x

Iklan

Christian Saputro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Juni 2022

Rabu, 15 Maret 2023 10:25 WIB

Unlimited Art Berbunyi #2 : Seni Rupa Penyadaran, Sebuah Upaya Memanusiakan Manusia

Kesenian tak pernah membatasi orang untuk mengembangkan kreativitas dalam sekat-sekat atau bingkai-bingkai kriteria sempit seni yang bernama fine art. Pelakunya boleh seniman, pelajar, mahasiswa, anak-anak, ibu rumah-tangga, petani, pedagang, buruh pabrik dan juga kaum difabel.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Unlimited Art Berbunyi #2

Seni Rupa Penyadaran Sebuah Upaya Memanusiakan Manusia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peristiwa budaya bisa saja terjadi di mana saja. Tak harus  di gedung kesenian, concert hall, gedung teater,  gallery dan tobong. Tetapi peristiwa itu bisa saja terjadi di mall, hotel, pasar, alun-alun, balai desa, jalanan, sawah, gunung, aula sebuah pabrik atau di mana saja. Sedangkan pelakunya juga boleh siapa saja. Seni itu tanpa batas. 

Kesenian tak pernah membatasi orang untuk mengembangkan kreativitas dalam sekat-sekat atau bingkai-bingkai kriteria sempit seni yang bernama fine art. Pelakunya boleh seniman, pelajar, mahasiswa, anak-anak, ibu rumah-tangga, petani, pedagang, buruh pabrik dan juga kaum difabel.

Memanusiakan Manusia

Seni untuk penyadaran memang bukan teks baru. Jadi seni tak hanya selalu untuk seni. Narasi art’s p’our art’s hanya hadir dalam bingkai eklusifitas fine art.   Tetapi kini seni dalam masyarakat bisa difungsikan untuk berbagai matra. Seni bisa dijadikan hiburan, katarsis, pembelajaran, dan juga ---penyadaran---sebuah upaya memanusiakan manusia---menjadikan manusia yang sadar akan fitrahnya sebagai mahluk yang berbudaya.

Beberapa tahun lalu Mulyono dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) Yogyakarta pernah menggagas dan mengusungnya dalam bingkai Kesenian Unit Desa (KUD) yang memunculkan pro-kontra.

Demikian juga  penyair---Presiden Buruh Indonesia ---Wowok Hesti Prabowo—mengenalkan puisi dan teater kepada buruh-buruh pabrik di sekitar Jakarta dan Tangerang.

Penyair Wiji Thukul yang hingga kini raib tak ketahuan rimbanya juga setia mendedahkan puisi-puisi penyadaran. Puisi-puisi suara buruh yang didedahkan adalah potret kepedulian terhadap kehidupan  dan lingkungannya.

Soetanto Mendut kembali memarakkan kesenian di kawasan keresiden Kedu dengan gagasannya memprakarsai Festival Lima Gunung. Yang kini menjadi denyut nadi dan keberlanjutan kehidupan seni tradisi komunitas lima gunung di kawasan  Magelang dan sekitarnya.

Memang harus diakui dalam  jagad yang makin merajakan hedonisme dan kapitalistik tak ada sebuah peristiwa atau produk yang lepas dari komoditi, seperti yang ditengarai kritisi Terry Egleton esensinya ”passion to exchange with another of its kind”.

Tetapi dalam ranah kehidupan jenis pertukaran yang dibutuhkan tak hanya pertukaran barang dan uang tetapi juga antara bentuk dan rujukan atau referensi.

Sebuah peristiwa kesenian bisa juga dimaknai sebagai investasi berupa proses pembelajaran dan pengayaan  kultural yang berpotensi untuk menyebarkan –aesthetic literacy---penyebaran estetika. Yang pada gilirannya akan membuat hidup lebih bermakna. Membuat hidup lebih hidup.

Pameran Unlimited Art Berbunyi #2

Sebuah peristiwa budaya  baru-baru ini terjadi di Lobby Hotel Ciputra, Simpang Lima, Semarang. Komunitas Kapal Cinta Jakarta dan Roemah Difabel Semarang menggandeng manajen Hotel Ciputra menggelar pameran lukisan karya para sahabat difabel.

Pameran yang dibuka Wali Kota Semarang Rabu 8 Februari 2023 Hj.Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengusung tajuk : “Unlimited Art Berbunyi #2” akan berlangsung hingga 8 Maret 2023.

Pameran yang memajang puluhan karya dari 13 orang sahabat difabel dengan rincian 8 orang dari Komunitas Kapal Cinta (Jakarta)  dan 5 orang Roemah Difabel (Semarang ) .

Para sahabat yang berkesmpatan menaja karya lukisannya yaitu;  Anfield Wibowo  (Asperger dan Difabel Tuli), Aqillurachman Prabowo – (Disleksia), Audrey Angesti  (Autisma), Bima Ariasena Adisoma  (Autistik), Daya Olivia Korompis ( Kelainan Kromosom), Dwi Putro  (Gangguan Mental, Wicara, dan Difabel Tuli), Oliver Adivarman Wihardja  (Autisma) , Raynaldy Halim  (Autisma) Rizqi Puput Isnaini – (Disabilities Muscle MD), .Ahmad Zulfikar Fauzi – MD Fighter Disabled Artist, Kayla Salmaa Nugroho (Intellectual Disability, ADD) , Yohan Pribadi (Difabel Tuli) dan Steven ( Autisma).

Wali Kota Semarang Hevearita memberikan apresiasi dan pujian kepada para seniman yang terlibat dalam pameran ini.  Ita mengatakan bila di balik kekurangan yang ada pada diri kaum disabilitas ini, pasti ada kelebihan yang dimiliki dan itu yang perlu ditonjolkan.

Memurut Hevearita pameran lukisan ini merupakan bukti  di balik kekurangan mereka, pasti ada kelebihan. Selalu kita promosikan untuk mereka menjadi anak-anak yang hebat. Anak-anak yang luar biasa, yang tentu menjadi generasi emas kelak di kemudian hari.

Sebelumnya. General Manajer Hotel Ciputra, Ernie Kusumastutie mengatakan, sangat bangga dan berbahagia bisa menggandeng Komunitas Kapal Cinta dan Roemah Difabel Semarang untuk mengadakan pameran lukisan sahabat difabel ini di Lobby Hotel Ciputra Semarang.  

Ernie menambahkan, tema “Unlimited Art Berbunyi 2#” ini  sendiri diangkat karena Hotel Ciputra Semarang ini, karena kita  bisa melihat karya seni yang tidak terbatas yang dimiliki oleh 13 anak berkarunia istimewa di dalam keterbatasannya.

Koordinator Komunitas Kapal Cinta Nawa Cita mengungkapkan rasa bahagianya karena bisa melanjutkan perjalanan dengan  pameran Berbunyi #2 di Kota Semarang. Sedangkan pameran Berbunyi #1 digelar di Studio Kalahan  milik perupa Heri Dono di Jogjakarta novermber 2022 lalu.

Inisiator pameran “Unlimited Art Berbunyi 2#” Nawa Cita mewakili para sahabat yang memiliki karunia istimewa ini mengucapkan terima kasih kepada Hotel Ciputra Semarang  yang sudah memberikan tempat bagi untuk memperkenalkan lukisan-lukisan untuk bisa diapresiasi masyarakat.

Nawa Tunggal yang kesehariannnya berprofesi jurnalis ini juga mengusulkan kepada Pemerintah Kota Semarang untuk menggelar acara pameran seni rupa dua tahunan (Bienale) untuk sahabat-sahabat difabel seperti yang ada di Kota Paris dan New York yang sudah ada sejak tahun 1993.

Sementara itu, Founder Roemah D Semarang Noviana Dibyantari mengatakan sangat bangga bisa  mengantar anak-anak binaan Roemah Difabel berkolaborasi  dngan Komunitas Kapal Cinta  dari Jakarta untuk menggelar pameran lukisan.

“Terima kasih kepada Hotel Ciputra yang telah memberikan tempat dan kesempatan. Pameran ini sangat bermanfaat dan menjadikan anak-anak dengan kebutuhan khusus semakin percaya diri untuk mengembangkan kreativitasnya. Sukses selalu bersama, karena sukses tak bisa jalan sendirian, ” pungkas Noviana.  

 

Pantei rei, semua dalam keadaan bergerak-mengalir,” begitu ungkapan filsuf Herakleitos--- yang bisa kita pinjam untuk melukiskan peristiwa itu. Sebuah peristiwa penyadaran sedang berlangsung di tengah gegap gempita yang menggesa kehidupan.

Gagasan kreatif ini juga menumbuhkan kesadaran estetika  dan lingkungan yang mendorong untuk mengapresiasi karya seni rupa para sahabat difabel. Sebuah langkah kreatif sudah dilakukan. Hendaknya ke depan peristiwa kesenian bisa jadi bagian kehidupan yang tak terpisahkan.

Seni makin menyadarkan kita bahwa manusia butuh ”sesuatu yang lain”  yang bernama katarsis, healing,  agar harmoni kehidupan terjaga sehingga  orang tak gampang stres.  Begitu!

 

. *) Christian Heru Cahyo Saputro, pengamat seni rupa tinggal di Semarang.

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler