x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Rabu, 22 Maret 2023 10:53 WIB

Para Pelaku Flexing Biasanya Orang Kaya Baru

Pelaku flexing biasnaya terjadi pada orang kaya baru alias OKB. Mereka kaget tiba-tiba punya harta dan kekayaan melimpah. Mereka ingin mencari perhatian publik, utamanya dari orang yang dijadikan target pamer. Pelaku flexing biasanya punya masalah tidak percaya diri dan insecure sehingga butuh pengakuan orang lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lagi banyak, nih, berita seputar pejabat (dan keluarganya) yang pamer harta kekayaan di media sosial alias flexing. Mereka adalah kaum hedon. Dari mulai istri Sekda Riau, istri Kepala BPN Jaktim, hingga istri Kasubag di Setneg RI. Akhirnya, para suami mereka mesti berurusan dengan KPK mempertanggungjawabkan harta kekayaannya. Mereka harus menjelaskan dari mana asal hartanya itu.

Maka wajar kini pelaku flexing lain di media sosial mulai ngibrit lari tunggang langgang. Mereka sibuk menghapus foto-foto flexing-nya di medsos. Kasihan banget.

Pamer harta kekayaan, kok, di media sosial, niatnya apa, sih? Pakaian bagus, mobil mewah, rumah megah, plus gaya hidup untuk apa dipamerkan. Mau unjuk kekuatan ekonomi atau mau merendahkan orang lain? Atau biar dibilang orang kaya, gitu?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pelaku flexing lupa ya kalau kebiasaan pamer kekayaan di media sosial itu hanya terjadi pada orang kaya baru alias OKB. Mereka itu kaget punya harta dan kekayaan melimpah. Timbul pertanyaan, dari mana semua itu kalau suaminya cuma ASN?  Pelaku flexing lupa, orang yang sudah kaya dari orok mah tidak akan pernah memamerkan harta yang dimilikinya.

Kenapa, sih, orang berani pamer alias flexing? Jawabnya sederhana, karena mereka mencari perhatian publik, utamanya dari orang yang dijadikan target pamer. Pamer juga biasanya terjadi pada orang yang punya masalah kepribadian, utamanya yang tidak percaya diri sehingga butuh pengakuan orang lain.

Sejatinya, orang yang pamer itu justru perasaannya insecure alias bingung. Pada akhirnya, orang yang pamer itu merasa dalam tekanan sosial. Sehingga cara untuk melampiaskannya, ya, dengan flexing. Jadi, orang-orang yang flexing itu justru bermasalah dengan dirinya sendiri.

Kasihan sama orang-orang yang suka pamer itu. Mereka merasa perlu mendapat pengakuan dari orang lain. Kenapa tidak minta pengakuan dari Sang Pencipta, ya?

Orang yang suka pamer itu lupa perilaku tersebut sangat menjengkelkan. Apalagi bila diketahui pekerjaan suaminya yang ASN. Wajar publik jadi curiga dan menelilisik  dari mana asal kekayaannya? Memang berapa gajinya sampai bisa punya aset puluhan miliar? Jadi jelas, pamer itu membahayakan pelakunya sendiri. Di samping menyakitkan untuk orang miskin atau orang yang tidak punya apa-apa.

Jadi, berhentilah mencari validasi orang lain. Jadilah diri sendiri tanpa perlu mendapat pujian dari orang lain. Jangan pernah berharap untuk memenuhi ekspektasi orang lain, karena memang beda dan tidak pernah sama. Untuk apa berjuang keras memenuhi harapan orang lain.

Stop pamer, hentikan flexing! Sama sekali tidak ada gunanya pamer kecuali mengundang kecemburuan sosial dan menyakitkan orang lain yang sedang kesulitan ekonomi. Bila mau pamer, cobalah membagi-bagikan harta dan kekayaan ke orang-orang miskin atau anak-anak yatim. Pamer lah itu untuk menyenangkan orang lain yang membutuhkan, bukan pamer untuk kesenangan diri sendiri sambil berniat merendahkan orang lain.

Jangan ada lagi pamer atau flexing. Batasi media sosial hanya untuk aktivitas yang bermanfaat dan menginspirasi orang banyak. Bukan untuk mempertontonkan harta atau kekayaan.

Lebih baik, pamerkanlah sikap peduli dan keuanan berbagi kepada orang yang membutuhkan. Pamer di medsos, mah, bukan kaya tapi banyak gaya. Lupa ya, pamer atau flexing itu perbuatan orang bodoh untuk mencapai kemenangan. Salam literasi

Stop Flexing

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler