x

Foto seorang anak Pengemis di jalan rel Kreta.

Iklan

Yulianus Degei

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 November 2021

Jumat, 24 Maret 2023 06:31 WIB

Hidup Tak Seindah Pelangi

Hidup ini bagaikan Roda, kada diatas, kadang dibawah, kadang didepan, dan kadang dibelakang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Marthen adalah seorang mahasiswa jurusan Teknik Informatika di Universitas Negeri Yogyakarta. Setiap hari ia selalu bertemu dengan saya di kampus. Suatu hari, dia bercerita kepada saya tentang masalah hidupnya. Dia berpikir kalau orang lain selalu terlihat senang dan bahagia terlepas dari masalah yang dialami dalam hidupnya. Mereka terlihat seperti orang-orang tak memiliki beban dipundaknya. Namun anehnya, Marthen merasa tidak terlalu suka saat melihat temannya tersenyum bahagia.

“Yuldex, saya ini terlalu aneh, selalu merasa bahwa kehidupan orang lain selalu baik-baik saja bahkan kelihatan seperti tidak punya masalah, beda sekali dengan kehidupan saya yang terasa seperti punya banyak beban dan saya juga merasa tidak bisa bahagia,” kata dia suatu waktu.

Pada waktu itu saya mengatakan kepada Marthen bahwa setiap orang memiliki permasalahan dan beban hidup yang ditanggung di pundaknya. Tentunya masing-masing beban hidup yang dialami setiap orang pasti berbeda-beda. Jika beban hidupmu selalu dibandingkan dengan orang lain maka percayalah bahwa semua itu akan semakin berat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang selama ini dipikirkan Marthen tentang orang lain tidak semuanya benar. Padahal dia sendiri tidak tahu betul bagaimana kondisi orang lain yang menurutnya selalu baik-baik saja, bisa jadi kebalikannya, serta perjuangan orang-orang untuk menenangkan dirinya sendiri. Bisa saja mereka telah berhasil melalui masa-masa terberat dalam hidupnya.

Setelah itu, dia hanya terdiam merenungi perkataan saya. Dia memikirkan apa yang saya katakan saat itu. Meskipun terkadang menasehati orang lain tidak semuda menasehati diri sendiri. Terkadang saya sendiri masih suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain.

Waktu SMA dulu saya juga pernah merasakan seperti diposisi Marthen saat ini. Saat itu juga ada yang menasehati saya bahwa Tuhan selalu memberikan beban masalah sesuai dengan kemampuan setiap manusia. Oleh karena itu respon dari orang-orangpun juga berbeda-beda, terkadang ada yang merasa dibebani dan ada juga yang tidak.

“Tuhan tahu seberapa kuat kita untuk bisa menghadapi masalah yang diberikan oleh-Nya, maka dari itu kalau soal porsi jangan ditanyakan, karena kita tahu kalau Tuhan itu memang Maha Adil,” ujar ayahku pada waktu saya SMA kelas dua.

Ayah saya pernah berkata juga bahwa, “Lebih kasihan orang yang tak pernah menderita dan tak pernah susah, karena mereka akan menangis dan menjadi pusing pada saat susah dan derita itu datang kepada mereka. Sementara orang yang pernah merasakan akan hal itu, mereka biasa-biasa saja,” Kata-kata itu telah saya ukir didalam lubuk hati saya dan tak pernah saya melupakannya.

Mulai saat itu, saya kembali intropeksi diri perihal diriku sendiri. Saya berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan yang menimpa saya dengan hati yang lapang. Karena dengan begitu saya bisa manjadi bahagia. Saya juga tidak perlu membandingkan diri saya dengan saya yang kemarin lalu. Maka dari itu saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik hingga saat ini.

Saya juga percaya jika setiap masalah yang menimpa saya nantinya bisa menjadi pelajaran dalam hidup saya. Yang mebuat saya selalu yakin adalah setiap saat permasalahan ini datang dan dirangcang oleh-Nya.

Seriang kali saya merasa heran dengan mereka yang selalu kwatir dan mengeluh dengan kebutuhan makan dan minum setiap hari, padahal setiap hari mereka makan dan minum. Walaupun ada ketersediaan makanan, mereka akan mengeluh jika tak ada daging walaupun hanya sehari.

Setelah pulang dari kampus, Marthen ikut ke penginapan saya yang tak jauh dari kampus kuliah saya. Setelah makan, Marthen membanting handphone yang ada digenggamannya karena saldo uang yang ada di Brimo nya telah habis, pada hal baru kemarin dia menhabiskan lima ratus ribu rupiah.

“Kenapa anda membantig handphone anda?” tanyaku pada Marthen.

“Kenapa saya selalu susah? Kenapa saya selalu merasa memderita ketika saya tidak memiliki uang di dompet saya?” jawab Marthen.

“Kamu harus tahu bahwa di luar sana banyak orang yang tidak mempunyai uang, mereka hanya mengandalkan kebun, bahkan ada yang kebun kecilpun tidak punya. Namun mereka tidak mengeluh terkait makanan, uang, dan hal-hal duniawi lainnya, mereka selalu bersykur atas nafas yang diberikan Tuhan untuk hidup bersama dengan keluarga tersayang dan terdekatnya. Walaupun mereka tidak makan dan minum apalagi uang, mereka tidak pernah mengeluh karena mereka tahu bahwa banyak orang yang lebih menderita diluar sana.” Saya menasehati Marthen dengan sangat tegas.

Marthen pun menundukan kepala dan merenungi semua yang saya katakan kepadanya. Beberapa jam kemudian dia mengangkat kepalanya dan berkata, “Saya mengerti semua anda katakan kepada saya. Saya akan mencoba untuk tidak mengeluh dengan keadaan saya, saya akan belajar bersyukur dalam keadaan apapun. Terima kasih Yuldex atas semua yang kamu lakukan kepada saya selama ini, saya berharap kita tetap menjadi sahabat sejati sampai di akhirat.” Marthen berkata sambil menjatuhkan air mata di pipinya.

Hidup tak selalu seperti apa yang kita inginkan, ada saatnya kita menderita dan susah, ada pula waktunya untuk kita bahagia. Kehidupan berputar seperti roda, ada waktunya untuk berada diatas, ada pula waktunya berada dibawah, Tuhan sudah mengatur semua.

Dogiyai, 23 Maret 2021

Karya: Yulianus Degei

 

 

Ikuti tulisan menarik Yulianus Degei lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler