diselesaikan dengan cara baik-baik? Kenapa harus ada intimidasi dan kesan menakutkan? Katanya negara hukum, kenapa hukum tidak ditegakkan?

Sebagai awam lagi, nomor telepon saya pernah “dipakai” orang lain yang berurusan dengan pinjol. Saya nggak tahu kapan meminjamnya, berapa dan untuk apa, kok bisa-bisanya saya dihubungi untuk urusan utang pinjol orang tersebut? Apa segitu mudahnya orang ber-utang lalu menyerahkan urusan tunggakan kepada orang lain yang tidak tahu-menahu? Di mana letak keadilan, di mana hak asasi manusia kalau begitu?

Ada orang berutang atau menggadaikan barang, tapi orang lain yang tidak tahu-menahu malah diuber-uber para penagih. Jadi korban intimidasi, teror, dan tindakan tak menyenangkan lainnya. Mau sampai kapan peradaban semacam ini terus ada? Siapa yang datang dan mengajukan ke lembaga pembiayaan, maka dialah yang harus bertanggung jawab. Jangan dilimpahkan kepada orang lain.

Yah, mohon maaf saja, Ini sekadar uneg-uneg. Kok masih ada model anak pejabat yang berulah arogan dan sok kuasa? Kok bisa-bisa debt collector akhirnya mengintimidasi orang yang tidak tahu-menahu urusan utang-piutang yang dilakukan saudara, kerabat atau orang lain?

Viralnya dua kasus ini menimbulkan pertanyaan: Pendidikan model apa yang sedang dipertontonkan ke publik? Apa sudah tidak ada berita baik di negeri ini? Alhamdulillah saja, saya tidak berhubungan dengan anak pejabat dan debt collector. Salam literasi peradaban.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler